Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kasus Kekerasan

Kasus Kekerasan Anak Berkebutuhan Khusus di Makassar Jalan di Tempat, Pengacara Korban: 3 Alat Bukti

Kasus yang ditangani Satreskrim Polrestabes Makassar sejak April 2023 hingga kini tidak kunjung dilimpahkan ke Kejaksaan.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/MUSLIMIN EMBA
Pendamping hukum GM (4) anak berkebutuhan khusus yang alami kekerasan, Mahar Tri Ramadani saat ditemui wartawan di Jl Yusuf Dg Ngawing, Makassar, Jumat (10/11/2023) sore. Mahar mempertanyakan kasus kliennya di Polrestabes Makassar yang jalan di tempat. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kasus kekerasan anak berkebutuhan khusus atau disabilitas di Kota Makassar, Sulawesi Selatan inisial GF (4) melibatkan seorang terapis di yayasan tempat korban sekolah, diduga jalan di tempat.

Kasus yang ditangani Satreskrim Polrestabes Makassar sejak April 2023 itu, hingga kini tidak kunjung dilimpahkan ke Kejaksaan.

Menurut pengacara GF, Mahar Tri Ramadani kasus ini tidak ada perkembangan ditangani penyidik Reskrim Polrestabes.

Karena sejak dilaporkan pada 15 April 2023 lalu, hingga kini status kasusnya masih penyelidikan.

"Pengalaman kami sebagai lawyer, proses kasus yang ditangani polisi paling lama itu tiga bulan sudah naik status," keluh Mahar saat ditemui wartawan di Jl Yusuf Dg Ngawing, Makassar, Jumat (10/11/2023) sore.

"Penyelidikan ke penyidikan bahkan sudah di kejaksaan (itu biasanya tiga bulan). Tapi ini masih lidik (penyelidikan)," sambungnya.

Dalam kasus ini, ibu GM, FM (26) melaporkan dugaan kasus kekerasan terhadap putranya yang dilakukan salah satu terapis di yayasan terapi disabilitas khusus di Kota Makassar.

Korban GM disebut mengalami kekerasan, dari diduga dicubit hingga digigit oleh pelaku.

Tidak berkembangnya proses hukum kata Mahar, dilihat juga dari beberapa bukti-bukti yang telah dilampirkan sejak awal laporan hingga dalam proses penyelidikan kasus.

"Yang jadi pertanyaan kami juga, tiga alat bukti yang dilampirkan juga tidak baik-baik (statusnya), apa alasannya?" ucap Mahar

"Kan jelas dalam KUHP itu dua alat bukti sudah cukup bagi tim penyidik untuk menaikkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan," jelasnya.

Baca juga: Hasil Visum Santri Tewas di Toilet Ponpes Sidrap Keluar, Tak Ditemukan Unsur Kekerasan

Terlebih lanjut dia, hasil visum terhadap korban juga telah didukung dengan keterangan ahli.

"Apalagi ini sudah tiga alat bukti, sudah ada visum, keterangan ahli dan keterangan saksi-saksi. Ditambah lagi bukti petunjuk (video) yang harusnya masuk ke berkas perkara ini tapi tidak dimasukkan juga," bebernya.

Tidak hanya itu, bukti bukti petunjuk berupa video dugaan kekerasan yang dilakukan oknum terapis ke korban GM juga telah diserahkan ibu GM ke penyidik pada 20 April lalu.

Namun sayangnya, kata dia, bukti petunjuk itu tidak dimasukkan dalam berkas perkara.

"Sayangnya bukti video itu tidak disertakan dalam berkas perkara, dan jadi pertanyaan kami apakah tim penyidik memperlihatkan bukti petunjuk ini ke terlapor agar terlapor ini mengklarifikasi atau tidak," terang Mahar.

"Apabila penyidik tidak memperlihatkan itu (video) artinya ada rekayasa, dikonfrontirkan," sebutnya.

Terpisah Kasi Humas Polrestabes AKP Wahiduddin mengaku akan mengecek terlebih dahulu ke penyidik ihwal progres kasus itu.

"Saya cek dulu berkas kasus ke penyidiknya, karena saat laporan itu kan saya belum Kasi Humas," kata Wahiduddin, dikonfirmasi wartawan.

Sebelumnya diberitakan, seorang anak berkebutuhan khusus atau disabilitas dikabarkan jadi korban dugaan kekerasan.

Kekerasan itu diduga dilakukan oknum terapis salah satu yayasan tempat anak berkebutuhan khusus belajar di Kota Makassar.

Bocah laki-laki berkebutuhan khusus itu berinisial GF berusia empat tahun.

GF dikabarkan mengalami memar-memar di bagian tubuhnya lantaran mendapatkan aksi kekerasan.

Ibu GF berinisial FM (26), pun mengaku telah melaporkan dugaan kekerasan anak itu ke Polrestabes Makassar.

Ia menjelaskan bahwa sang anak diduga dianiaya dengan cara dicubit hingga digigit.

Perlakuan yang diterima itu merupakan hukuman atau sanksi.

"Itu anak saya digigit, dicubit, dilakukan kekerasan fisik yang katanya pihak penanggung jawab itu adalah sebagai punishment mereka," kata FM kepada wartawan, Senin (17/4/2023) siang.

"(Yang aniaya) Itu pihak penanggung jawab kayak kepala sekolah disana, karna kan sampai biru-biru (memar)," sambungnya.

Lebih lanjut FM menjelaskan, jika putranya itu memang hiperaktif.

"Anak saya itu dia terlambat bicara, kata dokter kemungkinan kena ADHD (kurang fokus dan hiperaktif)," bebernya.

Kata FM, hukuman kekerasan fisik yang didapatkan sang anak lantaran anaknya disebut kurang fokus saat diberi pelajaran oleh pengajarnya.

"Katanya itu punishment dari mereka, hukuman karena anakku katanya tidak fokus, karena kan ini anakku sekolah di sekolah anak berkebutuhan khusus (disabilitas)," terang FM.

Baca juga: 2 Pelaku Kekerasan Siswa SMP Cimanggu Viral di Media Sosial Akhirnya Ditangkap, Ini Identitasnya

"Di situ ada down sindrom, autis, terlambat bicara juga ada. Terapisnya juga akui juga itu, ada terapis yang jujur sama saya bahwa itu memang punishment-nya," tuturnya.

FM menceritakan, awalnya sang anak di masukkan ke yayasan tersebut sejak tahun 2022 lalu.

Hingga pada saat 13 April 2023 lalu, sang anak sempat mengalami muntah-muntah hingga dibawa ke rumah sakit (RS).

FM di situ merasa ganjal hingga curiga anaknya mendapatkan kekerasan.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, AKBP Ridwan JM Hutagaol membenarkan perihal laporan yang dibuat FM.

Ia menyebut pihaknya masih dalam penyelidikan terkait laporan yang dilayangkan FM.

"Kita cek, kita masih lakukan penyelidikan," ucap Ridwan kepada wartawan.

Laporan FM teregistrasi dengan nomor laporan STBL/783/IV/2023/POLDA SULSEL/RESTABES MKS.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved