Ponpes Asadiyah
Panrita Kiai Nasaruddin Umar, Catatan Atas Terpilihnya Ketum PB As'adiyah oleh Andi Muawiyah Ramly
Panrita Kiai Nasaruddin Umar, Catatan Atas Terpilihnya Ketum PB As'adiyah oleh Andi Muawiyah Ramly
TRIBUN-TIMUR.COM - Salah seorang sosok muda, cerdas, intelek, santun dan cakep dari desa Ujung kabupaten Bone yang datang ke Jakarta era pertengahan tahun 1980-an adalah sahabat Nasar.
Lengkapnya Prof Dr KH Nasaruddin Umar, MA.
Kemarin, 4 Desember 2022 secara aklamasi peserta Muktamar Asadiyah XV menetapkan dirinya sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Pondok Pesantren Asadiyah yang baru.
Akan halnya posisi baru ini memang soal waktu saja menunggu giliran dari seniornya memimpin Asadiyah.
Karena sebagai alumni, dia juga sebelumnya sudah tercatat sebagai wakil Ketua Dewan Pembina pesantren yang didirikan oleh Almaghfurlah KH. Muhammad As'ad di sekitar tahun 1930.
Sahabat Nasar, saya menyebutnya sebagai yang lebih tua dicitrakan perpaduan dari berbagai warna pelangi keilmuan, keulamaan pesantren salaf, akademikus yang didapuk sebagai modernis Sarbonne Prancis, MC Gill Kanada dan Leiden Belanda.
Modalitas keilmuan ditambah dengan nasib baik maka sosok muda ini diterima semua kalangan elite Republik.
Kiai Nasar dekat dengan Gus Dur, Ibu Megawati Soekarnoputri dan boleh dikatakan guru Agama pribadi dari Pak SBY.
Maka tidak salah kalau melihat rekam jejaknya yang demikian itu, dia hadir di puluhan lembaga keagamaan, yayasan dan perguruan tinggi sebagai orang pertama, minimal orang kedua di level kepemimpinan.
Menjadi dosen di berbagai perguruan tinggi utama di ibu kota mulai dari UIN, UI, Paramadina dan PTIQ, sebagai Rektor atau wakil Rektor.
Tidak banyak ulama muda yang langsung bisa menjadi pengurus Besar Nahdlatul Ulama kalau tidak punya cantelan Kiai Sepuh atau Kiai khas.
Kiai Nasar mampu menghadirkan diri tanpa cap rekomendasi seperti itu.
Dan karena kualitas dirinya, sebagai santri, muqaddimah dan khotimah pembelajarannya yang tentu dia dapuk di pesantren As'adiyah yang kini dipimpinnya.
Prestasi Nasional Kiai Nasar, bukan saat terpilih dan ditunjuk Presiden SBY sebagai Wakil Menteri Agama Republik Indonesia, atau saat didaulat menjadi Imam Besar masjid Istiqlal.
Tapi saya melihat prestasi itu saat di tengah kesibukannya berdakwah dan mengajar di Jakarta masih sempat kembali ke tanah kelahirannya di desa Ujung membangun pesantrennya sendiri.