Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Prof Marzuki Nilai Kebijakan Mobil Listrik Jadi Kendaraan Dinas Belum Tepat Diterapkan, Alasannya?

Prof Dr Marzuki DEA menilai mobil listrik biasanya lebih mahal dari kendaraan dinas

Penulis: Rudi Salam | Editor: Waode Nurmin
YouTube Tribun Timur
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas Prof Marzuki DEA, saat menjadi narasumber di Forum Dosen beberapa waktu yang lalu. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kebijakan mobil listrik jadi kendaraan dinas pemerintah menuai banyak tanggapan dari berbagai pihak.

Salah satunya datang daru Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Marzuki DEA.

Sebagaimana diketahui, kebijakan tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpes) Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo Nomor 7 Tahun 2022.

Di dalamnya, diminta kendaraan dinas pemerintahan, baik pusat maupun daerah mulai menggunakan kendaraan listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) sebagai kendaraan dinas.

Prof Marzuki menilai kebijakan tersebut dimaksudkan untuk membantu agar penggunaan BBM dapat dikurangi.

Hal tersebut pun, kata dia, berangkat dari pemberian contoh nyata aparat pemerintah menerapkan kebijakan penghematan penggunaan BBM.

“Sehingga BBM oleh aparat pemerintah tidak menjadi salah satu sumber masalah salah sasaran penggunaan BBM bersubsidi khususnya. Karena ditengarai justru banyak kasus pengguna BBM bersubsidi adalah aparat pemerintah sendiri,” kata Prof Marzuki, saat dihubungi Tribun-Timur.com, Senin (19/9/2022).

Menurut Prof Marzuki, kebijakan pengalihan penggunaan mobil tersebut bukan hal yang mudah untuk segera diterapkan.

Implementasinya pun menurutnya bakal bertahap, mulai dari kelas kendaraan pejabat teras, dan seterusnya.

Masalah utamanya, lanjut Prof Marzuki, berada pada anggaran pengadaan mobil dinas baru tersebut yang biaya dinilai mahal.

“Karena kendaraan listrik tersebut rata-rata harganya jauh lebih mahal dari mobil kendaraan dinas biasa,” kata Prof Marzuki.

Prof Marzuki pun menilai kebijakan ini sebagai pemborosan di tengah kesulitan fiskal, sesuai yang dikatakan sendiri oleh pemerintah.

“Belum lagi bagaimana status dari kendaraan dinas yang sudah ada, yang merupakan aset pemerintah, apakah akan dijual murah atau gimana status nanti dalam pencatatan aset pemerintah,” jelas Prof Marzuki.

Dirinya pun berharap pemerintah berhati-hati mengimplementasi kebijakan tersebut. Pasalnya kebijakan itu dinilai belum tepat waktunya diambil.

“Kecuali memang ada mekanisme yang benar-benar dipertanggungjawabkan dari sisi bahwa kebijakan tersebut benar dapat menghemat anggaran,” harap Prof Marzuki.

“Kemudian benar-benar meknisme pembagian mobil dinas tersebut tepat sasaran sesuai rencana penghenatan anggaran,” sambung Prof Marzuki.

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved