TNI
Kalahkan Jenderal, Kas Mayjen Maruli Simanjuntak Lebih Banyak Ketimbang Aset Tanah dan Bangunannya
Calon Pangkostrad Maruli Simanjuntak menjadi salah prajurit TNI terkaya saat ini dengan kekayaan menembus Rp51 miliar.
TRIBUN-TIMUR.COM- Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Maruli Simanjuntak menjadi salah satu calon Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat ( Pangkostrad ).
Tak hanya Maruli, ada juga Mayjen Agus Subiyanto (Pangdam III/Siliwangi), Mayjen I Nyoman Cantiasa (Pangdam XVIII/Kasuari), dan Mayjen Teguh Pudjo Rumekso (Pangdam Mulawarman).
Belakangan muncul harta kekayaan para calon Pangkostrad ini.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah, Mayjen TNI Maruli Simanjuntak.
Kekayaan menanantu Luhut Binsar Pandjaitan ini menembus Rp51 miliar.
Sumber kekayaan terbesarnya berasal dari sembilan bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Bandung dan Bogor, Jawa Barat; Jakarta Selatan; serta Badung dan Buleleng, Bali senilai Rp16.763.192.000.
Baca juga: Jenderal Maruli Simanjuntak Disebut Punya Faktor Lain Jika Dipilih Pangkostrad, Senior Bisa Kalah

Juga, kas dan setara kas miliknya yang mencapai Rp17.346.120.333.
Kekayaannya pun mengalahkan tiga jenderal bintang 4 selevel KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, KSAL Laksamana Yudo Margono dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo.
Bahkan, hanya nilai aset tanah dan bangunan sudah mengalahkan kekayaan ketiga perwira bintang empat ini.
Mengapa Pangkostrad Strategis?
Jabatan Pangkostrad adalah salah satu jabatan strategis di TNI AD.
Saat ini, Kostrad memiliki tiga divisi.
Salah satu divisi Konstrad berada di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Baca juga: Kekayaan Calon Pangkostrad Mayjen Maruli Simanjutak Kalahkan KSAD, KSAU, dan KSAL
Kostrad ini, dalam awal pembentukan adalah satuan militer yang bersifat mobil berkemampuan Linud yang siap tempur menjalankan tugas di seluruh tanah air, maka dibentuklah Cadangan Umum AD, dimana gagasan dan ide ini keluar dari Kasad Jenderal AH Nasution pada tahun 1960, dan sebagai realisasi dari gagasan ini, maka keluarlah skep Kasad No. KPTS.1067/12/1960 tgl. 27 Desember 1960.
Gagasan itu mempunyai latar belakang yang sangat mendesak, terutama karena keterkaitannya dengan masalah Irian Barat yang pada waktu itu masih menjadi sengketa dengan Belanda.