Opini
Kota, Suhu Panas dan Ketimpangan Sosial
DALAM beberapa dekade terakhir, ada ratusan kota di dunia laksana terpanggang oleh sengatan panas (beat stroke).
Oleh: Anis Kurniawan
Mahasiswa S3 Environmental Science UH,
Ketua Dewan Pengawas Meranti Indonesia.
TRIBUN-TIMUR.COM - DALAM beberapa dekade terakhir, ada ratusan kota di dunia laksana terpanggang oleh sengatan panas (beat stroke).
Kota-kota laksana neraka yang membakar penghuninya. Suhu panas terus meningkat drastis, hingga tibalah kita pada suatu keyakinan penuh: pemanasan global (global warming) sungguh-sungguh nyata.
Ia bahkan bergerak lebih cepat dari yang diprediksi ilmuan.
Jangan-jangan, ini belumlah apa-apa. Boleh jadi kita baru di tahap-tahap awal menuju suhu terpanas yang kelak melumpuhkan aktivitas manusia di luar ruangan di siang hari.
David Wallace-Wells dalam bukunya “The uninhabitable earth” mengulik hal ini. Kata David, suhu bumi yang terus menanjak akan mengantar kita pada malapetaka super ekstream. Bumi, kelak tak bisa berpenghuni.
Trend angka kematian yang meningkat tajam di sejumlah kota-kota di dunia akibat gelombang panas terik, satu fakta empirik yang tak terbantahkan.
Tragedi dibalik sengatan panas itu telah menewaskan 2.500 orang di India pada 1998. Dua tahun kemudian, tercatat ada sekira 55.000 orang tewas karena gelombang panas di Rusia.
Sejak 2016, David juga mencatat bahwa gelombang panas telah memanggang Timur Tengah dengan suhu melebihi 37 derajat Celsius.
Di Arab Saudi, suhu panas bahkan mencapai 48 derajat Celcius yang dikenal dengan musim-musim terberat bagi muslim yang menjalankan ibadah haji dan umroh dalam beberapa tahun terakhir.
Bayangkan, betapa gelombang panas hingga 35 derajat Celcius mencekik AS bagian selatan yang puncaknya amat terasa di medio 2023.
Demikian pula Afrika Utara yang suhunya mendekati panas membara hingga 50 derajat Celcius.
Dikutip Reuters, Pusat Prediksi Lingkungan Nasional AS kemudian mengumumkan bahwa tahun ini adalah hari-hari terpanas yang pernah tercatat secara global.
Gelombang panas telah mendesis di seluruh dunia dan kini telah kita rasakan sama-sama. Suhu panas tak hanya membakar kulit, mendidihkan otak, memantik stres kolektif – juga ketimpangan sosial yang menganga.
Kota dan ruang tertutup
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.