Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tersangka Korupsi di Sinjai

Siapa A Gappa? Kontraktor Asal Bulukumba Diduga Korupsi Rp400 Juta Jembatan Sinjai-Kajang

Pihak sub pelaksana pekerjaan proyek yang bernilai Rp 2,3 miliar itu tak mampu menyelesaikan pekerjaan.

|
Penulis: Samsul Bahri | Editor: Ansar
Tribun-Timur.com
Proyek jembatan Balampangi, gagal rampung di poros  Sinjai-Kajang 

TRIBUNSINJAI.COM, SINJAI UTARA - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sinjai mengungkap dugaan kerugian negara pada proyek jembatan Balampangi, Poros Sinjai-Kajang lebih dari Rp 400 juta.

Pekerjaan jembatan tersebut gagal rampung pada Desember tahun 2022 lalu.

Pihak sub pelaksana pekerjaan proyek yang bernilai Rp 2,3 miliar itu tak mampu menyelesaikan pekerjaan.

Rekanan pelaksana sub kabur saat menemui kendala gagal rampung dari batas yang telah ditentukan.

Tindak Pidana Pidana Khusus Kejari Sinjai menemukan dugaan kerugian negara atas gagalnya rampung pembangunan jembatan tersebut.

"Dugaan kerugian negara Rp 400 juta lebih dari total anggaran Rp2,3 miliar," kata Kepala Kejari Sinjai, Zulkarnaen, Rabu (1/11/2023).

Pemilik perusahaan CV Lajae Putra bernama A Gappa.

Perusahaan tersebut asal Kabupaten Bulukumba

Ketiga orang tersangka yakni, berinisial S, G dan H.

Warga yang berinisial Gaffar sebagai pemilik perusahaan, CV Lajae Putra

Sedangkan S adalah rekanan pelaksana proyek (sub pelaksana).

Dan H berperan sebagai pejabat di Pemprov Sulsel.

" Tiga orang tersangka dalam kasus ini, yakni S, G dan H, terlibat dalam pekerjaan jembatan Balampangi," kata Kepala Kejari Sinjai, Zulkarnaen.

Proyek pembangunan jembatan tersebut dimulai pada 19 Juli tahun 2022 lalu.

Nilai anggaran Rp 2.319.963.090 yang bersumber dari APBD Provinsi Sulawesi Selatan. 

Jembatan itu sudah harus rampung pada Desember pada tahun 2022.

Namun sampai saat ini pekerjaan jembatan tersebut belum rampung hingga diproses hukum Kejari Sinjai.

Pemilik Perusahaan CV Lajae Putra

Terungkap Pihak Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulawesi Selatan pernah memberi sanksi kepada perusahaan proyek jembatan Balampangi, Poros Bulukumba-Sinjai. 

Sanksi yang dijatuhi kepada rekanan pihak CV Lajae Putra yakni pihak PU Sulsel memutus kontrak kontraktor.

"Karena tidak rampung sehingga PU Sulsel putus kontrak CV Lajae Putra sebagai pelaksana proyek Jembatan Balangpangi," kata Staf PU Sulsel Wilayah Kabupaten Bulukumba dan Sinjai, Isran.

Pagi tadi Kejaksaan Negeri (Kejari) Sinjai menatapkan tiga tersangka pada kasus jembatan Balampangi, Rabu (1/11/2023).

Proyek tersebut berada di Desa Bua, Kecamatan Telluimpoe, Kabupaten Sinjai atau poros Sinjai-Kajang Bulukumba.

Ketiga orang tersangka yakni, berinisial S, G dan H.

Jembatan Balampangi, Poros Sinjai-Bulukumba gagal rampung
 
Jembatan Balampangi, Poros Sinjai-Bulukumba gagal rampung   (Tribun-Timur.com)

Warga yang berinisial G (A. Gappar) sebagai pemilik perusahaan CV Lajae Putra

Sedangkan S adalah rekanan pelaksana proyek (sub pelaksana).

Dan H berperan sebagai pejabat di Pemprov Sulsel.

"Tiga orang tersangka dalam kasus ini, yakni S, G dan H, terlibat dalam pekerjaan jembatan Balampangi," kata Kepala Kejari Sinjai, Zulkarnaen.

Proyek pembangunan jembatan tersebut dimulai dikerja pada tahun 2022 lalu.

Nilai anggaran Rp 2.319.963.090,40, yang bersumber dari APBD Provinsi Sulawesi Selatan. 

Jembatan itu sudah harus rampung pada Desember pada tahun 2022.

Namun sampai saat ini pekerjaan jembatan tersebut belum rampung.

Lokasi dan Anggaran Proyek

Kontroversi Ganti Rugi Lahan dan Penentuan Tersangka Kasus Jembatan Balampangi

Sebelum menyerah, kontraktor CV Lajae Putra pernah dimintai oleh warga setempat biaya ganti rugi lahan untuk pembangunan jembatan Balampangi, Jalan Poros Sinjai-Bulukumba.

Warga setempat meminta uang ganti rugi lahan atas pembangunan jembatan tersebut, walaupun dalam perencanaan proyek tersebut tidak ada anggaran khusus untuk ganti rugi lahan.

Budiaman, seorang warga Tellulimpoe, mengatakan bahwa pembangunan jembatan terhenti karena tuntutan warga terkait ganti rugi lahan yang tidak dapat dipenuhi oleh kontraktor.

Sebagai hasilnya, proyek tersebut terhenti karena lahan yang akan digunakan untuk pondasi jembatan adalah milik warga setempat.

Sementara itu, pihak kontraktor telah mengeluarkan sebagian dana proyek tersebut untuk biaya bahan bangunan.

Total biaya pembangunan proyek mencapai lebih dari Rp 2,3 miliar, sementara dugaan kerugian negara akibat proyek yang tidak selesai diperkirakan mencapai lebih dari Rp 400 juta.

Jumpa pers Kepala Kejari Sinjai, Zulkarnaen di kantor setempat Rabu (1/11/2023).
Jumpa pers Kepala Kejari Sinjai, Zulkarnaen di kantor setempat Rabu (1/11/2023). (DOK PRIBADI)

Pagi ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sinjai, Sulawesi Selatan, menetapkan tiga tersangka dalam kasus jembatan Balampangi.

Proyek ini berlokasi di Desa Bua, Kecamatan Telluimpoe, Kabupaten Sinjai, sepanjang poros Sinjai-Kajang Bulukumba.

Ketiga tersangka tersebut adalah individu berinisial S, G, dan H. G (A. Gappar) adalah pemilik perusahaan CV. Lajae Putra, sedangkan S adalah kontraktor pelaksana proyek (subkontraktor), dan H memiliki peran dalam pemerintahan provinsi.

Proyek pembangunan jembatan ini dimulai pada tahun 2022 dengan nilai anggaran mencapai Rp 2.319.963.090,40 yang bersumber dari APBD Provinsi Sulawesi Selatan.

Proyek tersebut seharusnya selesai pada bulan Desember tahun 2022, namun hingga saat ini pembangunan jembatan belum selesai.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved