Opini Tribun Timur
Tanggung Jawab Profesor Doktor
Profesor atau Guru Besar adalah jabatan fungsional tertinggi seorang dosen yang aktif mengajar dan riset di sebuah perguruan tinggi (PT) negeri
Oleh: Ahmad AC
Dosen PPS Unismuh & Insinyur Profesional Madya–Unhas /PII
Profesor atau Guru Besar adalah jabatan fungsional tertinggi seorang dosen yang aktif mengajar dan riset di sebuah perguruan tinggi (PT) negeri atau swasta.
Untuk meraih gelar profesor, butuh perjuangan yang cukup berat dengan mengumpulkan minimal 850 nilai kum.
Nilai kum berasal dari bidang; pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat dan unsur penunjang.
Pendidikan dan Pengajaran terdiri dari unsur; memiliki ijazah S3, penerbitan buku ajar, aktip mengajar dan menguji; skripsi, thesis, disertasi.
Unsur Penelitian terdiri dari; penelitian, penerbitan jurnal nasional dan internasional bereputasi dan menerbitkan buku referensi ber-ISBN.
Unsur Pengabdian Masyarakat terdiri dari; Pelatihan dan pengembangan ketrampilan masyarakat, ceramah dan kepemimpinan di tengah masyarakat dan Unsur Penunjang terdiri dari; kepanitiaan dalam aktifitas kampus dan aktif mengikuti seminar dan pelatihan serta berprestasi di bidang; olah raga dan seni/sastra.
Profesor terbagi dua kategori yaitu: Profesor yang menjabat sebagai dosen tetap.
Didapatkan berdasarkan prestasi akademik dan ilmiah yang dirintis sekian lama di kampus.
Profesor Kehormatan (HC: Honoris Causa) yang diberikan oleh perguruan tinggi yang telah terakreditasi A atau Unggul, kepada seseorang yang dianggap berprestasi luar biasa dibidangnya.
Profesor Kehormatan harus dilekatkan HC pada gelarnya untuk membedakan dengan Profesor Akademik.
Namun apa pun kategori profesor seseorang, mereka mengemban fungsi sebagai penjaga akademik dan nilai-nilai ilmiah (the guardian of academic and scientific values).
Sedangkan Doktor adalah lulusan jenjang pendidikan formal tertinggi seorang dosen atau praktisi. Untuk mencapainya juga dibutuhkan perjuangan yang cukup berat.
Tenaga, waktu, pikiran dan dana yang cukup besar untuk meraihnya.
Apalagi jika tidak didukung beasiswa dari kampus atau lembaga lain dan pemerintah, maka dapat dipastikan mahasiswa yang mengikuti pendidikan doktor akan berjuang keras untuk mewujudkan harapannya.
Karena hanya dengan menyandang gelar doktor, seorang dosen akan mampu mewujudkan cita-citanya menjadi seorang profesor.
Dengan gelar doktor juga, dosen mempunyai otoritas yang tinggi dalam menguji skripsi, tesis dan disertasi mahasiswa serta mengikuti ajang penelitian skala nasional dan internasional.
Tanggung Jawab Ilmiah
Mengapa jabatan profesor dan doktor penting? Karena mereka adalah komunitas yang sangat menentukan dalam proses akreditasi dan kewibawaan sebuah perguruan tinggi.
Tanpa jumlah profesor dan doktor yang cukup pada sebuah PT, maka dapat dipastikan jurusan/fakultas dalam PT tidak akan mendapatkan akreditasi A atau Unggul dari Kemdikbudristek/Pemerintah.
Sedangkan bagi calon mahasiswa dan masyarakat, status akreditasi (A, B dan Unggul) menjadi jaminan dan “brand image” untuk mendaftar di PT tersebut.
Persoalannya adalah apakah pengelola perguruan tinggi cukup menghargai perjuangan para profesor dan doktor mereka atau hanya sekedar membutuhkan untuk kepentingan akreditasi dan kewibawaan PT?
Selain tanggung jawab administrasi dan institusi di atas, para professor-doktor juga dituntut senantiasa melakukan penelitian untuk pengembangan Iptek.
Karena persoalan besar bangsa ini salah satunya adalah kontribusi hasil riset perguruan tinggi terhadap kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat belum terlalu signifikan.
Para profesor dan doktor sebagai ilmuwan dan komunitas inti perguruan tinggi, dituntut melakukan riset sesuai kebutuhan masyarakat.
Misalnya tentang benih dan bibit unggul pertanian, energi hijau, pariwisata yang sesuai tradisi dan kondisi alam setempat, teknologi pengolahan hasil pertanian dan perkebunan yang berdaya saing ekspor serta teknologi pengolahan dan penangkapan hasil laut yang sangat dibutuhkan nelayan tradisional.
Juga penelitian ilmu sosial dan humaniora yang harus bisa membangkitkan etos kerja, budaya, politik dan moralitas bangsa.
Kendala tersebut tentu bukan tanggung jawab para profesor dan doktor perguruan tinggi semata.
Namun regulasi pemerintah pusat tentang link and match atau kerjasama perguruan tinggi dan dunia industri/swasta harus kembali ditekankan.
Termasuk masalah dana penelitian yang berasal dari; hibah internal, pusat dan konsorsium dunia industri, agar terus ditingkatkan.
Bukan saatnya lagi dunia industri hanya mengadopsi teknologi import, tetapi mulai bekerja sama atau berkolaborasi dengan perguruan tinggi yang dihuni para profesor dan doktor yang memiliki penelitian dan hak paten yang bereputasi nasional dan internasional.
Begitulah beratnya tanggung jawab menyandang gelar Profesor Doktor apalagi kalau pada saat bersamaan juga memegang jabatan sebagai Rektor!(*)