Opini
Tawaran Sastra untuk Kurikulum Bahasa
Kebijakan kurikulum merdeka telah mendorong para guru agar mengembangkan materi ajar secara kreatif dan inovatif..
Misal, mengapa tokoh protagonis dan antagonis kerap berkonfrontasi? Apa yang mendasari konfrontasi tersebut? Mengapa tokoh perempuan kerap berperan di ruang domestic? Inikah hegemoni dari budaya patriarki?
Dengan menghadirkan pertanyaan ini, siswa secara tidak langsung telah memantik pemikiran kritisnya saat membaca cerita.
Terlebih lagi apa bila guru memotivasi siswa untuk memberikan tanggapan, kritik atau appresiasi dalam bentuk tulisan lalu mempublikasikan di mading sekolah.
Tawaran terakhir (moral ethics) tidak kalah penting untuk didiskusikan.
Berbicara moral ethics dalam karya karya sastra sangatlah bergantung dari bagamana kita menyeleksi tema sastra yang hendak dibaca dan dipelajari.
Olehnya, untuk menghadirkan moral ethics, guru dapat menggunakan karya sastra yang berbasis pada ajaran teologis.
Sebab, setiap kitab suci (dari agama apapun) tentu mengajarkan kesalehan universal seperti berbuat baik kepada orang tua, disiplin, bertanggungjawab, dan anti terhadap bentuk penghisapan manusia.
Dengan moral ethics ini, siswa diharapkan dapat bertransformasi menjadi karakter yang beradab.
Olehnya, saya mengajak kepada para guru di tingkat SMA untuk mengintegrasi karya sastra sebagai kurikulum pengajaran bahasa asing.
Karena, dari ketiga tawaran di atas, sastra tidak hanya mendongengi, tapi juga dapat mendidik, mengasah hati dan pikiran, memperkaya khazanah keilmuan, bahkan menggerakkan siswa untuk melakukan hal produktif.
Pertanyaannya, cerita seperti apa yang dapat digunakan untuk mengakomodir ketiga tawaran di atas? Bagaimana cara memilih genre yang tepat? Jawabannya, cari sendiri!. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.