Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tahun Baru Hijriyah

Spirit Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram 1445 H, Menghadapi Gelombang Tsunami Irfomasi di Era Post-Mo

Momentum dan spirit tahun baru hijriyah 1 Muharram 1445, di tengah arus gelombang “tsunami’ informasi dan dampaknya pada kehidupan era post-modernisme

Editor: AS Kambie
DOK PRIBADI
Irfan Yahya, Alumnus S3 Sosiologi Unhas/Aktivis Hidayatullah 

Oleh: Irfan Yahya
Dosen Program Magister Sosiologi Unhas/Peneliti Pada Pusat Penelitian Opini Publik LPPM Unhas dan Aktivis Hidayatullah.

TRIBUN-TIMUR.COM - Kini masyarakat dunia terus bergerak dan berkembang memasuki era post-modernisme pada milenium ke-3.

Di era post-mo ini telah terjadi perubahan yang sangat signifikan, bukan hanya pada pola interaksi sosial, cara dan bentuk berkomunikasi antar sesama yang dikembangkan oleh masyarakat dunia saja, akan tetapi juga telah terjadi perubahan sikap dan perilaku masyarakat dunia dalam menyikapi realitas sosial yang melingkupinya.

Oleh masyarakat dunia, realitas sosial tidak lagi hanya dipahami sekadar sebagai objek atau hal-hal yang dapat diamati saja, tetapi realitas sosial kini sudah menjadi sesuatu hal yang melewati atau melampaui realitas itu sendiri, sebuah era yang dikenal sebagai hiper-realitas (hyper-reality), meminjam istilah Jean Baudrillard (2000) seorang filsuf kontemporer dan sosiolog berkebangsaan Prancis yang sangat berpengaruh pada era post-modernisme.

Baudrillard mengemukakan bahwa dunia yang melampaui realitas (hyper-reality) pada dasarnya adalah sebuah realitas yang bersifat artifisial atau superfisial, realitas yang tercipta lewat bantuan teknologi simulasi dan rekayasa pencitraan, kehadirannya seakan mengambil alih dunia realitas yang alamiah. Hiper-realitas merupakan model-model realitas, yang tidak ada referensinya pada realitas.

Post-modern adalah sebagai suatu trend kekinian, penanda awal dari suatu era baru yang muncul seiring semakin maraknya ragam bentuk komunikasi bermediasi, konsumsi simbolis, dan semakin mampatnya ruang dan waktu.

Jika pada era pramodern ditandai dengan logika pertukaran simbolis (symbolic exchange), di era modern ditandai dengan logika produksi, maka kini masyarakat dunia tengah berada pada sebuah era baru, yakni era post-modern, yang ditandai dengan logika simulasi.

Masyarakat dunia tak lagi fokus dan berkutat dengan logika produksi dan konsumsi semata, melainkan sudah berkutat di seputar simulasi dan permainan citra dan tanda, yang menandakan situasi di mana kode, model, dan tanda adalah bentuk-bentuk pengaturan dari tatatan sosial baru yang disimulasikan.

Pada dunia hiper-realitas semuanya tidak dapat dibedakan lagi, kabur ataupun dalam kondisi turbulensi. Semuanya bercampur baur dan tumpang-tindih di dalam sebuah jagat ketidakpastian arah dan kegalauan makna. hiper-realitas menampilkan sebuah dunia yang tidak lagi bersifat dialektik. Sebaliknya, ia menuju ke arah yang ekstrem.

Realitas yang dihadapi masyarakat dunia saat ini bak “sunami” informasi, sebuah situasi di mana masyarakat dunia dibombarbir gelombang “sunami” informasi yang super dahsyat, berkembang tiada henti dalam berbagai wujud barunya, merangsek masuk dalam alam bawah sadar masyarakat dunia lewat jejaring media sosial.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Global pada tahun 2021, pengguna media sosial aktif di dunia sebanyak 4,48 miliar orang atau 57 persen dari seluruh manusia. Lebih dari separuh penduduk bumi. Mereka menghabiskan setidaknya dua jam higga delapan jam setiap hari di belantara digital itu.

Demikian juga data yang diterbitkan Statista Research bulan September 2021 menyebutkan, di Facebook ada 2,85 miliar pengguna aktif setiap bulan, di Whatsapp ada 2 miliar, Instagram 1,38 miliar, Youtube 2,29 miliar, dan TikTok 732 juta. Angka-angka ini jadi gambaran ketergantungan manusia pada media sosial.

Demikianlah fenomena gelombang “sunami” informasi menyebabkan realitas sosial yang asli menjadi seakan-akan mati, dan memunculkan realitas yang baru, yang nelampaui alam, sifat, atau tapal batas yang seharusnya tidak ia lewati.

Kondisi dan realitas obyektif ini tentu patut mendapat keprihatinan kita semuai dan menjadi tantangan tersendiri bagi akademisi dan dunia intelektual di negara Indonesia. Bagi masyarakat muslim yang mayoritas di negara ini, hari ini menjadi momentum penting dengan masuknya tahun baru hijriyah 1445 H.

Idealnya momen tahun baru Hijriyah 1 Muharram 1445 H ini dapat dijadikan momen yang baik untuk ber-muhasabah dan terus meningkatkan kepekaan dan kapasitas intelektualitas diri kita dalam merespon setiap fenomena realitas sosial yang terjadi.

Momentum dan spirit tahun baru hijriyah 1 Muharram 1445 H, di tengah arus gelombang “tsunami’ informasi dan dampaknya pada kehidupan era post-modernisme yang sedang berjingkrak di jagad ini, dengan segala macam mekanisme kalkulasi hidup yang algoritmis dan individualis tersebut, seyogianya kaum akademisi dan dunia intelektual, khususnya yang bergelut dalam ilmu sosial, dituntut untuk dapat berkonstribusi memberikan solusi alternatif yang lebih manusiawi dan membumi.

Dalam tradisi intelektual muslim dikenal istilah Islamic Worldview atau cara pandang berdasarkan wahyu Allah Swt yang mencakup aspek batin dan aspek jasad secara menyeluruh atas realitas dan kebenaran. Sebuah cara pandang yang melingkupi aspek yang terlihat (fisik) maupun tak terlihat (metafisik) dan sudah terbukti mampu melahirkan peradaban dunia yang tidak ada tandingannya hingga akhir zaman.

Islam sebagai pandangan hidup sesungguhnya memiliki kerangka filosofi, ideologis, serta operasional yang mumpuni sebagai pedoman untuk tetap survive di tengah arus gelombang “sunami” informasi yang terjadi pada era postmodernisme saat ini.

Kerangka filosofi, ideologis, serta operasional itu termaktub pada lima surah dalam Alqur’an yang turun pada periode awal yang menuntun lansung Nabi Muhammad Saw bersama para sahabatnya mengkonstruksi peradaban Islam di Madinah.

Lima surah tersebut adalah, surah Al Alaq ayat ke-1 sampai ayat ke-5, surah Al Qalam ayat ke-1 sampai ke-7, surah Al Muzzammil ayat ke-1 sampai ke-10, surah Al Muddatsir ayat ke-1 sampai ke7, dan surah Al Fatihah ayat ke-1 sampai ke-7.

Dari kelima surah tersebut di atas, kita dapat mengelaborasi tentang makna dan eksistensi hidup dalam segala kondisi dan dimensi dengan basis teologis, epistemologi, dan aksiologis.

Surah Al-Alaq ayat ke-1 sampai ayat ke-5 yang turun pertama kali ini adalah ayat-ayat ideologis dan bahkan filosofis, karena substansi tema dan bahasan yang dikemukakan dalam ayat tersebut berkenaan dengan substansi terpenting dalam kehidupan manusia.

Al-Alaq turun tak hanya menjawab problem-problem kemanusiaan yang mendasar terjadi pada masyarakat Arab jahiliyah saat itu yang mengalami disorientasi kehidupan, tetapi juga meliputi jawaban sepanjang sejarah kehidupan, masa lalu, kini dan masa depan, karena orientasi kehidupan manusia secara prinsip sesungguhnya tak pernah berubah.

Ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Alaq itu berupa jawaban orientatif, dengan memberikan penjelasan substansial tentang Tuhan, eksistensi diri manusia itu sendiri dan alam semesta dengan segala kondisi yang melingkupinya, serta menunjukkan pola dan proses yang menjadi standar untuk mengetahuinya.

Persoalan umat manusia, individual maupun kolektif, jika diteliti secara mendalam, akar-akarnya berawal dari orientasi hidup manusia itu sendiri. Karena itu jawaban yang pertama dan yang paling utama diberikan oleh Alqur’an adalah untuk memecahkan problem orientasional ini.

Hidup manusia di dunia ini dihadapkan pada pilihan-pilihan langkah yang harus dibuatnya. Akan tetapi setiap langkah itu dengan sendirinya membawa konsekuensi-konsekuensi pada dirinya sendiri. Jika langkah-langkahnya keliru, maka ia harus menanggung akibat atas kekeliruan itu.

Jika kekeliruannya sangat mendasar, maka ia pun harus menanggung akibatnya yang sungguh sangat fatal, bukan saja dalam kehidupan di dunia ini tetapi bahkan di akhirat kelak.

Di sinilah persoalan besar yang dihadapi manusia modern di era post-mo ini sebagai makhluk yang bebas, yang harus bertanggung jawab penuh atas apa yang diperbuatnya. Di sinilah manusia sangat membutuhkan standar atau nilai yang otentik dan kekal sepanjang zaman.

Surah Al-Qalam ayat ke-1 sampai ke-7 menunjukkan bahwa perbedaan sistem nilai kehidupan yang dianut manusia adalah sesuatu yang niscaya ada dan terjadi. Nilai-nilai yang berbasis tauhid dengan nilai-nilai kehidupan yang berbasis pada “ilusi kosmik” atau materialisme.

Kedua tatanan nilai ini saling bertentangan, karena itu dalam mengklaim tindakan, prilaku dan sikap manusia, maka pasti terjadi pertentangan dan saling menegasikan. Tindakan yang terpuji dalam perspektif nilai-nilai Islam, dianggap sebagai sesuatu yang tercela, jika dilihat dari sudut pandang nilai-nilai materialistik.

Sebaliknya, apa yang dianggap sebagai tindakan mulia oleh nilai-nilai materialistik dianggap sebagai hal yang keliru jika dilihat dalam perspektif Islam. Berikutnya, surah Al-Muzammil dari ayat ke-1 sampai ke-10 yang diawali dengan menyeru kepada “orang yang berselimut” agar bangkit.

Orang yang menyadari beban dan problema yang berat sekali di hari-hari mendatang, sementara itu kemampuan manusiawi untuk menyelesaikan problema dan tantangan tersebut tidak terbayang atau tidak dimilikinya.

Pada umumnya orang yang berada dalam situasi seperti ini akan mengalami tekanan psikologis yang hebat, karena tidak mengerti tentang apa yang harus dilakukan untuk menghadapinya. Apakah yang harus dilakukan, sementara orang tersebut tak lagi bisa menghindar dari problema besar tersebut, terlebih pada era post-mo yang serba bersifat artifisial atau superfisial itu.

Allah Swt memerintahkan agar kita bangun malam untuk salat tahajud dan juga memperbanyak membaca ayat-ayat Alqur’an. Mengapa salat tahajud dan membaca Alqur’an menjadi pilihan dalam menghadapi problema besar tersebut.

Salat tahajud adalah inti olah dan penempaan spiritual yang paling penting, yang oleh karena itu orang-orang yang menjalankannya akan mengalami transformasi spiritual, meningkat maqam spiritualnya sehingga lebih dekat kepada Allah Swt.

Perintah untuk qiyamul lail warattil qur’anal tartila (shalat lail dan membaca Alqur’an dengan seksama) adalah pilihan paradigma transformasi internal yang paling tepat, sejalan dengan orientasi dasar dan nilai-nilai Alqur’an itu sendiri.

Di sinilah terasa kekuatan konsistensi yang begitu kuat dari ajaran Islam ini dalam menerapkan prinsip-prinsip dasar, sistem penjelas dan paradigma transformasinya.

Hal ini dalam surah Al-Muddatstsir ayat ke-1 sampai ke-7, Allah Swt memerintahkan, “bangkitlah, lalu berilah peringatan!” Penegasan perintah qum faandzir, mengharuskan Rasulullah Saw bersama sahabat membangun kerangka kerja dakwah, dengan melihat secara visional bahwa masyarakat Arab jahiliyah adalah obyek dakwah, bukan musuh yang harus dilenyapkan.

Penegasan visi dakwah ini sangat menentukan, meskipun sesungguhnya secara psikologis sangat sulit dipraktekkan, karena pengalaman-pengalaman pahit para sahabat yang mendapatkan perlakuan zalim dari orang-orang Arab Quraisy ini; sejumlah sahabat disiksa dan yang lain dibunuh dengan kejam, sehingga inipulalah yang melatari peristiwa hijrah ke Madinah itu terjadi dan peristiwa ini menjadi titik star dalam penanggalan Hijriyah.

Karena itu untuk memberikan peringatan dan dakwah secara terbuka kepada masyarakat luas, hal pertama yang dilakukan adalah membuat “rancang bangun” gerakan dakwah, dalam suatu organisasi dengan otoritas kepemimpinan Rasulullah Saw yang tak terbantahkan.

Bahkan ketaatan atas kepemimpinan Rasulullah Saw adalah bukti dari keimanan itu sendiri. Di samping itu, para sahabat juga digembleng oleh Rasulullah Saw di rumah Arqam bin Arqam, sehingga benar-benar memahami ajaran Islam dengan baik.

Terakhir ayat-ayat Al- Fatihah ayat ke-1 sampai ke-7 merupakan tuntunan untuk mewujudkan sebuah tatanan masyarakat yang kaffatan linnas, rahmatan lilalamin yang sangat jauh dari jagat ketidakpastian arah dan kegalauan makna yang timbul akibat simulasi hiper-realitas (hyper-reality) pada masyarakat dunia di era post-modernisme saat ini. Wallahualam.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved