Rupiah Melemah
Penjelasan Pengamat Ekonomi Unismuh Makassar Soal Rupiah Melemah, Apa Dampaknya?
Nilai tukar rupiah bertahan di atas Rp15.000 terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak awal Agustus 2023.
Penulis: Rudi Salam | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Nilai tukar rupiah bertahan di atas Rp15.000 terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak awal Agustus 2023.
Rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp 15.359 per dolar AS pada Kamis (17/8), tetapi kini ditutup di level Rp 15.295 pada perdagangan Rabu (23/8/2023).
Lantas apa dampak, dan bagaimana mengatasi rupiah yang melemah?
Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Abdul Muttalib, memberikan penjelasan mengenai dampak pelemahan rupiah.
Ia menjelaskan, pelemahan rupiah dapat berdampak pada kenaikan harga barang impor, yang dapat mendorong inflasi.
“Jika harga barang dan jasa naik, konsumen mungkin akan mengalami penurunan daya beli,” katanya, saat dihubungi Tribun-Timur.com, Kamis (24/8/2023).
Baca juga: Harga Emas Hari Ini Kamis 24 Agustus: Keluaran UBS 0,5 Gram Rp 553 Ribu
Wakil Dekan 3 FEB Unismuh Makassar ini menyebut, jika sebagian besar utang pemerintah atau perusahaan dalam denominasi dolar AS, pelemahan rupiah dapat meningkatkan beban pembayaran utang mereka dalam mata uang lokal, yang dapat mengganggu stabilitas keuangan.
Kemudian pelemahan rupiah bisa membuat investasi asing lebih mahal, karena investor harus menukar mata uang mereka dengan rupiah yang lebih lemah.
“Ini bisa mempengaruhi aliran masuk investasi asing,” sebutnya.
Lebih dari itu, pelemahan rupiah bisa memberikan keuntungan bagi sektor ekspor, karena produk lokal menjadi lebih murah bagi pasar internasional.
Baca juga: Harga Emas Batangan Antam Hari Ini 24 Agustus: 1 Gram Rp1.089.000 di Pegadaian
“Namun, dampak ini juga tergantung pada permintaan global,” tuturnya.
Abdul Muttalib pun menjelaskan, beberapa cara bisa dilakukan untuk mengatasi pelemahan rupiah.
Diantaranya, pemerintah atau bank sentral dapat melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mengendalikan nilai tukar dengan membeli atau menjual mata uang asing.
“Ini bisa membantu meredakan volatilitas dan mendukung nilai tukar,” jelasnya.
Bank sentral juga dapat menyesuaikan kebijakan suku bunga untuk mengontrol inflasi dan menarik investasi.
Kebijakan moneter yang ketat (menaikkan suku bunga) dapat menarik aliran modal asing dan menstabilkan mata uang.
Kemudian pemerintah dapat mengeluarkan stimulus ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi domestik, yang dapat membantu memperkuat mata uang lokal.
Baca juga: Harga Emas Dunia Meredup, Berada di Level Terendah Lebih dari 3 Minggu
Lalu pemerintah dapat memberikan insentif kepada sektor ekspor untuk meningkatkan produksi dan mengurangi defisit perdagangan.
“Pemerintah dapat melaksanakan reformasi ekonomi jangka panjang untuk meningkatkan daya saing dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan,” kata Abdul Muttalib.
Lebih lanjut, ia menyebut, kerja sama dengan mitra dagang dan lembaga keuangan internasional dapat membantu mengatasi tantangan ekonomi, termasuk pelemahan mata uang.
“Pilihan yang diambil oleh pemerintah tergantung pada kondisi ekonomi dan kebijakan yang ada. Biasanya, pendekatan yang holistik yang melibatkan kombinasi dari langkah-langkah di atas akan lebih efektif dalam mengatasi dampak pelemahan mata uang terhadap perekonomian,” tutup Abdul Muttalib. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.