Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

3 Hakim Pengadilan Niaga Makassar Dilaporkan ke KPK dan Bawas MA

Kuasa Hukum PT Kencana Royalindo dan Hotel M-Regency Makassar, Ricky Vinando melaporkan tiga hakim pemutus kasus itu.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Sukmawati Ibrahim
MUSLIMIN/TRIBUN TIMUR
Kuasa Hukum PT Kencana Royalindo dan Hotel M-Regency Makassar, Ricky Vinando saat menggelar jumpa pers, di Hotel M-Regency, Sabtu, (31/03/2023) malam. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Tiga hakim pemutus perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Makassar dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketiga hakim itu dilaporkan setelah memutus kasus PKPU PT Kencana Royalindo, PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga. Mks

Kuasa Hukum PT Kencana Royalindo dan Hotel M-Regency Makassar, Ricky Vinando melaporkan tiga hakim pemutus kasus itu.

Ricky mengaku, telah melaporkan ketiganya ke Kejaksaan Negeri Makassar, Komisi Yudisial RI, Komisi Yudisial Makassar dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung.

"Sudah kami laporkan kepada KPK, Kejaksaan Negeri Makassar, Komisi Yudisial Pusat, Komisi Yudisial Makassar dan Bawas Mahkamah Agung terkait dugaan pelanggaran kode etik dan dugaan penerimaan gratifikasi," kata kata Ricky Vinando saat menggelar jumpa pers, di Hotel M-Regency, Sabtu, (31/03/2023) malam.

"Ini dugaan ya, kami tidak menuduh. Semua bukti sudah kami serahkan saat kami mengirim laporan," sambungnya.

Ricky mengungkapkan, ada banyak kejanggalan dilakukan ketiga hakim itu saat memutus perkara PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mks.

Sebab sebelumnya kata dia, pemohon yang sama telah diputuskan ditolak. Namun belakangan pada permohonan kedua diterima.

"Sejak awal Pemohon PKPU (inisial ADN) tidak bisa membuktikan keabsahannya sebagai badan usaha UD (Usaha Dagang) dan juga tidak bisa membuktikan izin sebagai supplier sayur dan buah yang sah," ujar Ricky.

"Implikasinya ditolak karena sejak awal sudah tidak jelas uraian permohonan PKPU nya, tapi itu kemudian mendadak diterima oleh 3 hakim pemutus perkara PKPU No. 1/Pdt.Sus- PKPU/2023/PN.Niaga Mks yang sebelumnya pernah memutuskan menolak PKPU No. 7/Pdt. Sus- PKPU/2022/PN. Niaga.Mks", tuturnya.

Atas dasar itu, ia pun menilai, tagihan yang dimohonkan tersebut dianggap tidak sah.

"Tagihan menjadi tidak sah dan tidak berhak menagih karena kegiatan usahanya bodong alias ilegal karena UD harus ada akta pendirian dan izin-izin lainnya sesuai kegiatan usaha," ungkapnya.

"Kegiatan usaha tanpa izin adalah kejahatan atau tindak pidana, jadi hati-hati," ucap Ricky.

Ricky melanjutkan dalam memutus perkara PKPU No. 1/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mks ada kejanggalan lain.

Yaitu para hakim pemutus/para terlapor tidak memeriksa langsung kreditur lain.

Hanya percaya dengan KTP, putusan Mahkamah Agung dan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial disebut bermasalah.

"Bahkan bukti saling bertolak belakang saja diterima, mestinya dikesampingkan. Salah satu faktanya, dalam gugatan saat gugat ke PHI Vitalis Pandi mengaku kerja dengan klien saya sejak 1994 tapi bukti yang diserahkan kerja sejak 2009," beber Ricky.

"Tak singkron kan. Pada tahun 1994 pun klien saya belum ada karena baru ada pada 2002. Jadi dari bukti saja sudah saling tabrakan. Tapi itu tetap diterima oleh 3 terlapor hakim pemutus di situlah letak pelanggaran kode etiknya," tegasnya.

Ricky juga mengungkapkan, sudah ada LP dijadikan bukti, tetapi diabaikan juga tiga hakim pemutus.

"Dari awal kami sudah dalilkan pembuktian sudah tidak sederhana lagi dan PKPU pertama kami menang. PKPU kedua ada yang tidak beres karena tetap diterima padahal Pemohonnya sendiri sudah ditolak saat PKPU pertama terlebih tak punya legal standing karena bodong kegiatan usahanya dan para kreditur lain pun semuanya bermasalah," sebutnya.

Salah satu Panitera Pengadilan Niaga Makassar, Widya Sudirman membenarkan adanya sidang PKPU tersebut.

Sidang lanjutan dikakatakan Widya akan dilaksanakan Senin (3/4/2023).

Namun terkait tiga hakim yang dilaporkan, Widya mengatakan belum mengetahuinya.

"Saya tidak tahu," katanya.(*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved