Headline Tribun Timur
Raja Jawa Tolak Pindahkan Diponegoro dari Makassar
Wacana memindahkan Makam Pangeran Diponegoro dari Makassar dipastikan kandas lagi. Ini usulan ketiga semenjak Sang Pangeran 'beristirahat' di Makassar
Di atas kapal, Letnan Knooerle, yang merupakan ajudan dari Gubernur Jenderal vanden Bosch (arsitek Tanam Paksa), mengawal pengasingan Diponegoro. Sering kali mereka berdua terlibat dalam percakapan dan salah satu percakapannya adalah ketika Diponegoro mempertanyakan kepada Knoorle, apakah sudah menjadi kebiasaan bangsa Eropa untuk mengasingkan pemimpin yang kalah perang ke sebuah pulau terpencil yang jauh dari sanak saudaranya.
Mendapat pertanyaan itu, Knoorle menjawab bahwa Pangeran Diponegoro diperlakukan sama dengan Napoleon Bonaparte, yang sama-sama diasingkan dalam usia 40 tahunan.
Knoorle mengatakan pemerintahan Hindia Belanda tidak ingin peristiwa Napoleon yang ditangkap dan diasingkan ke Pulau Elba berhasil kabur dan memimpin perang lagi lalu berhasil dikalahkan sehingga dibuang ke pulau yang lebih terasing lagi, yakni St Helena hingga wafat..
Pangeran Diponegoro dan rombongannya, yakni istri, dua anaknya, dan 23 pengikutnya tiba di Manado pada 12 Juni 1830.
Awalnya, Diponegoro akan ditempatkan di Tondano, tetapi Knoorle diberitahu oleh Pietermaat, seorang residen setempat bahwa Kiai Madja beserta 62 pengikutnya baru saja tiba di Tondano dari Ambon, sehingga akhirnya Knoorle memutuskan Diponegoro ditahan di Benteng Manado untuk sementara waktu agar tidak ketemu dengan Kiai Madja.
Diponegoro berada di Benteng Manado atau Fort Nieuw Amsterdam sejak Juni 1830 hingga Juni 1833.
Setelah beberapa tahun di Manado , ia dipindahkan ke Makassar pada Juli 1833 di mana ia ditahan di dalam Fort Rotterdam karena Belanda percaya bahwa penjara tidak cukup kuat untuk menampungnya.
Terlepas dari status tahanannya, istrinya Ratnaningsih dan beberapa pengikutnya menemaninya ke pengasingan dan dia menerima pengunjung terkenal termasuk Pangeran Henry Belanda yang berusia 16 tahun pada tahun 1837. Diponegoro juga menyusun manuskrip tentang sejarah Jawa dan menulis otobiografinya, Babad Dipanegara, selama pengasingannya.
Kesehatannya Menurun karena usia tua. Diponegoro kemudian meninggal pada 8 Januari 1855, pukul 06.30 pagi. Tujuh hari kemudian, anak dan istrinya memutuskan untuk tetap tinggal di Makassar.
Menurut Peter Carey, Gubernur Jenderal AJ DuymaervanTwist mengeluarkan perintah rahasia bahwa keluarga Diponegoro tetap diperlakukan sebagai orang dalam pengasingan dan hanya diperbolehkan berada di Makassar, tetapi mereka mendapatkan tunjangan 6000 gulden yang dibayarkan melalui keraton Yogyakarta.
Pada tahun 1885, sang istri yakni Raden Ayu Retnoningsih meninggal dunia. Raden Ayu Retnoningsih dimakamkan di kampung jera.
Kampung jera atau kampung pemakaman berada di lokasi kampung Melayu. Raden Ayu Retnoningsih dimakamkan di samping makam Pangeran Diponegoro.(mil/bie)
Wasiat Sang Pangeran Bersama Istri
Generasi kelima Pangeran Diponegoro yang bertugas menjaga makam menolak usulan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto
Generasi kelima, Raden Hamzah Diponegoro bertugas menjaga area pemakaman Pangeran Diponegoro yang terletak di Jalan Diponegoro, Kel. Melayu, Kec. Wajo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.