Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Dedollarisasi dan Masa Depan Dollar AS

Dedollarisasi” merupakan fenomena peralihan penggunaan Dollar AS ke mata uang lainnya dalam transaksi dan cadangan internasional oleh pemerintah.

dok pribadi/syarkawi rauf
Muhammad Syarkawi Rauf Dosen FEB Unhas 

Oleh: Muhammad Syarkawi Rauf
Dosen FEB Unhas/ Komisaris Utama PTPN IX

TRIBUN-TIMUR.COM -"Dedollarisasi” merupakan fenomena peralihan penggunaan Dollar AS ke mata uang lainnya dalam transaksi dan cadangan internasional oleh pemerintah, sektor swasta serta masyarakat.

Fenomena ini dimulai sejak 25 tahun terkahir, saat European Monetary Unification (EMU) dengan mata uang tunggal Euro.

EMU mendorong negara-negara Eropa mengalihkan cadangan devisanya dan aktifitas transaksi internasionalnya dari Dollar AS ke Euro.

Pemberlakuan mata uang tunggal Euro dimulai pada 1 Januari 1999.

Sebaliknya, pada dekade awal 1990-an terjadi “dollarisasi”, yaitu fenomena pertumbuhan penggunaan Dollar AS di seluruh dunia sebagai alat transaksi dan cadangan internasional.

Bahkan di banyak negara, khususnya Indonesia, Dollar AS digunakan para “sosialita” dalam arisan bulanan dan juga tabungan valuta asing (valas).

Alasannya sederhana, Dollar AS memiliki nilai yang stabil dan mudah dikonversi ke mata uang lainnya.

Dollarisasi pada awal 1990-an membuat Dollar AS menjadi mata uang global, yaitu mata uang secara bebas digunakan atau ditukar dengan mata uang lainnya di dalam dan di luar negera yang menerbitkannya.

Dimana pengalihan kekayaan dari mata uang Dollar AS ke mata uang lainnya dapat dilakukan secara efisien dengan biaya sangat rendah.

Fenomena dedollarisasi ditunjukkan menurunnya dominasi Dollar AS sebagai mata uang utama dunia.

Data International Monetary Fund (IMF) menunjukkan bahwa peran Dollar AS sebagai cadangan devisa global menurun 22 persen dalam 25 tahun terakhir, yaitu dari 71 persen tahun 1999 menjadi 59,79 persen tahun 2022.

Penurunan peranan Dollar AS sebagai cadangan devisa global disebabkan oleh meningkatnya peran mata uang lainnya, seperti Won Korea, Dollar Australia, Dollar Kanada, Krona Swedia, Dollar Singapura dan Renmibi China.

Dominasi penggunaan “the big four” merujuk pada empat mata uang utama dunia, dalam hal ini Dollar AS, Yen Jepang, Euro dan Pounsterling Inggris yang share-nya sekitar 90 persen sebagai cadangan devisa global.

Sejalan dengan ekonom, Ubaka Edward dalam Global Trade Dayly terbitan 30/01/2023, menyebutkan bahwa terdapat lima faktor yang membuat Dollar AS menjadi mata uang yang digunakan secara dominan dalam transaksi internasional dan pasar uang global, yaitu:
Pertama, perekonomian AS merupakan perekonomian terbesar di dunia.

Posisi ini mendorong penggunaan Dollar AS sebagai alat transaksi internasional meningkatkan stabilitas dan likuiditas Dollar AS dibandingkan mata uang lainnya.

Mata uang Dollar AS juga menjadi save haven, yaitu mata uang paling aman yang membuat investor mengalihkan assetnya ke Dollar AS pada saat terjadi turbulensi ekonomi.

Peranan perekonomian AS dalam perekonomian global yang sangat besar memperkuat posisi Dollar AS secara global.

Dimana perekonomian AS berdasarkan Gross Domestic Product (GDP) harga konstan lebih besar dibandingkan gabungan GDP tiga negara dengan GDP terbesar dunia.

Akibatnya, secara alami, Dollar AS menjadi pilihan transaksi internasional karena tersedia luas dan mudah dikonversi ke mata uang lainnya.

Selain itu, keberadaan Dollar AS sebagai mata uang global tidak terlepas dari peranan pemerintah AS dan bank sentral AS, The Fed yang memiliki track record (rekam jejak) yang baik dalam menjaga stabilitas nilai tukar Dollar AS.

Hal ini meningkatkan kepercayaan investor terhadap Dollar AS yang semakin mengukuhkan posisinya sebagai mata uang global.

Kedua, perekonomian AS didukung oleh sistem politik yang stabil dengan pergantian kekuasaan dilakukan secara demokratis dan terbuka.

Sistem politik yang stabil dan demokratis menjamin property rights dan pelaksanaan kontrak.

Kondisi ekonomi AS yang stabil dan dapat diprediksi menempatkan AS sebagai tempat paling ramah bagi para pelaku usaha dari seluruh dunia.

Para pelaku usaha menggunakan Dollar AS dalam membeli barang dan jasa di AS serta di berbagai negara.

Ketiga, perekonomian AS memiliki sistem keuangan yang sophisticated didukung jaringan perbankan yang luas, perusahaan investasi dan lembaga keuangan yang dapat melayani semua transaksi keuangan internasional.

Infrastruktur keuangan AS yang lengkap memudahkan pelaku bisnis membeli dan menjual Dollar AS atau menggunakannya dalam transaksi internasional dan berinvestasi di seluruh dunia.

Keempat, perekonomian AS memiliki sejarah panjang dalam perdagangan dan investasi internasional.

Sejak tahun 1944, Dollar AS diterima secara luas dan pelaku usaha menggunakan mata uang Dollar AS dalam transaksi keuangan internasionalnya.

Kelima, perekonomian AS didukung oleh kekuatan militer nomor satu paling kuat di dunia dan posisi dominan dalam politik internasional.

Kondisi ini menempatkan AS dalam posisi sangat kuat dalam hubungan internasional yang berdampak tidak langsung terhadap dominasi Dollar AS sebagai mata uang global yang sulit tergantikan oleh mata uang lainnya.

Akhirnya, dalam jangka pendek dan menengah, fenomena dedollarisasi masih sulit menggeser dominasi Dollar AS sebagai mata uang global.

Hal ini terkait dengan kebijakan bank sentral berbagai negara yang memenuhi minimum reserve dalam Dollar AS yang nilainya setara dengan nilai tiga bulan impor.

Setelahnya, asset Bank Sentral dialokasikan ke mata uang lain, paling tidak keranjang mata uangnya adalah “big four” ditambah Won Korea, Dollar Australia, Dollar Kanada, Dollar Singapura, dan Renminbi China.

Pilihan terhadap “big four plus” berkaitan dengan kestabilan, likuiditas dan kemudahannya dalam transaksi karena didukung oleh transaksi digital dan mata uang digital. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved