Tribun Makassar
Nenek Nuriyah Bubun Ogah Ngemis, Pilih Jual Sayur Meski Tuli dan Susah Jalan
Sayur itu dibelinya di Pasar Terong, jaraknya sekitar 3,9 Km dari Asrama Paldam.
Penulis: Sukmawati Ibrahim | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tubuhnya mulai mengecil dan bungkuk.
Kulitnya keriput menandakan usianya telah senja.
Nenek Nuriyah Bubun (79), usianya tiga tahun tiga bulan saat Indonesia merdeka.
Pahit asam manis hidup sudah dirasakan.
Beberapa krisis di Indonesia bahkan sudah dilaluinya.
Hingga kini, krisis karena pandemi Covid-19 pun masih dialaminya.
Tapi, perempuan asal Buntu Burake, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan ini tak pernah menyerah.
Sinar matanya memancarkan semangat.
Senyuman di bibirnya tampak menyejukkan.
Terlebih saat ia memperlihatkan giginya yang sudah copot.
Sesekali ia menggoda saat tribun-timur.com menemuinya di emperan Jl Urip Sumiharjo, Makassar, Sulawesi Selatan.
Tepatnya di depan Asrama Peralatan Kodam (Paldam) XIV Hasanuddin.
Jaraknya sekitar 230 meter dari Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan.
"Di fotoka', nanti naliat cowok-cowok Jepang," katanya sambil terkekeh, Senin (11/10/2021).
Tangannya tampak memegang tongkat.
Ia mengakui, jika tak ada tongkat bambu itu Nenek Nuriyah tak mampu lagi berjalan.
Ia duduk di kursi plastik mini berwarna pink.
Saat diajak ngobrol, ia selalu mendekatkan telinganya.
"Saya tuli," katanya.
Tak jauh dari tempatnya ada gerobak yang warnanya tampak mulai pudar.
Sedangkan di depannya, berjejer sayur dagangannya.
Yup, nenek tiga anak ini berjualan sayur di emperan jalan.
Ada banyak jenis sayur segar dijajakannya.
Mulai kangkung, jagung kuning, pare, timun, sawi, hingga bawang putih dan cabe.
Ia berharap pengguna jalan yang melintas bisa mampir membeli dagangannya.
"Dari pada mengemis, mending jualan," ucapnya.
Sayur itu dibelinya di Pasar Terong, jaraknya sekitar 3,9 Km dari Asrama Paldam.
"Saya beli di pasar diantar anakku, lalu pulang bersihkan lagi dan jual di sini," ungkapnya.
Ia mengaku, setiap hari pukul 06.00 pagi belanja di pasar.
"Kecuali Minggu tidak, karena saya ke gereja Ibadah," katanya.
Meski tua renta, Nuriyah tak ingin absen beribadah.
"Jadi jam 8 pagi sampai jam 6 sore di sinimi jualan," sebutnya.
Untuk penghasilan per hari, Nuriyah kadang untung Rp 30 ribu, Rp 40 ribu.
"Kalau banyak beli, untungku bisa sampai Rp 50 ribu," katanya.
Itupun, hanya kadang-kadang.
Tergantung kemurahan hati pengguna jalan membeli sayurannya.
Tua renta dan nyaris tak berdaya, istri pensiunan tentara berpangkat sertu ini kerap kali mendapat kesulitan.
Seringkali diperingati pindah dan tak berjualan di depan Asrama Paldam.
"Katanya tidak enak dipandang. Apalagi kalau ada tamu," ujarnya sembari membetulkan posisi penutup kepalanya.
Akhirnya ia pun pindah lokasi, agar sedikit terlindungi dari pandangan tamu-tamu Paldam.
"Kalau ditegur propos yah pindah lagi," katanya.
Sebenarnya, Nenek Nuriyah dulu jualan sayur dan kue keliling.
Namun, sejak tahun 2019 lalu ia mulai sulit berjalan.
Agar tetap ada penghasilan ia terpaksa duduk di emperan jalan.
Untuk tempat tinggal, saat ini ia masih menumpang di Asrama Paldam Hasanuddin.
Dulunya, ia memang tinggal di sana.
Tepatnya sejak menikah di tahun 1975.
Suaminya kala itu, lebih dulu tinggal di asrama.
Bapak dari anak-anaknya salah satu anggota tentara yang berhak mendapatkan fasilitas tempat tinggal di sana.
Sayangnya, semasa hidupnya sang suami kerap berjudi.
Belum sempat membeli sebidang tanah untuk Nuriyah dan ketiga anaknya, ia meninggal di tahun 1999.
"Akhirnya masih numpang sampai sekarang, tapi sudah sering diperingati agar pindah," ucapnya.
Nuriyah dan anaknya diperingatkan pindah sejak tahun 2006.
Informasinya, Asramanya Paldam akan dibangun.
"Belum pindah karena belum ada pembangunan," ucapnya.
Ia mengaku telah berbesar hati untuk pindah jika memang dari pihak asrama memintanya.
"Meski belum tahu mau ke mana, tapi kalau memang sudah dibangun yah kami pindah," tuturnya. (*)
Laporan Wartawan Tribun Timur @umhaconcit