Ulasan Akademisi
Anti Mager dan Gerakan Tambahan IKA Unhas
Kegiatan yang merupakan kolaborasi antara Pemda Sulsel dengan Ikatan Alumni (IKA) Unhas, berlangsung kolosal dan penuh dengan hadiah yang mewah.
Oleh: Muh Iqbal Latief
Dosen FISIP Unhas/Kapuslit Opini Publik LPPM Unhas
Gerakan Anti Mager alias malas gerak yang dipromosikan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), mencapai titik tertinggi dengan menghadirkan lebih dari 400 ribu warga Sulsel di Rujab Gubernur Minggu (6/8).
Kegiatan yang merupakan kolaborasi antara Pemda Sulsel dengan Ikatan Alumni (IKA) Unhas, berlangsung kolosal dan penuh dengan hadiah yang mewah.
Iming-iming hadiah inilah yang membuat banyak warga yang sangat berminat ikut gerakan anti mager.
Bayangkan saja hadiah rumah 2 unit, 1 unit mobil , ratusan motor, ratusan unit televisi, puluhan Hand Phone (HP)dan masih banyak hadiah lainnya.
Itulah yang menjadi pemikat utama gerakan anti mager, walaupun publik juga masih bertanya-tanya, apa sebenarnya visi dan misi utama gerakan anti mager tersebut.
Sayangnya Gubernur Andi Sudirman Sulaiman, tidak secara komprehensif menjelaskan idenya ke publik.
Sehingga selain pertanyaan, banyak juga sinisme di masyarakat.
Karena menganggap, seolah-olah masyarakat Sulsel malas gerak sehingga perlu dilakukan gerakan anti mager.
Padahal salah satu tipikal orang Sulsel adalah pekerja keras, tahan banting dan tidak mudah menyerah.
Bahkan nilai budaya seperti “Resopa Temmangingngi Namalomo Naletei Pammase Dewata “ (dengan kerja keras yang gigih, mudah mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa), telah menjadi sprit utama masyarakat Sulsel dalam mencapai cita-citanya.
Apalagi kondisi geografis Sulsel yang berbukit, bergunung dan luasan pantai yang panjang, membuat masyarakat harus kerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Lantas, magernya dimana ? Apa karena, tingkat obesitas (kegemukan) di Sulsel mencapai 19,1 persen (data Kemeskes 2019), sehingga kesimpulannya orang Sulsel mager alias malas gerak ?
Padahal angka obesitas tertinggi adalah Sulawesi Utara mencapai 30,2 persen dan DKI Jaya malah sebesar 29,8 persen.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.