Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Plastik: Sampah Tanpa Solusi?

Penetapan 5 Juni sebagai Hari Lingkungan meru­pakan instrumen penting untuk mening­katkan kesadaran tentang lingkungan dan mendorong perhatian.

TRIBUN-TIMUR.COM/WAHYUDDIN
Dosen Fisika Bumi FMIPA UNM, Muhammad Arsyad 

Oleh: Muhammad Arsyad
Dosen Fisika Bumi FMIPA UNM Makassar dan Peneliti Karst

TRIBUN-TIMUR.COM - Minggu-minggu ini di media sosial beredar bebe­ra­pa caption dari netizen, bahwa Muhammad Ikhwan yang penulis lebih akrab me­manggilnya dengan Iwandento, adalah pemenang Kalpataru sebagai Perintis Lingkungan.

Beliau adalah sedikit orang yang mendedikasikan dirinya sebagai penjaga lingkungan.

Motto yang selalu digunakan adalah, bahwa kita bukan yang terbaik, tetapi kita adalah yang terlatih.

Motto yang memberi makna ke segenap arah vector kehidupan.

Mendefinisikan kebahagiaan juga berbeda dengan definisi bahagia menurut orang lainnya.

Jika kami masih bisa makan nasi dengan lauk dari lingkungan sekitar pada hari ini, maka kami sudah Bahagia.

Sejatinya, hari ini 5 Juni 2023 merupakan Hari Lingkungan Hidup se Dunia yang awalnya ditetapkan dalam Sidang Umum PBB tahun 1972 untuk menandai pembukaan Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm membutuhkan lebih banyak orang seper­ti Iwandento dalam keseharian­nya.

Penetapan 5 Juni sebagai Hari Lingkungan meru­pakan instrumen penting untuk mening­katkan kesadaran tentang lingkungan dan mendorong perhatian dan tindakan politik di tingkat dunia.

Sehingga setiap tahun diangkat tema berbeda yang bertujuan menggugah kesadaran umat manusia untuk selalu menjaga ekosistem bumi demi kelangsungan hidup manusia.

Tahun 2023 ini, mengusung tema “Solusi untuk Polusi Plastik” yang penulis memodifikasinya menjadi judul dari opini tulisan ini.

Tema ini, sejatinya merupakan tantangan bagi industri yang datang pada saat yang mendesak. 

Ada kebutuhan mendesak secara global untuk mengatasi anca­­man polusi plastik, dan satu-satunya cara kita melakukannya adalah melalui kolaborasi dan tindakan ambisius.

Pemerintah dan bisnis perusahaan harus bersatu padu untuk mengatasi dampak polusi plastik pada skala global, dengan berani dengan kebijakan dan terbuka untuk mencoba pendekatan baru dan inovatif untuk masalah yang kompleks.

Plastik pertama kali dikenal dengan istilah Parkesin terbuat dari bahan organik dari selulosa.

Plastik diperkenalkan pertama kali oleh Alexander Parkes pada sebuah eksibisi di Inggris tahun 1862.

Sedangkan di Indonesia, plastik mulai dikenal setelah akhir perang dunia kedua, yakni tahun 1952 dengan munculnya lima pabrik plastik di Pulau Jawa.

Kemunculannya langsung mendapat atensi dan minat yang tunggi dari masyarakat.

Mulai dari kemasan yang sederhana, bentuk yang bisa diubah berdasarkan bawaan barang yang dibungkus, mudah dibawa, tahan air, dan tentu saja lebih murah.

Malahan, plastik yang merupakan bahan dasar untuk produksi pipa, termasuk pipa air dan lainnya, semakin diperlukan.

Namun, seiring dengan perkem­bangan zaman, dengan semakin besarnya jumlah pemakai maka plastik menjadi kebutuhan dan menjadi sampah di lingkungan pemakainya, termasuk manusia.

Volume besar sampah plastik berakhir di tempat pembuangan akhir, sungai, dan lautan setiap tahun, dan ketika terkena kondisi lingkungan seperti penyinaran matahari dan aberasi bahan plastik perlahan-lahan terurai melepaskan partikel mikro dan nano-plastik.

Plastik mikro dan nano telah ditemukan di air ledeng secara global, serta di tanah dan bahkan darah manusia.

Bahaya polutan mikro dan nano baru ini belum dipahami dengan baik tetapi berpotensi memiliki konsekuensi yang signifikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan kita.

Infrastruktur pengolahan dan pengolahan air kita saat ini tidak dirancang untuk menangani jenis polutan baru ini.

Polusi plastik juga menjadi ancaman bagi kehidupan darat dan laut.

Sementara banyak negara melarang penggunaan plastik sekali pakai, kita juga perlu memikirkan dan mengembangkan solusi serta praktik pembersihan air dan tanah untuk mengatasi masalah tersebut.

Polusi plastik dapat menimbulkan konsekuensi yang parah dan sering disebut sebagai salah satu ancaman eksistensial terbesar setelah perubahan iklim dan hilangnya keaneka­ragaman hayati.

Kita perlu menghasilkan lebih banyak bukti ilmiah yang kemudian akan mengembangkan solusi dan mendorong intervensi regulasi.

Plastik, kini menjadi “monster” baru bagi kehidupan manusia. Produksi plastik di seluruh dunia kini menembus rekor baru, mayoritas terbuat dari polimer yang diproduksi dengan energi fosil.

Hal ini terjadi meskipun ada upaya global untuk mengurangi polusi plastik dan emisi karbon. 

Laporan indeks kedua Senin, 6 Februari 2023 oleh Plastic Waste Makers Index, Organisasi Filantropi Minderoo Foundation menemukan, dunia menghasilkan 139 juga metrik ton sampah sekali pakai pada 2021.

Jumlah ini 6 juta metrik ton lebih banyak dari 2019, ketika laporan indeks pertama dirilis. 

Laporan ini menunjukkan, bahwa tambahan sampah plastik yang dihasilkan dalam dua tahun tersebut setara dengan hampir satu kilogram lebih banyak untuk setiap orang di planet ini dan didorong oleh permintaan akan kemasan fleksibel seperti film dan sachet.

Saat ini, seperti yang dilakukan, makanan, minuman, obat dan keperluan lainnya dengan mudah dijumpai dalam bentuk sachet.

Beberapa tahun terakhir, pemerintah di seluruh dunia telah meng­umumkan kebijakan untuk mengurangi volume plastik sekali pakai, melarang produk seperti sedotan sekali pakai, peralatan makan sekali pakai, wadah makanan, penyeka kapas, tas, dan balon.

Sejalan dengan itu, Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional KLHK (1 Februari 2023), melaporkan bahwa jumlah timbunan sampah (sampah secara umum) 18,3 juta ton pertahun Sampah terkelola 77,28 persen, dan penanganannya hanya 50,55 persen.

Kota Makassar (Data Dinas LH, 2020) mempunyai volume sampah mencapai 7.374,5 ton per bulan dan 245,8 ton per hari.

Menurut data terakhir Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar, setiap orang menghasilkan 0,6 kg sampah setiap hari Jika ditotal dengan jumlah penduduk Kota Makassar sekitar 1,5 juta jiwa, volume sampah penduduk sebanyak 1.100 ton setiap hari.

Jumlah sampah ini akan terus bertambah bergantung pertambahan jumlah penduduk, berkembangnya daerah Industri, dan permukiman baru di kota Makassar. Artinya, fakta tentang sampah ini mesti dikelola secara baik untuk kehidupan makhluk hidup.

Namun, di pihak lain Indonesia sudah lama menjadi salah satu importir sampah terbesar di dunia. Data UN Comtrade menunjukkan, sekitar 138 ribu ton sampah plastik diimpor dari berbagai negara maju pada tahun 2020.

Sampah plastik ini berasal dari Belanda (51,5 ribu ton) kemudian Jerman, Slovenia, Amerika Serikat, bahkan Singapura turut menjadi negara pengimpor

Sekuat apapun kita berusaha, jika kemasan plastik yang tadinya merupakan bahan yang digunakan untuk membantu manusia (pedagang asongan, pedagang kaki lima dan sejenisnya) pada saat konsumen membawa pulang kemasan tersebut dan tidak tahu apakah atau bagaimana kemasan tersebut dapat di daur ulang. Jangankan melakukan daur ulang, melakukan pemilahan sampah saja, warga kita masih sulit melakukannya.

Untuk itu, penulis menyerukan pelabelan yang lebih baik, pesan yang lebih jelas, dan materi yang lebih sederhana di pasar untuk mempermudah daur ulang. Masih ingatkah permintaan dari regulasi, bahwa jika anda datang berbelanja di toko, silahkan bawa tempat belanjaan dari rumah, berupa dos atau sejenisnya, dan yang minta penggunaan kantong plastik hendaknya membayar. Efektif??? Nyatanya tidak.

Sejatinya, kelestarian ling­kungan adalah suatu kenis­cayaan yang harus dijaga dan dipelihara secara terus menerus. Sehingga, perlu dan harus terus dikumandangkan dengan lantang bahwa bumi, laut dan bahagian yang berada di antara keduanya memerlukan tangan-tangan terampil dan kebijakan cerdas dari pihak yang diberi amanah untuk terus berupaya dengan keras untuk mencari solusi.

Untuk itu, perubahan pola prilaku dan pola berpikir memegang peranan penting. Perubahan prilaku mudah dilakukan, karena bisa diamati dan saling mengajak satu sama lain untuk mem­bersihkan diri dari sifat tamak, rakus dan sifat jelek lainnya.

Bumi sendiri dapat memenuhi kebutuhan manusia, tetapi tidak dapat memenuhi ketamakan umat manusia.

Bumi dapat melakukan keseimbangan diri untuk proses hidup dan kehidupan makhluk hidup lainnya. Wallahualam bissawab. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Nikah Massal

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved