Catatan Akademisi
Mengintip 'Panggung Belakang' Pentas Politik Pilpres 2024
Panggung perhelatan pemilihan presiden (Pilpres) 2024 kian menarik dan dinamis, menyita perhatian bahkan hingga mengobok-obok psikologi publik.
Negosiasi bisnis politik dan politik bisnis di “panggung belakang” inilah memainkan peran dalam membentuk aliansi dan
memperkuat peluang kemenangan.
“Panggung belakang” Pilpres Indonesia 2024 mengisyaratkan bahwa lakon politik pada setiap pentas kontestasi melibatkan banyak aktor dan banyak cerita yang sesungguhnya menohok nurani.
Meskipun kita hanya melihat sebagian kecil dari gambaran tersebut, memahami peristiwa politik di balik layar membuka wawasan tentang bagaimana keputusan-keputusan besar diambil dan bagaimana masa depan negara kita didesain.
Ada dua peristiwa penting yang menarik kita “intip” lewat “panggung belakang” yang dipertontonkan di atas panggung pentas politik Pilpres 2024 beberapa pekan ini.
Yakni polemik putusan MK soal batasan usia capres dan cawapres serta undangan jamuan makan ketiga capres
oleh Presiden Jokowi di Istana Negara.
Dengan menggunakan perspektif teori dramaturgi Goffman, dapat kita pahami bahwa setiap tindakan dan peristiwa dalam politik adalah bagian dari pertunjukan sosial yang kompleks.
Sebagian besar dari apa yang kita saksikan hanyalah bagian dari keseluruhan pertunjukan, dan di area “panggung belakang” terdapat dinamika politik yang kompleks dan menarik kita “intip”.
Dengan demikian, menyaksikan lakon politik dengan lensa kacamata dramaturgi dapat membantu kita memahami lebih dalam tentang interaksi sosial, peran aktor, dan strategi komunikasi yang terjadi di panggung politik yang sesungguhnya.
Dalam konteks teori dramaturgi Erving Goffman, Pentas politik yang dipertontonkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutuskan batas umur minimal capres cawapres.
Serta peristiwa jamuan makan yang digelar Presiden Jokowi di Istana Negara dengan mengundang ketiga capres dapat dianalisis sebagai sebuah pertunjukan sosial yang melibatkan aktor, peran, serta “panggung belakang” yang sunyi senyap.
Lewat teorinya ini, Goffman memberitahukan kepada kita bahwa interaksi sosial dapat dimaknai sebagai sebuah lakon pertunjukan di mana individu berperan dalam menciptakan kesan yang sesuai denga apa yang ia inginkan.
Dalam konteks kasus putusan MK, panggung politik adalah ruang sidangnya, tempat di mana para hakim memainkan peran mereka dalam memutuskan batas umur minimal capres cawapres.
Di balik tirai atau "panggung belakang" tersebut, boleh jadi terjadi interaksi dan negosiasi yang senyap antara para hakim, ahli hukum, dan pihak terkait.
Para hakim berperan sebagai aktor utama yang harus mempertimbangkan aspek hukum, politik, dan publik dalam keputusan mereka.
Mereka berusaha menciptakan kesan objektivitas, keadilan, dan ketegasan dalam pertunjukan mereka di depan publik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.