Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tolak Kenaikan BBM

Harga BBM Naik, Masika ICMI Sulsel Kritik Kebijakan Jokowi: Mending Naikkan Cukai Rokok

 Andi Alfian Zainuddin mengatakan kenaikan harga BBM bersubsidi menambah beban masyarakat.

Penulis: Wahyudin Tamrin | Editor: Saldy Irawan
Dok Pribadi Andi Alfian Zainuddin
Ketua Masika ICMI Sulsel Andi Alfian mengatakan kenaikan harga BBM bersubsidi menambah beban masyarakat. Menurutnya, masyarakat saat ini sedang berusaha untuk pulih dari dampak pandemi Covid 19. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketua Majelis Sinergi Kalam (Masika) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Alfian Zainuddin turut menanggapi kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Andi Alfian Zainuddin mengatakan kenaikan harga BBM bersubsidi menambah beban masyarakat.

Menurutnya, masyarakat saat ini sedang berusaha untuk pulih dari dampak pandemi Covid 19.

Apalagi sebelum harga BBM naik, barang pokok juga terlebih dulu telah mengalami kenaikan harga.

Sementara upah minimum tidak naik.

Selain itu, Andi Alfian Zainuddin juga mengeluhkan pajak yang mengalami kenaikan.

Kemudian daya beli masyarakat masih tergolong rendah akibat dampak pandemi.

Begitupun dengan bensin jenis premium sudah ditiadakan.

"Sekarang pemerintah menaikkan lagi harga BBM yang cenderung tinggi. Itu membuat beban masyarakat menjadi bertambah," katanya.

Menurutnya, program BLT tidak cukup untuk menjaga daya beli masyarakat secara keseluruhan.

Di sisi lain, kata dia, evaluasi pelaksanaan program BLT masih carut marut.

"Beberapa waktu lalu minyak goreng langka di pasaran yang tentunya berdampak negatif terhadap pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat," ujarnya.

Ia meminta pemerintah untuk peka terhadap rentetan keadaan sebelumnya.

Bukannya terburu-buru untuk menaikkan harga BBM yang menurutnya sangat berdampak kepada masyarakat.

"Salah satu alternatif yang penting dalam mengurangi beban keuangan negara adalah dengan menaikkan cukai rokok dibanding menaikkan BBM subsidi," kata Andi Alfian Zainuddin

JOKOWI

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi.

Harga Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter (harga BBM naik).

Selain harga BBM Pertalite, ada kenaikan Solar bersubsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax non-subsidi dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter yang berlaku sejak Sabtu, 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.

Pengumuman harga BBM naik ini justru bertepatan saat harga minyak mentah dunia mulai perlahan mengalami penurunan.

Beberapa waktu lalu, harga minyak Brent yang jadi patokan global memang berfluktuasi, bahkan sempat berada di atas 100 dollar AS per barel, namun kini sudah turun di kisaran 90 dollar AS per barel.

 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif beralasan, penurunan harga minyak dunia tak bisa jadi tolak ukur dalam menentukan kebijakan harga BBM dalam negeri untuk jangka waktu panjang.

"Harga minyak memang turun naik tiap hari jadi memang tidak bisa dijadikan patokan untuk jangka panjang mengenai ketepatan alokasi subsidi ini (kebijakan BBM naik)," ujar Arifin, Minggu (4/9/2022).

Terlebih, harga Pertalite dan Solar yang merupakan BBM subsidi, lebih banya dikonsumsi kalangan masyarakat ekonomi mampu, terutama para pengguna mobil.

"Tadi disampaikan oleh Ibu Menkeu bahwa banyak dari masyarakat yang masih menggunakan BBM subsidi meskipun tergolong mampu. Ini tentu saja di lapangan sudah dilakukan akan dilakukan pengawasan-pengawasan," tambah Arifin.

Arifin Tasrif menyebut, Pertamina sedang menyiapkan sistem agar distribusi BBM bersubsidi dapat tepat sasaran. Tujuannya agar konsumsi Pertalite dan Solar bisa ditekan dan membatasi kalangan mampu mengakses kedua jenis BBM tersebut.

"Pertamina sedang menyiapkan sistem pengawasan pengaturan dengan digitalisasi. Diharapkan dengan metode ini, mekanisme ini kita bisa lebih mempertajam ketepatan pemanfaatan BBM subsidi ini untuk yang membutuhkan," kata Arifin.

Pemerintah diketahui telah mengalokasikan bantuan sosial sebesar Rp 24,17 triliun dari pengalihan subsidi BBM untuk bantuan sosial dalam tiga jenis bantuan.

Pertama, Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk 20,65 juta kelompok masyarakat sebesar Rp 150 ribu sebanyak empat kali, dengan total anggaran Rp 12,4 triliun. Kedua, bantuan subsidi upah sebesar Rp 600 ribu kepada 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan yang dibayarkan satu kali dengan anggaran Rp 9,6 triliun.

Ketiga, bantuan dari pemerintah daerah dengan menggunakan dua persen dari dana transfer umum yaitu Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil sebanyak Rp 2,17 triliun dalam rangka membantu sektor transportasi seperti angkutan umum, ojek, nelayan dan bantuan tambahan perlindungan sosial.

Adapun belanja subsidi dan kompensasi yang dikucurkan pemerintah hingga Agustus 2022 sudah mencapai Rp 502,4 triliun, yang terdiri dari subsidi energi Rp 208,9 triliun dan kompensasi energi sebesar Rp 293,5 triliun.

Saat ini, kuota salah satu komoditas energi bersubsidi itu ialah Pertalite, yang tersisa 6 juta kiloliter dari 23 juta kiloliter subsidi yang disepakati hingga akhir 2022.

Dengan sisa kuota tersebut, Pemerintah memperkirakan Pertalite subsidi akan habis pada Oktober 2022.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved