Opini
Opini: Hakim
Penulis doeloe mengenal seseorang yang dalam menjalankan tugasnya sangat tegas. Dikenal sebagai Hakim.
Oleh:
Abdul Gafar,
Pendidik di Departemen
Ilmu Komunikasi Unhas Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Apabila kita mendengar kata Hakim, maka yang tergambar dalam benak pikiran kita adalah seseorang yang memiliki kewenangan yang sangat menentukan dalam sebuah proses peradilan. Biasanya dalam sidang berpakaian toga hitam, sangar, suaranya berat, dan keras. Sorot matanya tajam seakan-akan menusuk ke jantung orang yang dihadapinya.
Penulis doeloe mengenal seseorang yang dalam menjalankan tugasnya sangat tegas. Dikenal sebagai Hakim.
Di tangannya menentukan apakah sebuah rumah tangga, kantor kecil, besar, baik milik pemerintah maupun swasta, ke depannya akan terang-benderang ataukah gelap gulita. Pihak yang terduga melakukan ‘pelanggaran’ akan ketakutan jika berhadapan dengan orang ini.
Oh, ternyata dia adalah petugas PLN (Perusahaan Listrik Negara) yang siap menyegel meteran listrik yang terlambat pembayarannya, memang namanya Hakim. Bukan Hakim yang biasa mengadili di pengadilan.
Peran hakim akan menentukan penegakan hukum yang adil bagi semua. Oleh karena itu, mereka dituntut menjalankan profesinya dengan penuh kecermatan dan kecedasan maksimal.
Salah dalam menentukan nasib orang atau badan di pengadilan, bakal menimbulkan permasalahan besar. Hakim harus menuntut dengan hati nurani kemanusiaannya dengan menghadirkan Tuhan YME. Tidak terpengaruh oleh berbagai informasi yang berkembang di luar sana.
Menjaga kesucian fakta sebagai bahan putusan. Independen dan bertanggung jawab dalam menetapkan keputusan. Hakim Pengadilan adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman, untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.
Keputusan hakim akan terlihat dari proses yang telah dilakukan terhadap objek atau badan yang dipermasalahkan.
Penafsiran hukum antarhakim terkadang tidak sama. Ini dapat kita lihat dan membacanya dari berita media menyangkut kasus yang nyaris sama. Misalnya dalam kasus pembunuhan.
Pernah suatu ketika terjadi perampokan. Perampoknya terbunuh.
Pembunuh yang melakukan pembelaan diri akhirnya dihukum. Padahal unsur pembelaan diri yang terpaksa tidak dapat dihukum.
Akhirnya dinyatakan bebas setelah pihak penegak hukum ‘dikritik’ kinerjanya yang salah menetapkan hukum.
Sementara kasus yang sama tentang pembunuhan tetap diberikan sanksi hukum.
Untuk rincian penjelasan dapat dilihat dalam aturan yang ada di negeri ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.