Cek Rp2 Triliun di Rumah SYL
Siapa Daeng Tompo? Pemilik Cek Rp2 Triliun Ditemukan KPK di Rumah SYL, Rp30 Miliar Tak Termasuk
Mantan menteri pertanian (Mentan) ditangkap tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (12/10/2023) malam.
TRIBUN-TIMUR.COM - Siapa Abdul Karim Daeng Tompo? pemilik cek Bank BCA senilai Rp 2 triliun yang ditemukan rumah dinas Syahrul Yasin Limpo di Widya Chandra, Jakarta Selatan, Kamis (28/9/2023) lalu.
Cek Rp2 triliun tersebut diklaim KPK di temukan saat menggeledah rumah SYL.
Mantan menteri pertanian (Mentan) ditangkap tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (12/10/2023) malam.
Penangkapan itu dilakukan setelah SYL menyatakan mundur sebagai Mentan.
Politikus Partai NasDem itu dibawa petugas dengan tangan diborgol.
SYL terlibat kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Sebelumnya, tim penyidik menggeledah rumah dinas Syahrul dua hari setelah KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Syahrul dan dua anak buahnya pada 26 September 2023.
Dua anak buah itu adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Sekjen Kementan) Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta.
Dari penggeledahan itu, KPK mengamankan uang Rp 30 miliar dalam pecahan dollar dan rupiah, 12 pucuk senjata api, serta dokumen pembelian sejumlah aset.
KPK menduga uang hasil memeras bawahan dan gratifikasi di lingkungan Kementan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga intinya.
Kebutuhan itu seperti, merenovasi rumah, membayar cicilan kartu kredit dan mobil Alphard, pengobatan, serta biaya perawatan wajah senilai miliaran rupiah.
Uang itu dikumpulkan oleh Kasdi dan Hatta dari para pegawai negeri sipil (PNS) eselon I dan II di lingkungan Kementan.
Mereka mengutip setoran itu secara paksa dari para pejabat Kementan.
Mereka antara lain, Direktur jenderal, Kepala Badan hingga Sekretaris di masing-masing eselon I.
Uang diduga hasil korupsi itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi Syahrul dan keluarganya.
Seperti merenovasi rumah, pengobatan, hingga perawatan wajah yang menghabiskan miliaran rupiah.
Menurut KPK, jumlah keseluruhan uang panas yang dinikmati Syahrul, Kasdi, dan Hatta sekitar Rp 13,9 miliar.
Selanjutnya, KPK menemukan cek Bank BCA senilai Rp 2 triliun saat menggeledah rumah dinas eks Menteri Syahrul Yasin Limpo di Widya Chandra, Jakarta Selatan, Kamis (28/9/2023) lalu.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, cek tersebut menjadi salah satu barang bukti yang diamankan tim penyidik dalam operasi penggeledahan tiga perkara rasuah yang menjerat Syahrul.
Ali juga membenarkan cek Bank BCA itu atas nama Abdul Karim Daeng Tompo, tertanggal 28 Agustus 2018.
“Iya kami membaca di sebuah majalah tentang hal tersebut dan setelah kami cek dan konfirmasi, diperoleh informasi memang benar ada barang bukti dimaksud,” kata Ali saat dihubungi Kompas.com, Minggu (15/10/2023).
Meski demikian, KPK masih perlu memastikan validitas cek senilai Rp 2 triliun itu.
Nantinya, tim penyidik bakal meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada sejumlah pihak, baik saksi maupun tersangka.
Selain itu, KPK juga bakal mendalami apakah cek senilai triliunan rupiah itu masih menyangkut perkara dugaan pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Syahrul.
“Termasuk apakah ada kaitan langsung dengan pokok perkara yang sedang KPK selesaikan ini,” tutur Ali.
Kompas.com telah menghubungi kuasa hukum Syahrul, Ervin Lubis untuk meminta konfirmasi dan tanggapan terkait cek Rp 2 triliun itu, termasuk siapa Abdul Karim daeng Tompo.
Namun, hingga artikel ini ditulis Ervin belum merespons.
Berdasarkan catatan Kompas.com, Syahrul baru ditunjuk menjadi Menteri Pertanian pada 23 Oktober 2019.
Sebelum itu, Syahrul merupakan Gubernur Sulawesi Selatan periode 2008-2013 dan 2013-2018.
Hukuman SYL dan Dua Anak Buahnya
Atas perbuatannya itu, ex mantan kemenan, SYL, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999.
Pasal tersebut tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Khusus Syahrul Yasin Limpo, KPK juga menyangka dengan Pasal 3 dan pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Cek senilai Rp2 triliun
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan cek senilai Rp 2 triliun saat melakukan penggeledahan di rumah dinas eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kamis (28/9) lalu.
Cek tersebut diketahui atas nama Abdul Karim Daeng Tompo tertanggal 28 Agustus 2018.
“Iya kami membaca di sebuah majalah tentang hal tersebut dan setelah kami cek dan konfirmasi, diperoleh informasi memang benar ada barang bukti dimaksud,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri, Minggu(15/10).
KPK juga bakal mendalami apakah cek senilai triliunan rupiah itu apakah masih menyangkut perkara dugaan pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Syahrul.
“Termasuk apakah ada kaitan langsung dengan pokok perkara yang sedang KPK selesaikan ini,” tutur Ali.
Diketahui, SYL baru ditunjuk menjadi Menteri Pertanian pada 23 Oktober 2019.
Sebelum itu, Syahrul merupakan Gubernur Sulawesi Selatan periode 2008-2013 dan 2013-2018.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata merespons dengan santai soal kemungkinan akan disomasi Partai NasDem.
Adapun somasi itu berkaitan dengan pernyataan Alex yang menyebut adanya dugaan aliran dana sebesar miliaran rupiah ke Partai NasDem atas arahan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo(SYL).
Alex mengatakan dugaan yang disampaikannya berdasarkan alat bukti yang diperoleh saat penyidikan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.
"Apa yang saya sampaikan kemarin tentunya berdasarkan alat bukti yang diperoleh pada saat penyidikan," kata Alex.
Kata Alex, apa yang disampaikan dirinya terkait dugaan aliran dana ke Partai NasDem bukanlah pernyataan pribadi.
Dia menyebutkan hal itu mewakili KPK.
"Dan itu bukan pernyataan pribadi. Tetapi saya mewakili pimpinan dan lembaga," kata Alex.
Sebelumnya, Bendahara Umum DPP Partai NasDem Ahmad Sahroni membantah adanya aliran uang sebesar miliaran rupiah ke partai atas perintah eks Mentan Syahrul Yasin Limpo.
Adapun pernyataan adanya aliran uang dimaksud dilontarkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada saat jumpa pers penahanan SYL di Gedung KPK, Jumat (13/10).
Atas dasar itu, kata Sahroni, NasDem mempertimbangkan untuk menyomasi pimpinan KPK Alexander Marwata.
Pasalnya, pernyataan Alex dimaksud dinilai telah menjustifikasi seolah-olah NasDem menyuruh Syahrul Yasin Limpo(SYL) untuk korupsi.
"Parta kita dirugikan atas informasi yang dilakukan oleh pimpinan KPK Pak Alex Marwata. Kami mempertimbangkan untuk somasi Pak Alex Marwata dengan ucapannya. Kami mempertimbangkan," kata Sahroni.
Ketua Bappilu Partai Nasdem, Prananda Surya Paloh mengingatkan kepada siapapun agar tidak bermain api dengan partai besutan Surya Paloh.
Ia juga meminta kader untuk tidak pantang menyerah selama bersikap benar.
"Kalau memang kita yakin kita benar, ya kita lawan itu. Jangan mencoba bermain-main bersama Nasdem, karena itu sama juga bermain-main dengan api," ucapnya.
Prananda juga optimis, badai yang menerpa Partai Nasdem ini akan segera berlalu.
"Saya yakin dan percaya, masalah demi masalah pasti segera berlalu, ini saya yakin. Saya jujur saja masih melihat wajah-wajah yang tetap optimis di tengah badai yang begitu berat menimpa," kata dia.
Ajudan Firli Diperiksa
Polda Metro Jaya telah memeriksa ajudan Ketua KPK Firli Bahuri, Kevin Egananta terkait kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Kevin bakal kembali diperiksa Rabu (18/10) pekan depan.
"Akan dijadwalkan kembali pemanggilan terhadap yang bersangkutan terkait dengan pemeriksaan tambahan yang akan dilakukan oleh tim penyidik," kata Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak, Jumat (13/10/2023).
Ade Safri mengatakan, pemeriksaan lanjutan dilakukan untuk menyelidiki lebih dalam dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK terhadap SYL. Termasuk membidik tersangka dalam kasus tersebut.
"Menggali mencari dan mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti itu diharapkan bisa menjadi membuat terang tindak pidana dan menemukan tersangkanya. Jadi semua saksi-saksi yang diperiksa penyidik untuk mendapatkan keterangan seputar peristiwa yang terjadi," ujarnya.
Firli Bahuri Bakal Diperiksa
Polisi masih mengusut kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK kepada SYL.
Polda Metro akan menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ketua KPK Firli Bahuri.
"Ya kalau memang sudah layak untuk diperiksa, dimintai keterangan sebagai saksi, ya kita minta keterangan. Nanti kita lihat. Ya (mendalami) kaitannya dong, terkait apa tidak," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto kepada wartawan, Jumat (13/10).
Dia enggan menjelaskan kapan Firli diperiksa. Dia mengatakan jadwal pemeriksaan merupakan kewenangan penyidik.
"(Jadwal pemeriksaan) itu penyidik, nanti aku tanya penyidik. Nanti penyidik akan menjelaskan kalau ada jadwal-jadwal, aku nggak tahu secara detail," ujarnya.
Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan Firli akan diperiksa. Namun dia juga enggan menyebut kapan Firli diperiksa terkait kasus dugaan pemerasan terhadap SYL.
KPK: Uang Hasil Korupsi Digunakan untuk Umrah
KPK menduga uang hasil korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) digunakan untuk biaya perjalanan umrah.
Tidak tanggung-tanggung, nilainya mencapai miliaran rupiah.
Dalam pemaparan konstruksi kasus ini pimpinan KPK, Alexander Marwata mengungkapkan bagaimana SYL membuat kebijakan personal yang di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga dan istrinya.
"Terdapat bentuk paksaan dari SYL terhadap para ASN Kementan di antaranya dimutasi ke unit kerja lain hingga dialihkan status jabatannya menjadi fungsional," ujar Alex.
SYL, menurut KPK, menugaskan Kasdi dan Hatta untuk menarik duit dari pejabat eselon 1 dan eselon 2 di lingkungan Kementan. Setoran itu baik dalam bentuk tunai, transfer, barang, maupun jasa.
"Besarannya sudah ditentukan, mulai USD 4.000 sampai USD 10.000, rutin setiap bulan," kata Alex.
Alex mengatakan para pejabat itu dipaksa untuk menyetor uangnya kepada SYL. Jika tidak, ada ancaman yang menanti.
"Terdapat bentuk paksaan dari SYL terhadap para ASN Kementan, di antaranya dimutasi ke unit kerja lain hingga dialihkan status jabatannya menjadi fungsional," ujar Alex.
Adapun jumlah uang yang dinikmati SYL dkk dari setoran para ASN di lingkungan Kementan itu mencapai Rp 13,9 miliar.
Sebagian dana itu kemudian digunakan untuk umrah. Tidak hanya oleh SYL, juga oleh dua tersangka lain yakni Kasdi dan Hatta.
"Terdapat penggunaan uang lain oleh SYL bersama-sama dengan KS dan MH serta sejumlah pejabat di Kementerian Pertanian untuk ibadah umrah di Tanah Suci dengan nilai miliaran rupiah," kata Alex.
KPK belum mengungkapkan jumlah uang yang digunakan untuk umrah tersebut.
Begitu juga dengan pejabat lainnya di Kementan yang ikut umrah dengan uang korupsi tersebut.
Selain untuk umrah, kata Alex, uang itu juga digunakan oleh SYL untuk sejumlah hal, mulai pembayaran kredit mobil Toyota Alphard hingga perawatan wajah bagi keluarganya.
"Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahui KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit, cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL.
Ada juga perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, hingga pengobatan dan perawatan wajah bagi keluarga yang nilainya miliaran rupiah," kata Alex.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.