Opini
Pada Akhirnya Situs itu Dilenyapkan
SEKELOMPOK anak muda, menamakan diri mereka Aliansi Peduli Budaya, melayangkan protes di media sosial.
Eko Rusdianto
Jurnalis Peraih Penghargaan Oktovianus Pogau
SEKELOMPOK anak muda, menamakan diri mereka Aliansi Peduli Budaya, melayangkan protes di media sosial.
Mereka menyebarkan percakapan mengenai pengerusakan situs kolonial di jalan Sultan Hasanuddin, Maros.
Jalan itu adalah jalur satu arah menuju Bantimurung. Letak bangunannya berada di sisi kiri.
Bangunan yang acapkali dianggap “kumuh” serta tak terurus.
Tapi, bangunan kecil itu adalah tangga perjalanan sejarah kabupaten ini.
Didirikan sekitar tahun 1902-1905 sebagai kantor Controller – pemerintahan Belanda.
Tempat itu adalah bangunan megah pada masanya. Pada sisi atapnya menonjol menyerupai cerobong.
Bagian depannya ada dua uilenzolde atau bangunan yang disebut rumah kecil, yang berfungsi sebagai sirkulasi udara.
Kantor itu berhadapan benteng Valkenburg – sekarang menjadi SMA Negeri 1 Maros.
Di dekat benteng, ada tangsi militer – sekarang kantor Polres Maros.
Lalu tak jauh dari sana, ada penjara tua (Behearder Huis Van Berawing) – yang awal tahun 2023 dirubuhkan dan dijadikan Lapas Anak oleh Kemenkumham.
Lalu beberapa ratus meter di bagian belakangnya, ada gereja.
Sejatinya, kawasan itu adalah kompleks pemerintahan dari masa pemerintahan Belanda hingga kedaulatan Indonesia.
Tapi itu, hanya dapat dijumpai di arsip foto.
Begini kira-kira ringkasnya:
Pada 26 September 2023, jelang sore, serangkaian foto bangunan controller yang terlihat sudah telanjang, tanpa atap, tersebar.
Menyisakan beberapa tembok dinding dan beberapa orang pekerja masih terlihat di sekitar reruntuhan.
“Kita sedang menyaksikan penghancuran perjalanan sejarah kota ini. Tidak dengan pelan, tapi dengan beringas.”
Saya suka kata beringas. Kata itu, menunjukkan kelakuan diluar kontrol.
Sebab dilakukan instansi yang seharusnya mengetahui fungsi sebuah situs.
Dimana kisah bangunan telah membentang panjang, dari controller, kemudian menjadi kantor Kepala Pemerintahan Negeri (KPN).
Selanjutnya difungsikan sebagai Rumah Sakit Umum, sekaligus sebagai tempat layanan kesehatan pertama di Maros.
Lalu menjadi Kantor Pendidikan dan Kebudayaan (P&K), kantor Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bappedalda), Sekretariat Kwarcab Paramuka, dan terakhir menjadi sekretariat bersama SAR.
Pengambil alihan bangunan ditetapkan dalam lelang proyek senilai Rp1,4 miliar melalui Dana Alokasi Umum.
Eksekutornya adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Perhubungan dan Pertanahan (DPUTRPP) Maros.
Pembongkarannya, untuk kantor sekretariat Badan Pengelola Geopark Maros-Pangkep.
Ini adalah badan pekerja yang seharusnya bekerja dengan agung, untuk menjaga kekayaan alam dalam bentangan karst Maros-Pangkep.
Apalagi pada Mei 2023, Geopark ditetapkan menjadi bagian dari UNESCO.
Penghargaan begengsi yang menjadi brand internasional, yang didalamnya seharusnya peran sosial masyarakat, sejarah dan kebudayaan.
Sayangnya, pengelola Geopark Maros-Pangkep tak berkomentar.
Hingga pada Jumat 27 Oktober 2023, aliansi menggelar diskusi terbuka di Perpusatakaan Daerah Maros, mereka pun tak hadir.
Hanya ada perwakilan Geopark Youth Forum yang menjadi peserta diskusi.
Dalam keterangannya, bangunan kelak akan menghidupkan daya upaya dan kreatifitas anak muda di Maros.
Sekretariat itu, adalah rumah bersama.
Pernyataan senada dengan Dinas PUTRPP Maros –juga tak hadir dalam diskusi.
Lalu belakangan mengatakan, pembongkaran itu adalah bagian dari revitalisasi.
Meski ungkapan ini berbanding terbalik, sebab sejak awal Dinas tidak melibatkan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) karena menganggap bukan situs.
Mereka tak lihat, bahwa sejak tahun 2002, di depan bangunan terpasang plang informasi situs.
Terdaftar melalui Keputusan Bupati Maros, Nomor 360/KPTS/433/IX/2002.
Sejatinya informasi itu menjadi pelindungnya, tapi apa daya, aturan sepertinya memang untuk dilanggar.
Perwakilan Biro Hukum Pemerintah Daerah Maros, menyayangkan gegabahnya Dinas PUTRPP.
“Setelah ramai protes di media sosial, kami kemudian mencari SK penetapan itu. Dan memang ada dan ketemu,” katanya.
Revitalisasi dalam pandangan lain, mensyaratkan keseriusan dan ketelitian yang mumpuni.
Bukan sedekar membongkar dan kemudian membangunnya persis sama dengan bentuk semula.
Toh, aturan Dinas PUTRPP dalam melihat bangunan cagar budaya, sangat ketat.
Namun setidaknya, kabar gembira datang dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Cagar Budaya meninjau lokasi.
Dua hari tim itu melakukan penelusuran. Namun hingga sekarang, perkembangan penyelidikannya juga tak pernah terdengar kembali.
Sementara itu, Undang Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya yang seharusnya menjadi landasan hukumnya, hanya menjadi bahan diskusi.
Padahal di pasal 105, dinyatakan: Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dalam pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Di Maros, pembongkaran membentuk dua kubu. Yang pro dan kontra.
Tapi bukankah seharusnya, polemik itu dapat menjadi acuan untuk para pihak duduk bersama.
Kemudian menghentikan pembangunan sementara, sampai mendapatkan kejelasan?
Tapi itu tak pernah terjadi. Bahkan, dengan mudah, gambar awal sekretariat Geopark berubah, lalu narasinya bekelindan, jika gambar terbaru lebih ramah situs.
Saya tertegun menerima dua gambar itu.
Padahal substansi pelestarian bukanlah pada bangunan fisik semata, tapi itu merangkum nuansa perjalanan politik kabupaten Maros.
Dan Minggu, 5 November 2023, saat melintasinya, pagar depan sudah berdiri.
Rangka atap bangunan dari kayu solid, pun sudah tergantikan dengan rangka baja ringan.
Dan akhirnya, kita semua, mempertontonkan cara beringas pemusnahan untuk generasi selanjutnya tanpa besisa.
Maka, sebaik-baiknya saya harus berucap; selamat berkantor para pengelola Badan Geopark Maros Pangkep.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.