Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Mengapa Dinamakan Masjidil Haram? Berikut Penjelasannya

Masjidil Haram adalah masjid mengelilingi kiblat umat Islam, Kakbah, di Kota Mekah, Arab Saudi, dipandang sebagai tempat tersuci bagi umat Islam.

TRIBUN-TIMUR.COM/SURYANA ANAS
Suasana Masjidil Haram saat diabadikan Tribun, Selasa (27/8/2018) dari lantai atas Masjidil Haram. 

“….maka sejak itu (negeri Makkah) haram dengan keharaman Allah hingga hari kiamat, duri-durinya tidak boleh dipatahkan, binatang buruannya tidak boleh di usir (diganggu), barang yang jatuh di Makkah tidak boleh diambil, kecuali untuk mencari (pemiliknya), tumbuh-tumbuhannya tidak boleh ditebang…..,” (HR Bukhari dan Muslim)

Seluruh umat islam diperintah untuk memalingkan wajahnya dan hatinya kearah masjidil haram dimanapun berada, hal ini di perkuat dengan surah al-Baqarah ayat 149 dan 150.

Perintah ini hampir sama derajatnya dengan perintah Allah yang lain seperti hal melakukan sholat, zakat, puasa, haji sebagai wujud hati yang terikat dan ingat kepada Allah dalam segala hal duniawi ini.

Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi.
Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi. (KOMPAS.COM/INGGRIED DWI WEDHASWARY)

Sebagaimana dalam firman Allah SWT berikut ini:

“Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan,” (QS.al-Baqarah:149)

“Dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk,” (QS.al-Baqarah:150) [3]

Keterangan:

[1] Rasulullah mengkhususkan sabdanya ini kepada Bani Abdi Manaf karena beliau mengetahui bahwa pemerintahan dan kekuasaan di Makkah kembali pada mereka, karena mereka adalah pemimpin-pemimpin Makkah, dan urusan-urusan dalam haji (menjamu jamaah haji dengan memberikan minum, makanan, pengamanan) mereka yang melakukannya. (Kitab Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami Tirmidzi, cetakan Daarul Fikr th 1995 M – 1415 H, hal 531 juz 3, pen).

[2] Larangan ini jika tidak ada hajat kebutuhan membawa senjata, jika ada hajatnya maka diperbolehkan. (Syarh Shahih Muslim Imam Nawawi, hal 130-131, juz 9 jilid ke 5 cetakan Daarul fikr, pen).

[3] Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 150) sehubungan dengan peristiwa berikut: Ketika Nabi SAW memindahkan arah qiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah, kaum Musyrikin Mekkah berkata: “Muhammad dibingungkan oleh agamanya. Ia memindahkan arah qiblatnya ke arah qiblat kita. Ia mengetahui bahwa jalan kita lebih benar daripada jalannya. Dan ia sudah hamir masuk agama kita.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi melalui sanad-sanadnya.)

Wallahu a'lam.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved