Siapa Mathius Awoitauw? Bupati Berani Tantang Lukas Enembe Setelah Tolak DOB Papua, Bicara Fakta
Lukas Enembe menolak Keputusan Jokowi dan jajaran yang akan melakukan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Provinsi Papua.
Ia mulai masuk dunia politik sejak 2007 di mana ia menjadi Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Jayapura periode 2007-2012.
Sejak lama kala ia masih aktivis, ia memang mendukung peranan adat dalam pembangunan desa dan mendorong pengajuan perda mengenai sistem pemerintahan asli yang sudah diajukan drafnya sejak 2008.
Pada 2016, perda itu rampung. Ketika ia mencalonkan diri awal kalinya pada 2012, ia hanya diusung partai kecil dan kemudian menang.
Di kepemimpinannya, ia menaikkan anggaran untuk kampung adat dan menepati satu persatu janji kampanyenya tentang pemetaan wilayah dan pengakuan kampung adat.
Di masa kepemimpinannya, sudah ada 14 kampung adat yang sudah terbentuk, 24 dalam proses penataan, dan 35 masih dalam pengusulan.
Ia juga membuat program Distrik Membangun di mana distrik jadi pusat pelayanan publik, sehingga warga tak perlu repot-repot ke pusat kota.
Pemetaan partisipatif juga menjadi programnya agar menjadi jelas hal mengenai kepemilikan tanah. Selain itu juga, ia menggulirkan kebijakan sekolah berpola asrama dan pengembangan pendidikan vokasi.
Pada 5 Januari 2021, di Hotel Suni Garden Sentani, Jayapura, ia merilis buku berjudul ‘Kembali ke Kampung Adat : Meniti Jalan Perubahan di Tanah Papua' yang tebalnya 180 halaman dan diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta.
Sebagai penulis buku, Mathius Awoitauw menceritakan awal mula muncul gagasan menulis buku ini tidak lepas dari pengalamannya sekitar 27 tahun menekuni bidang pemberdayaan masyarakat.
Kemudian ditambah dengan pengalamannya memimpin Kabupaten Jayapura pada periode pertama, dan kini berlanjut untuk periode yang kedua.
“Tampaknya ada benang merah, ketika akhirnya saya merefleksikan secara sangat mendalam praktek pembangunan yang ada di tanah Papua selama puluhan tahun bukan saja pembangunan dalam arti tata kelola pemerintahan dan masyarakat, tetapi terutama pembangunan manusia Papua," ujar Mathius saat peluncuran buku.
Ia menjelaskan, terasa ada yang “hilang’ dari seluruh perjalanan orang Papua selama bertahun-tahun, dan ia pun menemukan itu di dalam ‘tercerabutnya anak-anak Papua dari akar budayanya.
"Sehingga bicara tentang kampung adat sebenarnya adalah bicara tentang bagaimana mengembalikan sesuatu yang hilang dari orang-orang Papua,” kata Mathius.
Selain itu, kata Mathius, gagasan Kembali ke Kampung Adat merupakan bentuk Restorasi Pembangunan di Papua.
Bagi Mathius, praktik dan pola pembangunan yang ada di Papua selama ini makin membuat anak-anak Papua ‘Terasing’ dari akar budayanya sendiri.