Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

PSM Adalah Sejarah

Di saat bersamaan PSM adalah klub dengan produktivitas terbaik dengan tujuh kali juara dan sembilan kali runner up sejak era perserikatan 1951.

DOK PRIBADI
Alumnus Fakultas Sastra UNHAS, Mahasiswa Doktoral Universiti Malaya, Malaysia, 

Oleh: Nasrullah
Penggemar PSM, Tinggal di Kuala Lumpur, Malaysia.

TRIBUN-TIMUR.COM - Didirikan sejak 1915, PSM saat ini adalah klub tertua di Liga tertinggi Indonesia saat ini.

Di saat bersamaan PSM adalah klub dengan produktivitas terbaik dengan tujuh kali juara dan sembilan kali runner up sejak era perserikatan 1951 hingga Liga 1 2023 sekarang ini.

Tahun 1915 adalah masa sepuluh tahun setelah Belanda menaklukkan Makassar dan daerah - daerah di Sulawesi Selatan dan Tenggara, khususnya Gowa dan Bone. Operasi penaklukan itu bernama Celebes Expeditie (Ekspedisi Sulawesi).

Sejak penaklukan itu, secara otomatis, Makassar berada di bawah pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berpusat di Batavia, kala itu. Di tahun, 1915 inilah apa yang disebut sebagai politik etis juga berlaku.

Di Sulawesi Selatan, khususnya kota Makassar, pemberdayaan kaum pribumi mulai digalakkan. Akses pendidikan dibuka untuk kalangan atas. Kemudian, boleh jadi begitu pula dengan dunia sepakbola.

Pax Neerlandica sebagai kebijakan menyatukan tanah jajahan Belanda di Nusantara menjadi agenda utama juga di era ini. Bukan tidak mungkin, ide mengadakan suatu pertandingan antar daerah jajahan kolonial Belanda pada waktu juga muncul. Sejalan dengan ide “penyatuan” wilayah - wilayah taklukan dengan spirit pax neerlandica di atas.

Dalam semangat zaman di bawah pemerintahan kolonial Hindia Belanda, PSM didirikan di kota Makassar. Kota yang menjadi ibukota pemerintahan dari Sulawesi Selatan dan Tenggara serta daerah taklukan Belanda di Sulawesi kala itu.

Semenjak didirikan itulah, PSM Makassar boleh dikata menjadi bagian dari dunia sepakbola Hindia Belanda kala itu.

Kehadiran PSM ini boleh dinilai sebagai jalan pemerintah kolonial dalam membuka akses “modernisasi” kepada masyarakat jajahan (pribumi) atau malah dijadikan oleh orang Makassar sendiri sebagai alat “resistensi” / perjuangan menentang penjajahan. Kedua kemungkinan itu bisa saja terjadi.

Bagi senior - senior penggemar PSM, ada yang bilang PSM tidak hanya merupakan kepanjangan dari Persatuan Sepakbola Makassar, atau Pagolona Sulawesi Mandiri.

Namun, lebih dari itu, kata mereka PSM adalah singkatan dari penyatuan tiga kerajaan besar di Sulawesi Selatan: Pajung e ri Luwu, Sombayya ri Gowa, dan Mangkau e ri Bone.

Konon, dari kata Pajung, Somba dan Mangkau itulah singkatan PSM itu berasal.

Itu sebab, masih kata para senior pecinta PSM, ketika nama Makassar diubah menjadi Ujung Pandang, nama PSM tetap dengan hanya ditambah Ujung Pandang di belakang menjadi PSM Ujung Pandang.

Begitupun ketika kembali bernama Makassar, PSM pun kembali bernama PSM Makassar hingga sekarang ini.

Catatan keikutsertaan PSM di masa kolonial Belanda belumlah penulis sempat telusuri.

Catatan yang ada adalah ketika era Perserikatan, Divisi Utama, hingga ISL dan Liga 1 sekarang ini.

Dari tahun 1957 sejak era perserikatan ke era Divisi Utama 1990-an hingga Liga 1 hari sekarang ini, PSM mencatatkan diri menjadi 7 (tujuh) kali Juara dan 9 (sembilan) kali Runner-Up.

Di era perserikatan (1951-1994) PSM berhasil menjadi juara sebanyak 5 kali dan runner up sebanyak 4 kali.

PSM berhasil menjadi juara pertama kali pada tahun 1957 di era perserikatan ini. Kemudian, berlanjut juara lagi pada tahun 1959, 1965, 1966, hingga 1992.

Di posisi runner up, PSM pertama kali meraihnya sejak kompetisi perserikatan ini dijalankan pada 1951 setelah kalah dari Persebaya.

Tiga posisi kedua lainnya diraih tahun - tahun setelahnya masing - masing pada 1961, 1964, dan 1994. Di era ini, PSM adalah klub yang cukup disegani dari Timur Indonesia.

Selanjutnya, di era Divisi Utama 1994-2008, PSM bisa meraih juara pada tahun 2000.

Di era ini, PSM lebih sering menjadi runner up daripada menjadi kampiun juara.

Terhitung sebelum juara pada tahun 2000, PSM berada pada tempat kedua sebanyak sekali di tahun 1996 dan setelah juara sebanyak tiga kali masing - masing di tahun 2001, 2003, dan 2004.

Selama empat belas tahun Divisi Utama, PSM setidaknya lima kali menembus final mewakili Wilayah Timur Indonesia di masa itu.

Di era Liga super, tahun 2008 sampai 2015, PSM puasa gelar, bahkan menjadi runner up tidak pernah.

Baru pada masa Liga 1 yang dihelat sejak 2017, PSM dapat menjadi runner up pada 2018 sebelum menjadi kampiun juara di tahun 2023 ini. Sungguh capaian luar biasa untuk klub yang terbilang paling tua di Republik ini.

Kini, PSM mencatat 7 kali juara dan 9 kali runner up. Torehan juara hanya disamai oleh Persija Jakarta.

Sementara itu, produktivitas menembus final dan tempat kedua sebanyak sembilan kali, PSM belum tertandingi. Boleh dikata, PSM adalah klub paling profuktif berada di papan atas kompetisi tertinggi sepakbola Indonesia sejak kemerdekaan.

PSM dewasa ini pun telah menjelma menjadi klub profesional. Keterlibatan di kompetisi antarklub Asia beberapa kali dilakoni. Bahkan, sebagai syarat klub profesional, PSM saat pun telah memiliki Academy Sepakbola PSM sebagai kawah candradimuka penghasil bibit - bibit pemain untuk klub PSM sendiri, maupun untuk Tim Nasional Indonesia.

Sebagai sejarah, layaknya kapal Phinisi, PSM telah melayari pelbagai tantangan, ombak, dan badai dari masa ke masa.

Kini, PSM kembali membuktikan kapasitasnya sebagai klub terbaik di tanah air di musim 2022/2023 ini. PSM kembali mencatatkan sejarah dengan menjadi juara.

Setelah ini, PSM akan menatap masa depannya dan semoga bersiap untuk kembali mencatatkan tinta emas sejarahnya.

Ewakoo!!!. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Financial Wellness

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved