Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

'Mobilitas Sosio-Spasial' - Reinterpretasi Perkeretaapian Trans-Sulawesi

Pengeporasian kereta api telah membuka babak baru struktur dan kultur mobilitas manusia (baca sosio-spasial) di Sulawesi.

Editor: Hasriyani Latif
dok pribadi
Sawedi Muhammad dan Buchari Mengge Dosen Departemen Sosiologi FISIP Unhas. Keduanya juga merupakan alumni Ateneo de Manila University. 

Dalam jaringan ruang dan sosial, agency tidak sekedar melakukan pergerakan ruang dan sosial, tapi dalam jaringan itu terjadi pertukaran (social exchange) baik langsung maupun tidak langsung.

Network akan bekerja jika terjadi pertukaran sosial dalam bebergai bentuk dan variasi - negotiated, resiprokal dan produktif.

Network akan bekerja maksimal jika mampu melahirkan pertukaran-pertukaran dinamis melampaui pertukaran-pertukaran negotiated, resiprokal dan produktif dalam mengalirkan sumberdaya dalam jaringan tersebut (generalised exchange).

Imajinasi sederhana, pedagang melakukan negotiated exchange melalui jaringan perdagangannya dengan melakukan transaksi jual beli.

Demikian pula halnya pengusaha melakukan pertukaran resiprokal dalam bentuk kerjasama investasi jangka pendek maupun panjang.

Para pejabat, penentu kebijakan, dan penguasa melakukan pertukaran poduktif dan reproduktif melalui jaringan birokrasi maupun jaringan pengusaha atau korporasi.

Demikian halnya agency yang melakukan peregerakan spasial melalui kereta api karena alasan sosial dalam bentuk jaringan keluarga, kekerabatan, kesukuan, juga melakukan perukaran-pertukaran sosial resiprokal maupun produktif.

Karena itulah perkeretaapian tidak sekadar untuk mobilitas sosio-pasial, tapi ia adalah bagian dari jaringan ruang dan sosial.

Oleh karenanya, penulis me-reinterpretasi tujuan kedua perkeretapian dengan menyebut “perkeretaapian untuk socio-spatial network”.

Perkeretaapian; Mobilitas dan Jariangan Sosio-Spasial

Interpretasi pertama dan kedua sangat penting dan krusial dalam kaitannya dengan tujuan perkeratapian, namun itu tidaklah cukup.

Kembali pada tujuan perkeretapian sebagiamana disebutkan dalam UU No. 23/2007, di sana terdapat kata ‘memperlancar’ perpindahan manusia dan barang.

Memperlancar karena perkeretaapian adalah medium transportasi “massal yang aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien”.

Jika kita kembali ke data jumlah penumpang kereta api Jabodetabek di atas yang mencapai 1.2 juta perhari, dan ada kecenderungan meningkat terus, maka sesugguhnya kereta api mampu memperlancar mobilitas dan jaringan sosio-spasial.

Bahkan Kementerian Perhubungan menargetkan capian penumpang perhari itu, akan terus meningkat hingga 2 juta penumpnag dalam 2-3 tahun mendatang (Kompas.com, 19/6/2022).

Target itu sangat beralasan mengingat pembangunan perkeretapaian terus berlanjut di Jabodetabek terutama MRT dan LRT.

Ini sekaligus menunjukkan, betapa pemerintah sangat menyadari bahwa perkeretaapian bertujuan untuk memperlancar mobilitas dan jaringan sosio-spasial.

Target ini tidak lepas dari kesadaran penduduk Jabodetabek yang semakin meningkat akan posisi kereta api dalam memperlancar mobilitas mereka.

Tidak sedikit warga Jabodetabek – terutama agency dengan posisi dan kelas sosial atas– menggunakan kereta api untuk mobilitas dan jaringan sosial mereka.

Terdapat kesadaran bahwa menggunakan tranportasi pribadi akan malahirkan mobilitas dan jaringan sosial dan ruang yang macet dan memacetkan (congested and congesting mobility and network).

Memperlancar mobilitas dan jaringan sosio-spasial bukanlah entitas tunggal jaringan Perkeratapian.

Perkeretaapian hanyalah bagian dari struktur dan kultur mobilitas sosio-spasial dalam ruang tertentu, di samping moda mobilitas ruang lainnya.

Jika kata memperlancar itu ditempatakan dalam kerangka mobilitas sosio-spasial, maka seharusnya moda mobilitas ruang lainnya menjadi bagian dari mobilitas yang memperlancar itu - bukan mobilitas yang memacetkan – congesting mobility.

Sebagai contoh, sistem moda transportasi Singapura adalah salah satu sistem mobilitas sosio-pasial terbaik di dunia.

MRT Singapura yang membentang kurang lebih sejauh 200 Km dengan 130 stasiun, mampu memfasilitasi para komuter dan sirkuler rata-rata 2,1 juta penumpang setiap hari (Statista.com 14/04/2022).

Sekitar 86 persen penumpangnya menyatakan kepuasan atas moda tersebut.

MRT Singapura tidak sekadar memanjakan penumpangnya dengan berbagai pelayanaan yang memuaskan terutama kenyamanan, keamanan, keselamatan, kebersihan dan keramahan.

Lebih dari itu MRT Singapura memanjakan para sirkuler dan komuternya dengan assesibilitas, konektifitas dan integrasi moda transportasi dan infrastruktur mobilitas dan jaringan ruang lainnya.

MRT Singapura terkoneksi dan terintegrasi langsung dengan Bandara Changi, kemudian menyusur dari pusat kota hingga daerah pinggiran kota (agglomeration).

Dengan mudah para sirkuler dan komuter mengakses fasilitas publik lainnya dalam Megacity Singapura.

Konektifitas dan integrasi perkeretapaian paling tidak terlihat mulai dari ketersediaan infrastruktur dan moda mobilitas menuju dan dari stasiun kereta.

Selanjutnya ketersediaan itu terhubung dari dan ke perkampungan, pusat niaga, pusat hiburan dan pusat kegiatan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan hub mobilitas dan jaringan ruang lainnya.

Jika ini terjadi maka akan terlihat integrasi moda mobilitas dan jaringan ruang, yang pada akhirnya akan memperlancar mobilitas dan jaringan sosio spasial dalam struktur sosial dan ruang.

Itulah yang menurut hemat penulis reinterpretasi ketiga tujuan perkeretaapian adalah memperlancar mobilitas dan jaringan sosio-spasial, melalui assesibilitas, konektifitas, dan integrasi perkeretaapian dalam mobilitas dan jaringan ruang dan sosial.

Simpulan: Kesiapan dan Tantangan

Selanjutnya bagaimana dengan perkeretaapian Trans-Sulawesi?

Akankah menjadi bagian dari mobilitas dan jaringan ruang dan sosial yang memperlancar arus sumber daya, kapital dan kekuasaan melalui pertukaran-pertukaran sosial produktif dinamis atas agen-agen sirkuler dan komuter dalam mobilitas dan jaringan ruang tersebut?

Jawaban dan sekaligus simpulan tulisan ini adalah perkeratapian Trans Sulawesi bertujuan untuk (1) mobilitas sosio-spasial, (2) jaringan sosio-spasial, dan (3) memperlancar socio-spatial mobility and network.

Menempatkan ketiga tujuan ini menjadi sangat penting dalam menghadapi dan menyambut babak baru sistem mobilitas dan jaringan keterhubungan ruang di pulau Sulawesi.

Perkeretaapian Trans-Sulawesi membutuhkan produksi dan reproduksi pengetahuan dan aksi nyata dan berkesinambungan.

Melalui berbagai kajian dan studi, terutama penyusunan kebijakan dan regulasi, reproduksi pengetahuan dapat terus berlanjut.

Penelitian mengenai kebijakan, regulasi, dan program yang terkait dengan aksesibilitas, konektifitas dan integrasi ruang sosial mobilitas dan jaringan sangat dibutuhkan.

Aksi-aksi nyata dalam bentuk regulasi dan pembangunan infrastruktur integrasi dan konektifitas dengan perkeretapian Trans Sulawesi, terutama sepajang jalur KA Trans-Sulawesi perlu menjadi perhatian para pemangku kepentingan di berbagai tingkatan.

Kebutuhan ini mendesak agar tercapai tujuan memperlancar pertukaran produktif yang dinamis melalui mobilitas dan jaringan sosial-ruang yang terus berkembang.

Melalui pertukaran dinamis dan produktif dalam mobilitas dan jaringan ini diharapkan akan mampu mencapai tujuan kehadiran perkeretaapian Trans-Sulawesi, yaitu “menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional”.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved