Opini Tribun Timur
Jurnalisme Utuh
Barangkali Tribun Timur hadir di saat yang tepat, ketika orang-orang tak sekadar dahaga kabar, tetapi juga memerlukan sikap jelas sang produsen kabar
Oleh: Abdul Karim
Majelis Demokrasi & Humaniora
Barangkali Tribun Timur hadir di saat yang tepat, ketika orang-orang tak sekadar dahaga kabar, tetapi juga memerlukan sikap jelas sang produsen kabar tentang apa yang dikabarkan dan tentang kepada siapa kabar itu ditaburkan.
Memasuki usia ketujuh reformasi, koran ini muncul merasuki nalar publik.
Kehadirannya tak didahului dengan survey sebagaimana halnya kandidat pilkada dan pilpres.
Tribun Timur meluncur begitu saja dari arah timur Negeri bagai bayi yang lahir dikala listrik padam.
Di zaman itu, demokratisasi sebagai buah manis reformasi masih gelap tak bercahaya. Apalagi reformasi sebagai induk, juga masih sangat belia.
Di zaman itu, orang-orang memburu kabar. Kabar bagai kebutuhan hidup. Apalagi masyarakat terpelajar, kabar laksana makanan yang diperlukan tubuh saban hari.
Di zaman itu, kabar mengungguli warkop.
Saya ingat betul bagaimana itu terjadi di lapis mahasiswa dan dosen. Di depan kampus IAIN Alauddin Makassar, di kawasan Jalan Sultan Alauddin, ada sebuah kios PKL yang menjajakan aneka koran dan majalah.
Kios itu terbuka setiap jam 08.00 pagi hingga jam 22.00. Pelanggann umumnya mahasiswa dan beberapa dosen muda.
Kios itu benar-benar menjual kabar. Orang-orang yang datang tak hanya untuk membeli koran, tabloid atau majalah lantas berlalu.
Tetapi pelanggan yang datang disana, berkerumun membaca majalah, koran, atau tabloid sesuai selera.
Tarifnya, seribu rupiah setiap koran/tabloid yang dibaca. Kalau majalah, tarifnya di atas lebih mahal dari koran/tabloid.
Itu menandakan, kabar benar-benar diincar warga. Dalam suasana begitulah, Tribun Timur hadir.