Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Juanto Avol

Kurban dan Politik Korban

Mendayu-sayu suara takbir, begitu lirih dalam qalbu peserta haji. Mereka orang-orang pilihan Tuhan, sebagai barisan "jannah" kelak dikemudian hari.

DOK PRIBADI
Juanto Avol, Komisioner Bawaslu Gowa, Div. Pengawasan & Hubungan Antar Lembaga 

Oleh: Juanto Avol
Komisioner Bawaslu Gowa, Div. Pengawasan & Hubungan Antar Lembaga

TRIBUN-TIMUR.COM - Mendayu-sayu suara takbir, begitu lirih dalam qalbu peserta haji. Mereka orang-orang pilihan Tuhan, sebagai barisan "jannah" kelak dikemudian hari.

Predikat taqwa dan mabrur akan mereka emban, sebagai kesempurnaan rukun Islam yang kelima. Maka patutlah disukuri, tiket surga sudah di tangan, bagi mereka yang benar-benar amanah.

Di setiap momentum bulan haji, ummat selalu disuguhi nasihat-nasihat pengorbanan, ketulusan, keihklasan, dan kerelaan atas materi yang paling melekat didirinya. Belajar dari kisah nabi Ibrahim dan Ismail misalnya, akan selalu menjadi referensi, pemantik, contoh yang kekal termaktub dalam kitab suci Al Quran.

Ada tanya, tuluskah beliau, ikhlaskah kehilangan miliknya, atas apa yang teramat sangat dicintainya? Dalam dialog kenabian dan Rabb-nya QS. Ash Shaffat 102, bukankah Ismail satu-satunya anak sebagai karunia yang paling berharga dimiliki Nabi Ibrahim as.? Ya, sudah pasti. Bahkan tiada yang menandingi ketulusan dan kerelaan keluarga beliau.

Maka berangkat dari sejarah itulah, ketika bujuk rayuan iblis kepada istri dan anak nabi Ibrahim tiada mempan, Ismail kemudian malah melemparnya dengan batu kerikil. Lalu dikemudian hari, peristiwa inilah menjadi syarat rangkaian dalam berhaji, melempar jamrah.

Ketentuan dan makna kisah itu selalu menjadi pengingat, ada pesan moral disetiap jelang hari raya idul ad'ha. Di berbagai mimbar, ia menjadi seruan kebaikan dan penyemangat, agar ummat akhir zaman ini mau rela melepas apa yang menjadi hasratnya. Musti berani lantang menolak (melemparkan) tipu daya duniawi.

Untungnya dari kisah tersebut, kita tidak benar-benar harus menyembelih anak di setiap keluarga. Bayangkan repotnya, jika itu terjadi, saya pikir salah satu program pembatasan angka kelahiran Keluarga Berencana (KB) tidak akan pernah ada.

Malah dalam qur'an pun menyebutkan, anak adalah karunia, berkah sebagai rezeki yang paling berharga dilingkungan keluarga. Meski tak dipungkiri ada juga anak-anak manusia menjadi petaka berkawan syetan.

Di mimbar masjid atau forum keagamaan, para mufassir dan da'i tampil edukatif, mereka ikut andil mendorong kesadaran warga, mengajak do'a bersama untuk keselamatan jamaah haji yang melaksakan rukun Islam.

Ia tak lupa menerangkan makna qurban sebagai bentuk kepekaan, kepedulian rasa hormat terhadap sesama ummat.

Konon, di mimbar-mimbar suci itu, ada da'i yang menerjemahkan, menyembelih hewan kurban adalah simbol mengamputasi sifat-sifat kebinatangan dalam diri, membuang prilaku negatif yang melekat dalam jiwa manusia.

Namun di sisi lain, di luar sana terdengar mimbar yang tidak memaknai demikian, ia lebih mencerahkan nalar, mendorong ummat pada keihklasan melepas materi duniawi yang menyelimuti nafsu ambisi.

Korban Politisasi

Terlepas dari kedua pandangan-pandangan da'i, ummat memang sudah seharusnya lebih luas memaknai apa itu kurban. Ia bukan sekadar simbolis tahunan, namun sebagai spirit kedermawanan, mendorong prilaku pemberi atas sebagian harta-harta yang dimiliki, bahkan materi yang paling melekat sekali pun didiri kita.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved