Opini A Yahyatullah
Opini A Yahyatullah: Gerakan Mahasiswa, Hotel atau Jalanan
Ironisnya, di tengah-tengah aksi demonstrasi para mahasiswa juga, ternyata ada sekelompok lembaga kemahaiswaan memilih jalur diskusi di hotel.
Oleh: A Yahyatullah
Ketua BEM FEB Unismuh Makassar 2021-2022
TRIBUN-TIMUR.COM - Kenaikan BBM pada 3 September 2022 lalu memberi tanda bahwa Jokowi-Ma’ruf beserta kabinetnya tidak lagi memikirkan nasib rakyatnya.
Kita tahu, dampak dari kenaikan BBM ini pasti menjadi pemicu kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya dan akan dirasakan sangat memukul kehidupan masyarakat menengah ke bawah.
Hal lainnya, kenaikan BBM ini juga menandakan bahwa Jokowi-Ma’ruf beserta kabinetnya tidak memiliki sejumlah alternatif untuk menanggulangi devisiti APBN yang lebih banyak dipakai untuk menanggukangi beban utang dan bunga utang juga lebih memprioritaskan pembangunan IKN.
Hal ini tentu sangat meresahkan masyarakat. Sehingga, kenaikan BBM ini direspon oleh hampir semua pihak yang merasakan dampaknya, termasuk mahasiswa.
Baca juga: Opini Abustan: In Memoriam Sahabatku DR Hamzah Baharuddin
Respon atas kenaikan BBM ini menjadi perbincangan di internal mahasiswa dan lembaga kemahasiswaan.
Hal ini sebagai tanda bahwa mahasiswa masih menjadi bagian dari perjuangan atas ketidakadilan yang terjadi. Puluhan lembaga kemahasiswaan di Makassar merespon kenaikan BBM ini dengan turun ke jalan, bahkan ribuan, sehingga menimbulkan kemacetan yang sangat besar.
Ini menandakan sejumlah mahasiswa dan lembaga kemahasiswaan masih menjalankan fungsi pembelaannya atas kenaikan BBM ini.
Bagi sebagian mahasiswa menganggap bahwa kebijakan atas kenaikan BBM ini adalah jalan untuk berjuang sebab bagi mereka tidak ada titik kompromi mengenai kebijakan kenaikan BBM ini.
Mereka adalah elemen mahasiswa yang terdiri dari lembaga mahasiswa internal kampus seperti Badan Eksekutif Mahasiswa, termasuk beberapa OKP seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Himpunan Mahasiswa Islam, termasuk Ormas, dan sekelompok buruh juga turut serta berdemo menolak kenaikan BBM ini.
Ironisnya, di tengah-tengah aksi demonstrasi para mahasiswa juga, ternyata ada sekelompok lembaga kemahaiswaan yang lebih memilih jalur diskusi di salah satu hotel yang ada di Makassar.
Parahnya, ini menimbulkan pertanyaan besar, kenapa bisa lebih memilih jalur seperti itu, apakah panasnya aspal telah menyurutkan semangat perjuangan mereka sehingga lebih memilih tempat yang teduh untuk “berjuang”? Ada apa kira-kira? Bagu sebagian orang pasti beranggapan bahwa ini adalah sebagai titik kompromi dan mencari solusi atas kenaikan BBM ini, hal mana menimbulkan anggapan bahwa sekelompok mahasiswa dan lembaga kemahasiswaaan ini telah memberi dukungan atas kenaikan BBM ini. Ini tentu telah gerakan mahasiswa atas penolakan kenaikan BBM ini.
Dengan demikian, harapan besar rakyat melalui gerakan mahasiswa yang punya semangat Idealisme dan kekuatan massa yang besar, sudah sulit untuk diwujudkan.
Bagi mahasiswa dan lembaga kemahasiswaan yang melakukan kompromi atau lebih memilih jalan diskusi untuk mencari solusi dan mendukung kenaikan BBM merupakan hal yang menghianati amanah rakyat serta nama mahasiswa dan lembaga kemahasiswaan itu sendiri.
Artinya, hari ini, sekian persen mahasiswa itubhanya memperjuangkan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Bukan lagi atas nama rakyat. Lalu di mana rakyat bisa lagi berharap untuk memperjuangkan nasibnya?