Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Kejahatan Dalam Perintah Jabatan

Konsep jabatan ini penting untuk dipahami, karena berkaitan dengan resiko tindakan yang dilakukan oleh si pemegang jabatan..

zoom-inlihat foto Kejahatan Dalam Perintah Jabatan
DOK PRIBADI
Fajlurrahman Jurdi - Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Oleh: Fajlurrahman Jurdi
Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

TRIBUN-TIMUR.COM - Salah satu tema besar dalam sidang kasus Sambo and the genk (Baca: Sambo) adalah soal “perintah jabatan”.

Ada banyak komentar para ahli dan masyarakat awam tentang konstruksi perintah jabatan dalam kasus Sambo, terutama setelah jaksa mengajukan tuntutan hukum yang berbeda-beda atas mereka yang terlibat dalam kasus tersebut.

Konsep jabatan ini penting untuk dipahami, karena berkaitan dengan resiko tindakan yang dilakukan oleh si pemegang jabatan.
Untuk dipahami, bahwa polisi adalah jabatan.

Sebagai jabatan, maka perbuatan polisi harus dikonstruksi sebagai perbuatan jabatan. Maka ada keterpisahan antara perbuatan privat dan perbuatan jabatan.

Perbuatan pribadi merupakan perbuatan yang tidak didasarkan pada wewenang jabatan.

Misalnya, seorang polisi, dalam melaksanakan tugas di jalan, karena emosi dengan kemacetan, dia memukul salah satu pengendara yang melanggar lalu lintas.

Pada saat dia bertugas, maka dia sedang melaksanakan tugas jabatan. Perbuatannya yang mengatur lalu lintas dan mengarahkan kendaraan adalah perbuatan jabatan.

“Kenapa disebut perbuatan jabatan?”. Karena mengatur lalu lintas dan mengarahkan kendaraan adalah salah satu wewenang kepolisian yang diatur oleh hukum. Tetapi pada saat yang sama, si polisi tersebut emosi pada pengendara yang melakukan pelanggaran di jalan, sehingga melakukan pemukulan.

Pertanyaannya adalah, “apakah perbuatan tersebut adalah perbuatan jabatan atau perbuatan pribadi”. Dalam hukum administrasi Negara, dipisahkan perbuatan jabatan dan perbuatan pribadi. Tindakan memukul adalah perbuatan pribadi. Kenapa disebut pribadi?.

“Karena perbuatan tersebut tidak berdasarkan wewenang”. Selama perbuatan seorang pejabat tidak berdasarkan pada kewenangan, maka itu prinsip dasarnya adalah perbuatan pribadi.

Karena itu, tanggungjawabnya adalah tanggungjawab pribadi.
Problem lain yang bisa dikemukakan adalah “bagaimana dengan pejabat yang melakukan korupsi?”. Apakah dikenal istilah korupsi jabatan?. Dan apakah ada tanggungjawab jabatan?. Dalam hukum administrasi Negara, bukan jabatan yang bertanggungjawab, tetapi yang bertanggungjawab adalah pribadi pejabat.

Ilustrasi ini sederhana untuk dikemukakan. “Jika seorang pejabat dijatuhi hukuman penjara dan diberhentikan dari jabatannya, apakah jabatan ikut terseret?. Tentu jabatan tidak ikut terseret. Karena tidak pernah ada jabatan yang bubar karena pejabatnya terseret ke penjara. Karena itu ada istilah tua dalam Hukum Administrasi, bahwa “jabatan itu tetap, sedangkan pejabat yang berubah-ubah.

Perbuatan jabatan sudah pasti adalah perbuatan yang didasarkan pada kewenangan.

Kewenangan jabatan diberikan oleh UU. Jika ada seorang pejabat, melakukan perbuatan diluar dari wewenang yang diberikan oleh UU, maka pasti perbuatan tersebut adalah perbuatan yang akan ditanggung oleh pribadi, tidak ditanggung oleh jabatan.

Perintah Jabatan

Dalam struktur jabatan, ada atasan dan ada bawahan. Atasan dan bawahan memiliki hubungan kewenangan.

Setiap instruksi dan perintah dari atasan, wajib dilaksanakan oleh bawahan, selama perintah itu berkaitan dengan tugas, fungsi dan wewenang jabatan.

Jika atasan si pejabat memerintahkan untuk membunuh seseorang?, apakah itu termasuk perintah jabatan?. Dan apakah si bawahan berhak menolak perintah tersebut?.

Diskusi ini yang mengemuka di ruang publik dalam kasus Sambo.

Jika perintah itu adalah perintah kejahatan, maka bagi si bawahan wajib untuk menolaknya. Jadi, dengan kesadaran penuhnya sebagai subyek hukum yang bertanggungjawab, si bawahan tau bahwa membunuh adalah salah, dan jelas tidak ada perintah dalam UU.

Karena itu, tidak ada alasan “pembenar” baginya untuk melaksanakan perintah tersebut.

Dalam kasus Bharada E, kenapa dia dituntut lebih tinggi oleh Jaksa, karena dia melakukan pembunuhan.

Tidak dapat diterima secara hukum alasannya adalah dia bawahan yang menerima perintah atasan, sementara dia tau persis, bahwa perbuatan yang dia lakukan adalah kejahatan yang dapat dihukum. Bawahan hanya tunduk pada perintah atasan, jika atasan tersebut memerintahkan suatu perbuatan dengan dasar peraturan perundang-undangan.

Maka perbedaan tuntutan Jaksa terhadap pelaku tindakan kejahatan dalam kasus Sambo adalah berkaitan dengan tanggungjawab pribadi mereka dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Tidak ada hubungannya secara hukum dengan jabatan.

Seluruh perbuatan dan skandal kasus Sambo adalah tanggungjawab kejahatan yang dilakukan oleh pribadi.

Bukan jabatan. Karena perintah jabatan sudah pasti sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenang yang diatur oleh undang-undang.

Hukum Administrasi Negara tegas dalam memisahkan perbuatan jabatan dan perbuatan pribadi.

Karena hal ini akan berkaitan dengan akibat hukum yang akan dipertanggungjawabkan.

Jabatan tidak pernah memerintahkan perbuatan kejahatan, yang berbuat jahat adalah individu yang memegang jabatan. lalu perbuatan individu itu dikait-kaitkan dengan jabatan.

Jabatan selalu stabil, tidak berubah dan tidak pernah diberikan tugas, fungsi dan wewenang yang melanggar ketentuan UU yang berlaku.
Wallahu a’lam bishowab.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved