Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Matahari Buatan

Matahari Buatan China Berhasil Diluncurkan, Panasnya Lima Kali Lebih Besar dari Matahari Asli

Ilmuwan Tiongkok berhasil menciptakan matahari buatan yang panasnya lima kali lebih besar dari matahari asli.

Editor: Muh. Irham
int
Ilustrasi perbandingan matahari buatan China dengan matahari yang asli 

TRIBUN-TIMUR.COM - Ilmuwan Tiongkok berhasil menciptakan matahari buatan yang panasnya lima kali lebih besar dari matahari asli.

Penasaran dengan penampakannya?

Melansir dari South China Morning Press, penelitian ini dilakukan di Experential Advanced Superconducting Tokamak (EAST), fasilitas reaktor nuklir.

Proyek matahari buatan tersebut dimulai sejak 2006 lalu, dan telah menghabiskan biaya 701 juta poundsterling atau setara Rp13,5 triliun.

Proyek matahari buatan tersebut telah menciptakan rekor dengan panas setinggi 70 juta derajat celsius selama 1.056 detik, atau 17 menit, 36 detik.

Padahal matahari yang asli sendiri hanya memiliki panas sekitar 15 juta derajat pada intinya.

Berarti ini lima kali lebih panas.

“Operasi baru-baru ini meletakkan dasar ilmiah dan eksperimental yang kuat untuk menjalankan reaktor fusi,” kata Peneliti dari Institut Fisika Plasma Akademi Ilmu Pengetahuan China, Gong Xianzu.

Baca juga: Penemuan Abad 21 Matahari Buatan China Menghentak Dunia, 10 Kali Lebih Panas Inti Bumi

Sedangkan Direktur Institut Fisika Plasma, Song Yuntao menegaskan ekspreimen ini sekali lagi menantang rekor dunia.

“Kami telah memvalidasi teknologi secara komprehensif, mendorongnya menjadi langkah maju yang besar dari penelitian dasar hingga aplikasi Teknik,” tuturnya.

Pada Mei lalu, matahari buatan telah membuat rekor dengan suhu 120 juta derajat celsius selama 101 detik.

Foto dokumen yang diabadikan pada 19 Juli ini memperlihatkan para staf Southwestern Institute of Physics di <a href='https://makassar.tribunnews.com/tag/china' title='China'>China</a> National Nuclear Corporation (CNNC) sedang bekerja di lokasi instalasi HL-2M Tokamak, matahari buatan generasi baru milik <a href='https://makassar.tribunnews.com/tag/china' title='China'>China</a>, di Chengdu, Provinsi Sichuan, <a href='https://makassar.tribunnews.com/tag/china' title='China'>China</a>. HL-2M Tokamak mulai dioperasikan pada Jumat (4/12/2020) dan berhasil melakukan pelepasan plasma pertamanya, menurut CNNC.

Matahari buatan ilmuwan Tiongkok

Song Yuntao pun berharap eksperimen ini bisa menghasilkan tenaga listrik pada tahun 2040.

Baca juga: Membelot ke Amerika, Ilmuwan China Siap Bongkar Sumber Virus Corona yang Ditutupi Rezim Komunis

Dengan begitu akan membantu memanfaatkan kekuatan fusi nuklir, yang membawa manusia selangkah lebih dekat untuk menciptakan energi bersih tak terbatas.

“Lima tahun dari sekarang, kami akan mulai membangun reaktor fusi, yang akan membutuhkan pembangunan lagi selama 10 tahun,” ujarnya.

“Setelah itu dibangun, kami akan membangun pembangkit listrik dan mulai menghasilkan listrik sekitar 2040,” tambah Song.

Mengenal Matahari Buatan Milik China

Reaktor fusi nuklir yang disebut China sebagai 'matahari buatan' berhasil dinyalakan untuk pertama kalinya. Seperti dikabarkan media pemerintah setempat dan dilansir dari AFP, pada Jumat (4/12/2020), keberhasilan tersebut menandai kemajuan besar penelitian tenaga nuklir di negeri Tirai Bambu ini.

Reaktor yang disebut HL-2M Tokamak itu merupakan perangkat penelitian eksperimental fusi terbesar dan tercanggih di China.

Baca juga: Jangan Asal Beli, Kenali Kelebihan dan Kekurangan Kendaraan Tenaga Surya

Seperti diberitakan Kompas.com, Senin (7/12/2020), perangkat tersebut diharapkan berpotensi membuka sumber energi bersih yang kuat.

Para ilmuwan mengungkapkan bahwa reaktor fusi nuklir tersebut menggunakan medan magnet yang kuat untuk memadukan plasma panas yang dapat mencapai suhu hingga lebih dari 150 juta derajat Celcius, seperti dikabarkan surat kabar People's Daily.

Dengan demikian, artinya panas yang dihasilkan oleh reaktor tersebut sekitar 10 kali lebih panas dari inti matahari yang suhunya bisa mencapai sekitar 15 juta derajat Celcius.

Tak heran apabila reaktor yang berada di Provinsi Sichuan itu kemudian dijuluki sebagai 'matahari buatan'. Bagi China, reaktor HL-2M Tokamak ini dapat membantu mereka mencapai target produksi energi fusi yang akan dikomersialkan pada tahun 2050.

Lantas apa itu fusi nuklir dan apa manfaatnya?

Personel teknis memeriksa perangkat <a href='https://makassar.tribunnews.com/tag/fusi-nuklir' title='fusi nuklir'>fusi nuklir</a> HL-2M <a href='https://makassar.tribunnews.com/tag/china' title='China'>China</a>, yang dikenal sebagai matahari buatan, di laboratorium penelitian di Chengdu, Provinsi Sichuan, <a href='https://makassar.tribunnews.com/tag/china' title='China'>China</a>, pada Jumat (4/12/2020). <a href='https://makassar.tribunnews.com/tag/china' title='China'>China</a> berhasil menyalakan matahari buatan untuk pertama kalinya, menandai kemajuan besar dalam kemampuan penelitian tenaga nuklir negara itu.

Dilansir dari South China Morning Post (SCMP), fusi nuklir adalah sumber energi bintang. Akan tetapi untuk menciptakan kembali proses itu di Bumi dan menjaganya agar tidak meledak adalah tantangan yang serius.

Sebab, gas panas yang dibentuk oleh fusi atom dapat membakar atau melelehkan semua yang tersentuh.

Sedangkan reaksi nuklir menghasilkan sejumlah besar partikel berkecepatan tinggi yang dapat merusak bangunan atau jaringan manusia jika tidak memuat dengan benar.

Kendati demikian, terlepas dari tantangan serius ini, China dapat melanjutkan pembangunan China Fusion Engineering Test Reactor (CFETR) paling cepat tahun depan.

Pembangunan reaktor eksperimental tersebut membutuhkan waktu setidaknya 10 tahun. Reaktor ini akan menggunakan medan magnet yang sangat kuat untuk menampung gas atau plasma panas.

Tantangan serius pengembangan 'matahari buatan' Dibangunnya CFETR bertujuan untuk memecahkan masalah teknik yang terlibat dalam pembangunan pembangkit listrik komersial.

Di antaranya digunakan seperti untuk menjaga gas panas tetap menyala selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, serta struktur bangunan yang cukup tahan lama untuk menampungnya.

Kendati demikian, proyek ambisius Negeri Panda tersebut menghadapi dua ketidakpastian. Pertama, para ilmuwan tidak mengetahui berapa lama bisa menjaga reaktor itu tetap menyala.

Baca juga: Anda Berada di Wilayah ini? Bisa Lihat Gerhana Matahari Total Terjadi 4 Desember 2021, Ini Waktunya

Reaktor komersial perlu dijalankan bertahun-tahun bahkan hingga puluhan tahun. Oleh karena itu, para peneliti mencoba menemukan solusi itu di Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST) di Hefei.

Ketidakpastian lainnya terkait panas dari 'matahari buatan' tersebut. Pabrik fusi komersial harus beroperasi minimal 10 kali dari suhu inti matahari.

Reaktor HL-2M mampu mencapai panas hingga 200 derajat Celcius dan merupakan satu-satunya fasilitas di China yang mampu mensimulasikan panas tersebut.    

Bersama dengan EAST, maka fasilitas baru ini dinilai dapat membantu para ilmuwan fusi China untuk mencoba memecahkan sejumlah tantangan besar untuk CFETR yang diharapkan dapat mulai beroperasi pada tahun 2035.

Ilmuwan utama proyek reaktor fusi nuklir HL-2M, Zhong Luwu dari Southwestern Institute of Physics mengatakan pada China National Radio, bahwa perangkat tersebut menggunakan beberapa teknologi paling canggih yang ditemukan di China.

Zhong mengatakan bahwa HL-2M dapat menahan pemboman berulang oleh partikel limbah yang dapat dihasilkan oleh gas panas, yang membawa energi dalam jumlah besar.

Akan tetapi, profesor fisika nuklir, Wang Yugang, dari Peking University mengatakan beberapa partikel radioaktif yang dihasilkan oleh reaksi fusi nuklir tidak dapat dibendung oleh medan magnet HL-2M.

"Tidak apa-apa untuk dioperasikan dalam jangka pendek," kata Wang.

Dia menambahkan bahwa tidak ada bahan buatan manusia yang dapat menahan kerusakan kumulatif dari partikel subatom selama beberapa tahun atau dekade.

"Butuh waktu lama untuk menemukan (bahan yang tepat," imbuh Wang. Energi fusi nuklir telah lama diharapkan dapat mengatasi masalah kekurangan energi, yang secara teori, hidrogen dari air laut dapat digunakan sebagai bahan bakar.

Untuk diketahui, pengembangan fusi nuklir sebagai sumber energi alternatif telah dimulai sejak tahun 1960-an hingga 1990-an.

Sejumlah penelitian fusi telah dibangun di seluruh dunia, tetapi dalam beberapa dekade terakhir, fasilitas baru yang bertambah hanya sedikit, karena kurangnya kemajuan dan memudarnya harapan itu.

Selain China, proyek eksperimen reaktor fusi nuklir terbesar di dunia, yakni proyek ITER, sebelumnya adalah International Thermonuclear Experimental Reactor di Perancis selatan, mengalami penundaan yang parah.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved