Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Merayakan Keberagaman

Baru-baru ini, tantangan keberagamaan itu kembali telihat saat Umat Muslim di Indonesia berbeda dalam menetapkan 1 Syawal.

Editor: Hasriyani Latif
dok pribadi
Syamsul Arif Galib/Institute for Interfaith Encounter and Religious Literacy. 

Oleh:
Syamsul Arif Galib
Institute for Interfaith Encounter and Religious Literacy

TRIBUN-TIMUR.COM - Di sebuah kelas yang saya ampu, saya mencoba menggambar beberapa botol tanpa memberi tahu para siswa bahwa itu adalah botol.

Setelah selesai menggambar, saya lalu bertanya ke pada para siswa tentang apa yang saya gambar.

Sebagian di antaranya menjawab poin bowling, ada yang menjawab botol kecap, ada yang menjawab pemukul baseball, ada yang menjawab talenan kayu dan ada pula yang menjawab bahwa gambar tersebut adalah sekumpulan patung manusia.

Mereka lalu saya minta mendiskusikan alasan dari interpretasi yang mereka bangun. Setelah mendiskusikannya, saya lalu bertanya ke pada anak-anak tersebut.

Lantas siapa yang jawabannya paling benar. Siapa yang paling faham tentang gambar tersebut.

Lalu mereka kompak menjawab, Anda. Orang yang menggambarkannya.

Ilustrasi ini sering saya gunakan untuk menunjukkan bagaimana tafsir atas agama bekerja.

Sebagai orang yang meyakini bahwa agama adalah nilai-nilai suci yang diturunkan oleh Sang Maha Suci ke muka bumi, kita menyadari keterbatasan kita untuk memahami yang Maha Tak terbatas.

Keterbatasan manusia dalam memahami nilai-nilai suci itu, menghasilkan ragam tafsir yang berbeda.

Setiap orang berusaha memahami pesan-pesan Ilahi melalui tafsir yang dibangun sesuai dengan latar belakangnya.

Tidak heran, maka tafsir yang muncul akan beragam. Keberagaman tafsir tersebut akhirnya memunculkan keberagaman dalam keberagamaan.

Keberagamaan sendiri adalalah proses pelaksanaan ajaran agama. Namun, tafsir yang paling benar, adalah tafsir yang hanya diketahui oleh Yang Maha Sempurna. Sang Pemilik. Manusia hanya mencoba mendekati tafsir tersebut.

Tafsir yang kita miliki bisa saja benar namun juga bisa salah. Selayaknya, tafsir yang orang lain miliki, bisa saja salah namun bisa juga benar.

Hal ini senada dengan apa yang pernah disampaikan oleh Abu Abdillah Muhammad ibn Idris Ash-Shafi’i (767 M-820 M) atau yang dikenal dengan sebutan Iman Shafi’I, salah seorang Imam Besar bagi masyarakat Muslim.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved