Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kilas Tokyo

Dua Sisi Riset

PERNAH menonton film A Beautiful Mind yang dirilis tahun 2001? Film yang mengantar Ron Howard merebut Piala Oscar sebagai Sutradara Terbaik.

Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
Muh Zulkifli Mochtar, doktor alumnus Jepang dan bermukim di Tokyo. Dia juga merupakan penulis tetap kolom Kilas Tokyo di tribun Timur. 

Muh Zulkifli Mochtar

Doktor alumnus Jepang dan bermukim di Tokyo

PERNAH menonton film A Beautiful Mind yang dirilis tahun 2001?

Film yang mengantar Ron Howard merebut Piala Oscar sebagai Sutradara Terbaik.

Aktris Jennifer Connelly juga merebut penghargaan Aktris Pendukung Terbaik Oscar 2002 lewat film ini.

Film mengisahkan perjuangan kehidupan dan kesungguhan meneliti didasarkan kisah nyata peraih Nobel Ekonomi bernama John Forbes Nash Jr.

Seorang ahli matematika jenius meraih Nobel Prize atas kontribusi geometri diferensial dan persamaan diferensial parsial.

Sayangnya, di usia 31 tahun John Nash mengidap skizofrenia paranoid, lalu masuk rumah sakit jiwa.

Apa hubungannya dengan Jepang?

Di era tahun1980 - 2000, Research and Development sangat kuat di negara ini.

Menurut data World Intelectual Property Organization, 31 persen penerima paten dunia berasal dari perusahaan Jepang.

Di masa itu, paten internasional Jepang lebih banyak berkaitan dengan teknologi terapan.

Ketika warga Amerika, Inggris, Perancis berjaya dalam peraihan Nobel, Jepang yang sangat digjaya di paten dan riset hanya punya tiga nama peraih Nobel dalam kurun 20 tahun periode 1980 – 2000, yakni Kenichi Fukui, Susumu Tonegawa, dan Kenzaburo Oe.

Ada yang salah?

Jepang tentu saja tidak ingin mendiamkan ini.

Jepang mencanangkan akan mencetak Nobel laureates sebanyak banyaknya.

Japan strive to improve strong global research achievement!

Lahirlah nation goal untuk mencetak banyak peraih Nobel kedepan di era PM Juinichiro Koizumi.

Peraih Nobel Jepang menanggapi target pemerintah dengan mengatakan bahwa untuk meraih Nobel memerlukan karakter berpikir berbeda.

Memerlukan mentalserendipity, yakni kenikmatan dan kesenangan hidup yang dalam untuk meneliti.

A way to stimulate creatifity of researcher.

Mental serendipitas ini tergambarkan jelas dalam profil John Nash dalam film A Beautiful Mind.


Setelah itu, memasuki abad ke-21, nama nama ilmuwan Jepang pun hampir setiap tahun menjadi langganan penerima Nobel.

Berturut turut Akira Yoshino tahun 2019 dalam bidang chemistry melalui penelitian lithium-ion batteries, Tasuku Honjo dalam bidang physiology or medicine tahun 2018, Yoshinori Ohsumi tahun 2016 dalam bidang physiology or medicine melalui penelitian tentang autophagy.

Tahun 2015, Jepang punya dua Nobel laureate bersamaan; Satoshi Ōmura dalam bidang Physiology or Medicine dan Takaaki Kajita dalam bidang physics.

Di tahun 2014 pun, dua ilmuwan Jepang Isamu Akasaki dan Hiroshi Amano meraih Nobel bidang Physics.

Hingga tahun 2021, sudah ada 25 peraih Nobel warga Jepang dan 4 orang kelahiran Jepang yang pindah kewarganegaraan.

Dalam bidang Natural Sciences, sejak abad 21, Jepang terbanyak meraih Nobel setelah Amerika.

Performance penelitian juga sangat dipengaruhi anggaran dana penelitian.

Menurut The Mainichi, Direktur NISTEP's Center for Science and Technology Foresight and Indicators Masatsura Igami menilai, lonjakan riset Tiongkok dipengaruhi peningkatan jumlah peneliti dan dana penelitian.

Tiongkok mempunyai 2,11 juta scientist saat ini dengan total expenditures R&D mencapai 514,8 miliar USD di tahun 2019.

Sementara Jepang punya anggaran terbesar ketiga di dunia mencapai 172,6 miliar USD senilai 3,2 persen dari total GDP.

Nobel meningkat, ternyata sisi performance riset di kampus Jepang terus menurun.

Untuk jumlah total academic papers di tahun 2019, Tiongkok di peringkat teratas dengan 353.174 papers, diikuti AS dengan 285.717, Jerman dengan 68.091 papers.

Jepang di tempat keempat dengan 65.742 papers penelitian.

Padahal hingga awal abad 21, jumlah papers Jepang selalu menduduki peringkat kedua setelah Amerika.

Berdasar Nature Index yang mengecek output 82 natural sciences journal, share Jepang turun 19,1 persen di tahun 2015 hingga 2021.

Pertambahan jumlah peneliti master dan doktor juga melambat dibanding negara negara maju lain.

Memang tidak semua tentang Jepang adalah good news!(*)

Baca berita terbaru dan menarik lainnya di Tribun-Timur.com via Google News atau Google Berita

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved