Khazanah Islam
AG KH Muh Yunus Martan: Kiai Pesantren Pertama Pencetus Radio Swasta Indonesia
AG KH Muh Yunus Martan: Kiai Pesantren Pertama Pencetus Radio Swasta Indonesia, Radio Suara Asadiyah
Perguruan As'adiyah harus mandiri dan mampu berdiri di atas kakinya sendiri.
Menjaga kemandirian Pesantren dalam berbagai hal di mata Anre Gurutta sesuatu yang ushuli (mutlak adanya).
Setelah seluruh reseources SDM dikumpulkan dan disatukan, ia kemudian petakan satu persatu dengan kompetensi dan keahlian masing-masing yang ada pada diri mereka, lalu kemudian ia mendiagnosa sisi kekurangan lainnya.
Dari sinilah Anre Gurutta menentukan arah perjalanan ke depan (blue print) Ponpes As'adiyah dengan skala prioritas, mana yang mendesak untuk segera dilakukan dan seperti apa sejatinya dan idealnya yang harus dilakukan untuk pengembangan Perguruan As'adiyah dalam waktu yang sangat pendek itu.
Pada periode kedua kepemimpinannya (1966) AGH. KH. Yunus Martan, Anre Gurutta menyadari betul santri yang berdatangan dari berbagai daerah dan luar daerah (provinsi) dari tahun ke tahun akan senantiasa bertambah, dan pada waktunya --seusai tamat dari Pesantren-- akan kembali ke daerah masing-masing dengan bekal ilmu yang dititipkan kepadanya selama mondok di Pesantren.
Dan selanjutnya dengan bekal ilmu itulah kemudian mereka mentransformasikannya kepada masyarakat dengan mengacu pada nilai-nilai dan prinsip serta ideologi As'adiyah.
Pada titik ini, Anre Gurutta mulai berfikir pasca mereka meninggalkan As'adiyah, mereka akan bersinggungan langsung dengan lingkungan sosial di sekitarnya.
Untuk memudahkan terjalin hubungan dua arah --antara Anre Gurutta dengan santri-masyarakat-- Anre Gurutta menyadari pentingnya hadirnya sebuah sarana atau media yang bisa memudahkan terjalinnya hubungan emosional dan psikologis antara Anre Gurutta dengan mereka.
Di sinilah ide dasar Anre Gurutta mendirikan Radio Suara As'adiyah.
Gagasan Anre Gurutta mendirikan RSA selain karena persoalan untuk menjembatani kebutuhan komunikasi antara santri-masyarakat dengan Anre Gurutta, sisi lainnya adalah menjadi bagian tak terpisahkan dari misi As'adiyah dalam menjemput modernitas.
Siklus modernitas dengan varian-varian barunya sebuah keniscayaan.
Sebab itu, konsepsi dunia Pesantren tentang modernitas mau tak mau harus mempersiapkan diri untuk berhadapan dengannya.
Menghindar dari modernitas dengan varian-varian positifnya bukan berarti tidak menjaga "orisinilitas identitas" Pesantren.
Pada tataran globalisasi, pendidikan menjadi lintas batas yang menerobos dinding geografis, kebudayaan, kebangsaan bahkan peradaban bangsa-bangsa.
Dengan demikian, Institusi pendidikan dengan unit-unit yang ada di dalamnya pada akhirnya akan berhadapan dengan muatan globalisasi.