Opini Syamsul Arif Galib
Agama, Yang Suci dan Jebakan Merasa Diri Paling Suci
Agama dan kesucian adalah dua hal yang saling terkait. Faktor kesucian yang membedakan agama dengan hal lainnya yang bukan agama.
Mereka yang menganut iman yang samapun namun melaksanakan ritual yang berbeda bahkan akan dianggap salah.
Hal yang paling menghawatirkan dari perasaan paling suci adalah perasaan diri paling religious dan juga paling bermoral.
Perasaan semacama ini seringkali mengantarkan seseorang menjadi seorang moralis yang merasa bahwa moralitasnyalah yang paling benar dan seseorang yang berbeda dengannya bisa saja dianggap tidak bermoral sesuai dengan standar yang diyakininya.
Padahal, tentu akan tidak adil untuk menilai seseorang beretika atau bermoral menggunakan ukuran moralitas personal kita.
Jebakan merasa suci menjadikan seseorang yang merasa ibadahnya lebih banyak dari orang lain, akan memandang rendah orang yang mereka anggap memiliki intensitas ibadah yang kelihatannya lebih rendah.
Mereka yang menurutnya tidak memiliki intensitas beragama yang cukup akan dianggap tidak serius dalam beragama atau bahkan mempermainkan agama.
Hal yang paling menghawatirkan tentu saja bahwa jebakan merasa paling suci bisa saja menjadikan seseorang merasa menjadi wakil Tuhan yang paling layak di muka bumi dan dengan itu dia merasa merasa memiliki hak untuk mengadili orang lain.
Pada posisi ini, maka penting untuk mempertanyakan kembali tujuan beragama kita.
Apa alasan di balik kita beragama. Apakah kita beragama untuk menjadi baik atau kita beragama untuk merasa diri suci? (*)