Tentang Perempuan Syarifah Keturunan Langsung Nabi Muhammad SAW, Hanya Boleh Nikah dengan Sayyid
Syarif atau syarifah untuk perempuan sendiri adalah keturunan Nabi Muhammad dari jalur Hasan.
Selain itu ada juga sayyid (sayyidah untuk perempuan) ialah keturunan Nabi Muhammad dari jalur Husein.
Hasan dan Husein ialah anak dari Ali bin Abu Thalib yang menikah dengan putri Nabi Muhammad, Fatimah.
Syarifah dalam perniahan
Salah satu keutamaan Syarifah yang banyak dibahas ialah kehadirannya sebagai penerus keturunan Rasulullah SAW.
Oleh karenanya, salah satu penekanannya ada pada pada pernikahan.
Dalam penelitian Repository UIN Sunan Kalijaga, telah disebutkan bahwa adanya konsep kafa’ah dalam pernikahan, yaitu suatu kesepadanan dari laki-laki dan perempuan yang hendak menikah dalam berbagai hal, termasuk diantaranya dalam hal agama, nasab, dan pekerjaan.
Konsep ini akhirnya melahirkan suatu pelarangan pernikahan di antara Syarifah dengan orang yang bukan Sayyid, karena dianggap tidak sekufu’ serta dapat merusak atau memutus nasab Rasulullah SAW.
Penelitian ini juga menunjukkan pandangan Habaib Jam’iyyah Rabi ṭah Alawiyyah Yogyakarta, yaitu suatu kondisi dimana seorang Syarifah kemudian mendapatkan larangan untuk menikah dengan dengan laki-laki non Sayyid karena dianggap tak sekufu’.
Meski demikian, dalam masalah ini, larangannya tidak dilakukan secara mutlak.
Hal ini karena kafā’ah sangat bergantung pada izin ataupun ridho dari wali atau perempuan atau Syarifah tersebut. Ketika ada Syarifah menikah yang dengan laki-laki non Sayyid dan walinya ridho, maka hukum pernikahan tersebut boleh untuk dilakukan.
Lain halnya, dengan seorang Syarifah yang menikah dengan laki-laki non Sayyid tanpa adanya izin dari wali, maka akan dianggap sudah memutus hubungan keturunan Rasulullah SAW.
Pada pembahasan selanjutnya, kita akan membahas tentang pandangan para ulama tentang Syarifah.
Pandangan Ulama Mengenai Keutamaan Syarifah
Terkait keutamaan Syarifah yang berkaitan erat dengan pernikahan dan nasab, ada sebagian ulama yang kemudian menyebutnya dengan istilah Kufu’ atau Kafa’ah.
Misalnya saja, apakah perempuan miliarder boleh dinikahkan dengan seorang tukang ojek? Apakah perempuan lulusan S3 boleh dinikahi oleh seorang pria tamatan SMP? Dan sebagainya
Dari masalah kufu’ ini para ulama kemudian memiliki perbedaan pendapat mengenai apakah kufu’ merupakan syarat sah perkawinan, apakah kufu’ menjadi suatu keharusan atau tidak.
Sosok Muchlison Titip Rp1,1 M Uang Pengganti Kerugian Negara ke Jaksa, Kakak Eks Bupati Blitar |
![]() |
---|
Ustaz Das’ad Latif Puji Visi Kepemimpinan Taruna Ikrar: Banyak Sekali Terobosan, BPOM Harus Bangga |
![]() |
---|
Ketua Yayasan Ponpes DDI Mangkoso: Nurhasan Masa Depan DDI |
![]() |
---|
Kajian Sharing Time with Lora Kadam Sidik:,Perpisahan Penuh Makna di Hotel Claro |
![]() |
---|
Menyelami dan Memaknai Pesan Puang Makka: Jangan Jadikan NU Batu Loncatan Popularitas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.