Opini
Tentang Lafran, HMI, dan Keindonesiaan
Krisis ini jugalah yang tengah dihadapi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi mahasiswa Islam terbesar di Indonesia.
Andi Ikram Rifqi
Kandidat Ketua Umum PB HMI Periode 2023-2025
Minat dan antusiasme mahasiswa terhadap gerakan kemahasiswaan kian menurun.
Organisasi kemahasiswaan baik internal maupun eksternal mulai sepi peminat.
Krisis ini jugalah yang tengah dihadapi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi mahasiswa Islam terbesar di Indonesia.
Organisasi keislaman ini seringkali dikaitkan dengan politik praktis, dianggap kehilangan nilai- nilai keislamannya dan mulai kehilangan simpati masyarakat.
Untuk mengenang kembali sejarah terbentuknya HMI, Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kahmi) bersama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Rumah Produksi Reborn Intiatives meluncurkan film berjudul 'Lafran'.
Film ini didedikasikan untuk mengingatkan kita tentang bagaimana Islam telah mengawal kemerdekaan di Indonesia.
Film garapan HMI dan Kahmi ini, didedikasikan untuk mengenang perjuangan, sekaligus memperkenalkan sosok ‘Lafran Pane’ sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
Sepintas Tentang Lafran Pane
Lafran Pane adalah sosok pejuang kemerdekaan dengan ciri khas gagasan keislaman dan keindonesiaannya.
Ia didapuk sebagai Pahlawan Nasional bukan karena terlibat peperangan, melainkan karena mendorong pertumbuhan gerakan pemuda di Indonesia.
Melalui pendirian HMI, dia menyebarkan pemikiran dan mengajak kaum muda mengawal kedaulatan kemerdekaan bangsa Indonesia berbasis keislaman dan kebhinekaan.
Lafran Pane lahir pada 5 Februari 1922, di Kampung Pangurabaan, Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Lafran kerap berpindah-pindah sekolah, ia memulai pendidikannya di Pesantren Muhammadiyah Sipirok.
Saat memasuki kelas tujuh, Lafran meneruskan sekolahnya di HIS Muhammadiyah, kemudian lanjut di Sekolah Tinggi Islam. (STI).
Sebelum lulus, Lafran berpindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) pada April 1948 yang sekarang bernama Universitas Gadjah Mada.
Di STI, tepatnya pada 05 Februari 1947, Lafran Pane membentuk dan mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam.
Saat itu, HMI didirikan dengan cita-cita mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, serta menegakkan dan mengembangkan ajaran Agama Islam.
Cita-cita tersebut menjadi dasar pemikiran dan gagasan besar Lafran Pane tentang keislaman dan keindonesiaan.
Tak heran jika ia pernah bertitah "dimanapun engkau berkiprah tak ada masalah, yang penting semangat keislaman-keindonesiaan itu yang harus engkau pegang teguh".
Film Lafran: Kisah dan Perjuangan Sosok Pahlawan Nasional
Film Lafran menceritakan perjalanan hidup Lafran Pane semasa kecil hingga menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan di usia muda.
Dikisahkan, saat berusia 2 Tahun, Lafran Pane kehilangan sosok perempuan yang menjadi cinta kasihnya, yaitu ibunya.
Berselang beberapa tahun kemudian, ia kembali kehilangan sosok perempuan yang ia cintai, neneknya.
Kehilangan dua sosok perempuan lembut, membuatnya menjadi “pemberontak” atas kondisi ketidakadilan yang
menuntut dia harus pindah ke berbagai sekolah.
Bahkan, Lafran sempat menjadi petinju jalanan lantaran tidak lagi mendapatkan asuhan yang baik.
Kehidupan Lafran seperti tidak memiliki masa depan, namun berkat dorongan kakak dan ajaran Islam, Lafran tidak hanyut dalam situasi itu.
Ia tumbuh menjadi anak muda yang penuh pikir dan spirit.
Masa mudanya, ia wakafkan untuk perjuangan penegakan kebenaran.
Hijrahnya dari Tapanuli Selatan ke Ibu Kota Jakarta hingga ke Yogyakarta, perlahan menggerus pola pikir dan cara pandangnya dalam memelopori perjuangan.
Kesadaran Lafran tentang Indonesia dan Islam membuat dirinya memiliki semangat untuk mengawal kemerdekaan.
Saat sedang menempuh pendidikan di STI, namanya santer terdengar di kalangan mahasiswa.
Ia adalah sosok yang penuh dengan kesederhanaan, cerdas, kritis, dan visioner.
Ia sering mendongkrak semangat orang-orang di sekelilingnya untuk memperjuangkan Indonesia dan Islam.
Saat hendak mendirikan HMI, atas izin pihak kampus, jam pelajaran di kelas ia gunakan untuk membuat forum konsolidasi yang menyongsong terbentuknya HMI.
Tujuan Lafran mendirikan HMI adalah sebagai sentralitas perjuangan mahasiswa di berbagai pelosok negeri dalam menjaga kemerdekaan bangsa, meninggikan rakyat Indonesia, dan menegakkan ajaran Islam.
Dalam merintis berdirinya HMI, Lafran menemukan gejolak kebangsaan.
Di tahun 1947 isu-isu kebangsaan, kenegaraan, hingga pada persebaran berbagai macam ideologi di berbagai sektoral dan di dalam lingkungan kampus masih sangat kental.
Bahkan ia dituding oleh kelompok- kelompok tertentu sebagai orang yang memiliki niatan tidak baik atas terbentuknya HMI.
Namun Lafran tidak gentar sedikit pun. Ia mengibarkan bendera HMI dan membawa kiprah sebagai organisasi yang memiliki prinsip berjuang yang berpegang teguh pada kebenaran dalam jalan juang HMI yang tidak bisa ditawar.
Islam, HMI, dan Keindonesiaan
Sosok Lafran tak tergantikan dalam perkembangan HMI dari zaman ke zaman. Selain menjadi pendiri HMI, ia juga menjadi role model yang menanamkan prinsip dasar spirit perjuangan.
Melalui semangat keislaman dan keindonesiaan, Lafran Pane mendedikasikan dirinya untuk Indonesia.
Pada satu kesempatan ia berkata "saya Lillahi Ta'ala untuk Indonesia".
Kalimat itu ia lontarkan di saat banyak kelompok-kelompok resisten terhadap perjuangannya.
Penegasan yang dilakukan oleh Lafran bukan sebatas kata-kata, tetapi juga terjewantahkan menjadi sebuah kenyataan.
Ia menyadari sepenuhnya bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia bukan sesuatu yang datang secara cuma-cuma, tetapi lahir dan diwujudkan melalui perjuangan yang panjang dan penuh pengorbanan.
Bagi Lafran, esensialisme kebudayaan bangsa Indonesia tidak lepas dari nilai-nilai Keislaman yang cenderung mengarah pada segala bentuk kebenaran dan kebaikan.
Melalui HMI, Lafran menyebarkan spirit perjuangan keislaman dan keindonesiaan. Lafran Pane menaruh harapan besar terhadap HMI agar mampu mencetak seorang muslim yang berjiwa Nasionalis dan berkarakter Islam.
Sebagai bangsa besar yang penuh keberagamaan, bangunan kebudayaan kita tidak lepas
dari persepsi kita tentang sang pencipta, alam semesta, dan manusia itu sendiri.
Semuanya bermuara pada keindahan, kedamaian, ketenteraman, atau yang pada istilahnya kita kenal sebagai budi pekerti luhur.
Lafran Pane menanamkan pentingnya merawat keberagamaan, menjaga keutuhan NKRI, dan terlibat dalam melakukan rekayasa sosial yang berdasar pada muatan-muatan keislaman.
Melalui tulisan ini, saya mengajak seluruh kader HMI untuk menghadirkan kesadaran baik dalam diri dan menyebarkannya ke orang-orang sekitar untuk melawan segala bentuk kezaliman yang nampak.
Hal ini dapat diaktualisasikan dalam setiap gerak HMI. Baik dalam nuansa kaderisasi, maupun gerakan keislaman lainnya.
Bahwa setiap gerak HMI haruslah memuat kepentingan bangsa dan Negara yang bermuara pada hal-hal baik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.