Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Sukseskan Toraja Utara Bebas DBD

Curah hujan yang berlebih dapat mengakibatkan banjir dan genangan air di jalan, yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk.

Editor: Hasriyani Latif
dok pribadi
Elfiyanti Pabidang mahasiswi Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana. 

Oleh:
Elfiyanti Pabidang
Mahasiswi Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana

TRIBUN-TIMUR.COM - Di Indonesia, banyak orang terjangkit penyakit menular yang disebarkan oleh vektor, termasuk DBD (Demam Berdarah Dengue). Penyakit DBD dapat menjadi wabah di setiap tahunnya karena sifatnya yang berbasis lingkungan.

Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus merupakan pembawa utama DBD, nyamuk tersebut dapat berkembangbiak dan tumbuh dengan baik di daerah beriklim tropis dan subtropis.

Virus dengue termasuk dalam kelompok arbovirus B yang merupakan agen penyebab penyakit demam berdarah. namun nyamuk Aedes aegypti lebih efisien dalam menyebarkan virus dengue.

Gejala yang paling umum terlihat pada pasien DBD yaitu demam, nyeri tubuh, nyeri sendi, & ruam pada badan. Musim hujan adalah saat kasus DBD paling banyak terjadi (Jannah, dkk., 2021).

Curah hujan yang berlebih dapat mengakibatkan banjir dan genangan air di jalan, yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk.

Kasus terjangkit di Kabupaten Toraja dari tahun 2015 hingga pertengahan tahun 2022 memiliki kendala pada informasi yang akurat terkait angka kesakitan baik dari pihak pasien maupun departemen kesehatan.

Berdasarkan analisa kondisi geografis Kabupaten Toraja Utara berada di dataran tinggi (600-2800 mdpl) dengan temperatur harian rata rata sebesar 22-25oC, kelembaban relatif sekitar 77-87 persen, dan curah hujan yang sedang (hari hujan 17-24 hari) sekitar 200-350mm/bulan.

Kondisi iklim di kabupaten tersebut merupakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan nyamuk Aedes aegypti (Ranteallo, dkk., 2019).

Dengan kesesuaian lingkungan yang demikian terhadap kelangsungan hidup nyamuk dan perkembangannya, kemudian nyamuk dewasa dapat bertahan lebih lama pada kondisi curah hujan yang tinggi.

Kenaikan suhu udara berpengaruh pada kenaikan jumlah virus pada nyamuk karena virus dapat dengan mudah mempersingkat extrinsic incubaton period serta mempersingkat durasi siklus gonotropik nyamuk, sehingga dapat terjadi peningkatan kecenderungan penularan DBD.

Pada kisaran suhu 22-27oC risiko penularan akan meningkat, lalu pada nyamuk dewasa akan perlahan mati pada suhu lingkungan diatas 36oC, akan tetapi daerah tersebut tidak mengalami suhu tinggi sepanjang tahun.

Peningkatan jumlah virus dipengaruhi oleh kelembaban relatif dan suhu udara, kemudian kelembaban relatif dipengaruhi oleh curah hujan yang apabila suhu udara dan curah hujan tinggi maka kelembaban relatif akan tinggi.

Kondisi tersebut menjadi lingkungan yang optimal bagi nyamuk untuk berkembangbiak dan survival populasi vektor (nyamuk) dan replikasi virus dengue (Nugraha, dkk., 2021). Selain faktor ekologi, insidensi kasus tersebut juga dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, kesiapan epidemi, intensitas kegiatan di luar rumah, dan tingkat fasilitas.

Kerangka SES (Socio-ecological Sistem) digunakan untuk mengidentifikasi penyebab dan untuk menemukan penjelasan kausal tematik yang dirasakan dari wabah DBD.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved