Opini
Catatan Pinggir Menyambut Semesta DDI: Mereplikasi Spirit Anre Gurutta Ambo Dalle
Kalau Islam di Jawa identik dengan Nahdhatul Ulama (NU), maka Islam di Sulawesi adalah Islam khas DDI.
Oleh: Muhaemin Latif
Alumnus Ponpes DDI Mangkoso/Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Jika tidak ada aral melintang, besok tanggal 17 Desember 2023, akan menjadi titik kulminasi dari rangkaian milad akbar Darud Dakwah wal-Irsyad (DDI) yang ke-85.
Berbeda dengan perayaan milad-milad sebelumnya, puncak milad kali ini akan berlokus di Lapangan Karebosi dengan menghadirkan ribuan santri dan alumni pesantren dari berbagai Pondok Pesantren DDI di nusantara.
Diawali dengan shalat subuh bersama di Lapangan Karebosi kemudian dilanjutkan dengan doa bersama untuk negeri serta jalan sehat dan donor darah.
Dengan menggunakan terminologi 'semesta DDI' pada tagline milad 2023, panitia seakan ingin menegaskan bahwa DDI hadir untuk semesta dan semesta menjadi hampa tanpa DDI.
Hal ini selaras dengan tema milad '85 tahun DDI Mengabdi untuk Negeri'. Pengabdian DDI kepada bangsa tidak boleh dinegasikan. DDI adalah asset berharga dari tanah Bugis yang dimiliki oleh bangsa ini.
Perjuangan bangsa meraih kemerdekaan inheren dengan perjuangan DDI sendiri.
Penulis menggambarkan bahwa kalau Islam di Jawa identik dengan Nahdhatul Ulama (NU), maka Islam di Sulawesi adalah Islam khas DDI.
Eksistensi DDI hari ini yang sudah memasuki tahun ke-85, tentu sudah melintasi pahit getirnya perjalanan bangsa ini.
Namun kelahiran dan eksistensinya tidak bisa dilepaskan dari sosok figur sentral Kharismatik K.H. Abdur Rahman Ambo Dalle (1900-1996) -akrab dikenal dengan Anre Gurutta Ambo Dalle. Ia adalah tokoh penting dibalik kelahiran dari DDI.
Anre Gurutta Ambo Dalle adalah icon DDI, ia bagaikan dua sisi mata uang.
Kontribusinya dalam mendirikan Madrasah Arabiyah Islamiah (MAI) di Mangkoso pada tanggal 21 Desember 1938 kemudian diikuti dengan pendirian MAI di beberapa tempat, menjadi embrio pendirian organisasi DDI pada 1947.
Pertemuan historis tersebut diinisiasi sendiri oleh Anre Gurutta Ambo Dalle dan diikuti oleh ulama-ulama kharismatik.
Pertemuan ini kemudian menyepakati bahwa DDI adalah pusat dakwah dan payung besar beberapa MAI yang didirikan oleh para ulama tersebut.
Dengan kata lain, DDI hadir untuk mencerdaskan anak-anak bangsa pada waktu itu terutama pada bidang ilmu-ilmu keagamaan.
Madrasah-madrasah yang lahir pada waktu itu tidak hanya menjadi pusat pembelajaran tetapi juga pusat dakwah.
DDI sekarang ini berkembang pesat dengan memiliki ratusan pesantren dan puluhan perguruan tinggi di berbagai provinsi.
Visi besar dari Anre Gurutta Ambo Dalle pada waktu itu telah menjad legacy berharga bagi generasi DDI di kemudian hari.
Oleh karena itu, pada momentum milad DDI 85 ini, ada dua spirit perjuangan yang mesti direplikasi oleh generasi DDI sekarang ini, spirit dakwah dan intelektual.
Pertama, santri pesantren DDI atau alumninya sejatinya menjadikan dirinya sebagai bagian integral dari dakwah. Setiap santri DDI ataupun alumni adalah da’i atau muballigh.
Kalaupun ia tidak mampu berdakwah secara lisan, ia harus berdakwah dengan hal (contoh atau keadaan). Santri DDI harus menjadi cermin atau role model bagi masyarakat di ruang-ruang publik.
Ia harus menyebarkan pesan-pesan profetik kepada masyarakat baik di panggung-panggung resmi ataupun semi-resmi.
Komitmen dan konsistensi inilah yang dipraktekkan oleh Anre Gurutta Ambo Dalle dalam melakukan dakwah. Ia berdakwah lintas etnis, ras dan keyakinan, masuk dan keluar kampung untuk menyampaikan kebenaran.
Dakwahnya tanpa pamrih, tidak menunggu reward atau pujian. Ia berdakwah tanpa transaksi, tidak memilih tempat, siapapun yang memanggilnya, ia memenuhinya.
Dalam konteks dunia digital, Anre Gurutta Ambo Dalle tidak membutuhkan followers apalagi subscribers, semua yang dilakukannya didasari dengan pengabdian dan ibadah kepada Allah SWT.
Penulis sendiri merasa beruntung karena seringkali mencium tangan Anre Gurutta Ambo Dalle setiap kali mampir di Masjid Pesantren DDI Mangkoso pada penghujung tahun 80-an.
Saya menyaksikan betapa Anre Gurutta yang meskipun dengan kondisi fisik yang tidak lagi kuat untuk menopang tubuhnya, tetapi tetap juga melakukan dakwah di berbagai tempat.
Komitmen dakwah inilah yang sejatinya direplikasi oleh anak-anak milenial DDI sekarang ini. Spirit dakwah yang tidak mengenal batas umur dan geografis.
Dengan kata lain DDI sebagai pusat dakwah dan orientasi yang lurus tidak hanya melekat sebagai organisasi tetapi membumi dalam diri setiap santri DDI dan alumni DDI.
Kedua, anak-anak dan alumni DDI sekarang harus mereplikasi spirit jihad intelektual Anre Gurutta Ambo Dalle.
Sejarah telah merekam bagaimana Gurutta tidak hanya piawai dalam berdakwah secara lisan, tetapi juga produktif dalam berkarya.
Karya-karyanya semuanya ditulis dalam bahasa Arab, antara lain Kitab al-Risalah al-Bahiyah fi al-aqaid al-Islamiyah juz 1 dan 2, Kitab Mursyid al-Thullab fi ilmi Ushul al-Fiqhi, Kitab Miftah al-Mudzakarah fi ilm al-Munazharah, Kitab al-Mufradaat al-Arabiyah dan masih banyak kitab-kitab lainnya.
Jika mengamati karya-karyanya, Anre Gurutta memiliki wawasan intelektual yang sangat luas. Kedalaman ilmunya mencover berbagai disiplin ilmu agama, mulai dari ushul fiqhi, teologi, tasawuf, bahasa Arab, serta logika.
Menurut penulis, pada momentum milad DDI 85 ini, spirit intelektualitas Gurutta sejatinya direplikasi oleh anak-anak DDI sekarang ini.
Mereka tidak cukup hanya dengan berdakwah di mimbar-mimbar masjid, tetapi mengabadikan pikiran-pikirannya dalam berbagai karya adalah jauh lebih penting.
Sebagai alumni pesantren DDI, saya mengamati begitu banyak alumni DDI yang tidak hanya aktif dalam bidang ilmu-ilmu agama tetapi mereka aktif dalam berbagai lintas sains.
Hal ini tentu harus diapresiasi dengan pertimbangan mengikuti spirit dakwah tanpa batas yang diajarkan oleh Gurutta Ambo Dalle.
Akhirnya, tulisan persembahan Milad DDI 85 ini akan saya tutup dengan mengutip paragraph terakhir syair salah seorang Kyai Kawakan dari Tanah Jawa, D. Zawawi Imron, yang menulis syair secara khusus untuk Anre Gurutta Ambo Dalle 'Andre Gurutta Ambo Dalle telah tiada, namun detak jantungnya masih di sini, berbisik di sela nafas dan desir darah kami'.
Penulis meyakini bahwa santri dan alumni DDI yang berkumpul besok di Karebosi akan merasakan detak jantung Anre Gurutta Ambo Dalle. Selamat Milad 85 DDI ku DDI kita.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.