Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini M Ridwan Radief

Mewaspadai Panic Buying Mi Instan

Di tengah euforia masyarakat memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-77, kabar tak sedap datang dari mi instan yang dikabarkan akan naik.

DOK PRIBADI
M Ridwan Radief - Penulis opini Mewaspadai Panic Buying Mi Instan 

Oleh: M Ridwan Radief
Aparatur Sipil Negara Kabupaten Gowa

TRIBUN-TIMUR.COM - Di tengah euforia masyarakat memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-77, kabar tak sedap datang dari mi instan yang dikabarkan akan mengalami kenaikan harga hingga tiga kali lipat.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengingatkan adanya kemungkinan harga mi instan naik di pasaran sampai tiga kali lipat dalam waktu dekat.

Hal itu disebabkan karena ketegangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan gandum tidak bisa keluar negara. Jika pun gandum tersedia, bisa dipastikan harganya akan melambung tinggi karena menjadi rebutan banyak negara.

Jika dihitung-hitung, kenaikan harga mi instan tiga kali lipat bisa mencapai Rp9.000/bungkus. Jika dijual di kantin sekolah atau di kantor, sebungkus mi instan yang diseduh air panas mungkin akan mencapai Rp. 15.000. Ditambah sepiring nasi, harga bisa di kisaran Rp.20.000.

Harga yang cukup fantastis untuk sebungkus mi instan bagi saya dengan penghasilan sebagai seorang ASN. Bagaimana dengan mereka yang berpenghasilan rendah? Semoga saja tidak terjadi.

Masalah mi instan mungkin tidak seserius minyak goreng. Namun, tetap perlu diwaspadai sebab persoalan ini masuk ke dalam wilayah perut. Perut yang kosong tidak hanya mengganggu tidur seseorang tetapi menjadi sebab tersebarnya kejahatan.

Apalagi, mi instan bisa dikatakan makanan favorit masyarakat indonesia sejak zaman baheula. Ia tidak hanya dinikmati oleh masyarakat bawah tetapi juga banyak dinikmati kalangan menengah ke atas.

Berdasarkan World Instant Noodle Association konsumsi mi instan global mencapai 116,56 miliar porsi dan Indonesia berada di peringkat kedua dengan konsumsi 12,6 miliar porsi atau setara 10,84 persen konsumsi dunia di tahun 2020.

Hal-hal yang patut diwaspadai setelah tersebarnya isu kenaikan mi instan adalah aksi panic buying oleh masyarakat. Panic buying adalah pembelian secara berlebihan atau penimbunan suatu barang karena didasari rasa panik dan takut berlebih.

Tindakan membeli produk atau komoditas tertentu dalam jumlah besar ini karena ketakutan tiba-tiba akan kekurangan atau kenaikan harga pada barang tersebut (Perwitasari dalam tirto).

Panic buying di indonesia beberapa kali terjadi di dua tahun terakhir ini. Sejak pandemi, aksi panic buying pernah terjadi pada masker yang menyebabkan masker langka di pasaran.

Selain masker, panic buying juga terjadi pada hand sanitizer, pembersih pakaian, jahe merah, susu beruang hingga minyak goreng. Karena itu, pemerintah perlu mewanti-wanti aksi panic buying pada mi instan yang berpotensi mengakibatkan mi instan langka di pasaran.

Pertama, pemerintah daerah diminta aktif mengimbau masyarakat agar tidak khawatir dengan ketersediaan dan harga mi instan. Bersamaan dengan itu, pemerintah harus memastikan stok dan harga mi instan aman di pasaran.

Jika terjadi kelangkaan mi instan di pasaran, tentu akan merugikan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved