Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Muhammad Fauzi

Reformulasi dan Reorientasi Pengaderan HMI

Presidium MW KAHMI Sulsel dan Anggota Komisi V DPR RI, Muhammad Fauzi menganggap HMI menjadi kawah candradimuka dalam mencetak insan akademis.

Editor: Muh Hasim Arfah
dok Muhammad Fauzi
Presidium MW KAHMI Sulsel dan Anggota Komisi V DPR RI, Muhammad Fauzi 

Oleh Muhammad Fauzi

Presidium MW KAHMI Sulsel dan Anggota Komisi V DPR RI

Nama Cak Nur nyaris tidak pernah absen di dalam proses kaderisasi. Saat LK I, pemateri acapkali menceritakan kiprah mantan Ketum PB HMI itu. Termasuk pemikiran-pemikirannya.

Pemikiran Cak Nur memang melampaui zamannya. Visioner. Relevan dengan kondisi hari ini.

Tak heran apabila banyak yang merujuk dan mengadopsinya. Termasuk figur-figur di luar HMI. Dia bahkan disandingkan dengan Gus Dur.

Dus, romantisme atas kebesaran Nurcholis Madjid, nama lengkap Cak Nur, terus "didaur ulang" sampai sekarang.

Lantas, seberapa banyak kader yang menapaki jalannya?

Baca juga: Legislator Komisi V DPR RI Muhammad Fauzi Minta Kereta Api Sulsel Selesai Tahun 2022

Tujuh Presidium KAHMI Sulsel menggelar rapat perdana di Tana Mera, Jl AP Pettarani, Makassar Jumat (28/1/20222).
Tujuh Presidium KAHMI Sulsel menggelar rapat perdana di Tana Mera, Jl AP Pettarani, Makassar Jumat (28/1/20222). (dok kahmi sulsel)

Nyaris setiap pekan sepanjang tahun, LK I–ajang melipatgandakan kader–terus berlangsung. Kerja-kerja kaderisasi tidak pernah kering sekalipun di tengah pandemi.

Proses penggemblengan menghasilkan banyak kader HMI yang menjadi pesohor, termasuk mengisi pos-pos strategis, tidak dapat dinafikan. Jumlahnya mungkin ribuan.

Sayangnya, setelah lebih dari 16 tahun Cak Nur berpulang, tak banyak kader HMI yang dapat melanjutkan kiprahnya.

Ada pun masih dapat dihitung jumlahnya. Endang Saifuddin Anshari, Mahmum Djunaidi, Agussalim Sitompul, Fachry Ali, Yudi Latief, dan Alfan Alfian, misalnya.

Nama-nama yang beredar selalu berotasi di situ-situ saja. Kita besar secara statistik, tetapi kering kerontang dalam isi.

Apabila menurut ke belakang, ini tidak lepas dari perjalanan kaderisasi. Banyak kader yang "dilepas" bahkan berkembang sebelum proses kaderisasinya tuntas, kafah.

Dampaknya, kemandirian sulit tercapai karena minimnya penghargaan pada proses.

Merencanakan hingga mengadakan aktivitas keorganisasian–di luar agenda wajib kaderisasi dan pergantian pengurus–pun akhirnya menjadi "barang mewah". Kalaupun ada cenderung monoton.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved