Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Sinjai

Periode Januari-Juli, Ada 43 Kasus DBD di Sinjai

Penyakit DBD ini banyak menyerang warga di delapan kecamatan diluar Kecamatan Pulau Sembilan.

Penulis: Samsul Bahri | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/SYAMSUL BAHRI
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Emmy Kartahara Malik 

TRIBUNSINJAI.COM, SINJAI UTARA - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sinjai mengajak masyarakat setempat tetap waspada terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

Kepala Dinas Kesehatan Sinjai, Emmy Kartahara Malik mengungkap bahwa sejak Januari tahun 2021 hingga Juli ini terdapat 43 korban DBD.

"Karena itu kami mengajak masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap DBD ini, apalagi musim pancaroba ini rawan terjadi," kata Emy Kartahara Malik saat dikonfirmasi tribun-timur.com, Rabu (21/7/2021).

Diungkapkan bahwa penyakit DBD ini banyak menyerang warga di delapan kecamatan diluar Kecamatan Pulau Sembilan.

Korban akibat gigitan nyamuk ini terbanyak usia anak-anak.

Diawal Juli terdapat dua pasien yang sementara menjalani perawatan di Puskesmas Kecamatan Sinjai Selatan, dan Sinjai Barat.

Dari jumlah warga yang telah jadi korban penyakit tersebut belum ada korban jiwa.

Ia meminta kepada masyarakat untuk tetap berhati-hati akibat pengaruh cuaca, terutama menjaga kebersihan lingkungannya.

"Jadi kalau ada air tergenang di dalam rumah atau di sekitar halaman rumah agar segera ditumpah apalagi ini musim hujan," katanya.

Penyakit DBD ini disebabkan gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Umumnya nyamuk ini menggigit warga saat tidur di pagi hari atau di sore hari menjelang Magrib.

Ia mengajak masyarakat tetap waspada dengan menerapkan gerakan 3M.

Menutup tempat penampungan air, menguras, dan mendaur ulang barang bekas plastik, kaleng sebagai tempat nyamuk bertelur.

Emy berharap agar masyarakat Sinjai dapat proaktif khususnya masyarakat dalam Ibukota Sinjai untuk membasmi potensi perkembangbiakan nyamuk.

Apalagi Ibukota Sinjai baru-baru mengalami banjir sehingga dapat berpotensi nyamuk Aedes Aegypti berkembang.

Perbedaan Demam Berdarah dengan Demam Biasa

Indonesia saat ini tengah memasuki musim pancaroba atau peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau.

Salah satu penyakit yang rentan terjadi di musim pancaroba seperti saat ini adalah, demam berdarah dengue (DBD).

DBD adalah salah satu penyakit yang perlu diwaspadai. Seperti pada beberapa penyakit lainnya, demam adalah gejala utama pada demam berdarah.

Namun, ada perbedaan yang cukup mencolok pada gejala yang dialami penderita demam berdarah.

"Bedanya dengan (demam) penyakit lain, pada demam berdarah panasnya agak bandel dan sifatnya akut."

Hal itu diungkapkan oleh dr Yudhie krisna wibowo, Sp.A, M. Biomed dari Eka Hospital Cibubur beberapa waktu lalu.

Demam pada penderita demam berdarah bisa mendadak tinggi meskipun baru terjadi pada satu atau dua hari pertama.

Selain itu, meskipun sudah mengonsumsi obat penurun demam, suhu tubuh penderita demam berdarah hanya turun sedikit atau hampir tidak turun sama sekali.

Sementara demam karena infeksi lain pada umumnya dapat mereda ketika penderita diberi obat penurun demam, meskipun beberapa jam setelahnya demam mungkin akan kembali jika belum sembuh betul.

"Angka demamnya saja (turun), tapi kalau dirasakan di badan kita atau orang yang demam dipegang, panasnya masih terasa," katanya.

Selain itu, penderita demam berdarah juga bisa mengalami keluhan lainnya yang membuat kondisi badan semakin turun, seperti badan pegal-pegal, linu di persendian, sakit kepala, nyeri di belakang mata, hingga risiko pendarahan seperti mimisan, bintik-bintik di bawah kulit atau gusi berdarah.

"Makanya disebut demam berdarah karena disertai manifestasi gejala pendarahan," papar dr. Yudhie.

Pelana Kuda

Pada demam berdarah dikena istilah grafik "pelana kuda".

Penjelasannya adalah penderita umumnya mengalami demam yang cenderung tinggi selama tiga hingga empat hari, kemudian demam turun pada fase kritis dan akan sedikit naik pada fase penyembuhan.

Jika demam berdarah bisa diidentifikasi pada satu atau dua hari awal, maka penderita bisa segera dibawa ke rumah sakit untuk dirawat dan perjalanan penyakit akan lebih terkendali.

Jadi, usahakan penderita dirawat sebelum memasuki fase kritis.

"Yang membuat demam berdarah komplikasi atau fatal adalah karena mengira waktu panas turun, itu sembuh. Makanya, identifikasi paling efektif adalah saat demam di awal," ucap dr Yudhie.

Lalu, ketika panas turun, bagaimana membedakan apakah itu adalah demam yang sembuh atau fase kritis demam berdarah?

Dr. Yudhi menyebutkan, jika panas turun karena sembuh, penderita cenderung merasa tubuhnya lebih nyaman dan gejala juga membaik.

Misalnya, meriang yang awalnya dirasakan hilang, nafsu makan kembali, atau anak yang tadinya terlihat lemas saat demam menjadi semangat bermain lagi.

Namun, hal sebaliknya terjadi pada penderita demam berdarah yang memasuki masa kritis.

"Panasnya turun, tapi kondisi justru lemas, tidak mau bangun. Itu perlu curiga kuat. Segera bawa ke IGD, jam berapa pun kejadiannya. Itu masa kritis," tuturnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved