Ruang Publik LSKP
Ruang Publik LSKP Bahas Anggaran Publik Responsif Gender,Andi Suhada Sappaile: Bukan Hanya Perempuan
kendalanya masih banyak elemen pemerintah yang tertutup dan kurangnya sumberdaya dalam analisis data berbasis gender
Sedangkan Prof Dr Nursini memberikan gambaran terkait anggaran publik yang responsif gender dan konsep dari prespektif gender.
“Anggaran yang responsif gender adalah sebuah sistem yang terintegrasi. Kalau tidak ada perencanaan yang responsif gender, maka tidak ada implementasi program yang responsif gender. Ketika melihat kasus di Kota Makassar, begitu banyak kendala yang dialami dalam penerapan PPRG,” ungkap Prof Dr Nursini.
Diskusi dilanjutkan dengan pandangan Ibu Noni terkait peran serta anggota DPRD Kota Makassar dalam menghadirkan kebijakan responsif, misalnya Sistem Informasi Gender dan Anak (SIGA) di Kota Makassar.
“Anggota legislatif bersepakat untuk menghadirkan peraturan daerah yang melindungi hak-hak masyarakat. Misalnya, Perda terkait Perlindungan Perempuan dan Anak. Sebagai pelaksana pihak OPD juga harusnya memberikan ruang kepada setiap elemen yang ada,” ungkap Andi Suhada Sappaile.
Dialog dilanjutkan oleh Luna Vidya bersama Pror Dr Nursini yang lebih mengeksplore lagi terkait potret kerjasama dalam membangun anggaran publik yang responsif gender.
“Legislatif dan eksekutif adalah satu kesatuan yang saling berkaitan bagaikan dua mata koin logam, serta harus pula dilibatkan banyak aktor termasuk NGO, Perguruan Tinggi dan Komunitas Sosial yang ada”, ungkap Prof Dr Nursini.
Prof Nursini membuka pandangan dari Sahabat Publik yang hadir bahwa segala bentuk aturan telah diatur dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri No 15 Tahun 2008 yang isinya terdapat pergeseran konsep tentang pembiayaan pengarusutamaan gender di daerah.
Penguatan yang dilakukan oleh SKPD dan OPD adalah memastikan bahwa rumusan perencanaan telah menjamin pemenuhan kesetaraan gender.
Prof Dr Nursini menambahkan bahwa analisis anggaran yang ada di OPD yang ada tidak dapat lagi diubah ketika telah termuat dalam Keputusan Menteri Nomor 50, tetapi tidak menuntut kemungkinan bahwa apa yang tertuang dalam PPRG seluruhnya dapat terpenuhi.
“Ketika DPRD mengatakan bahwa telah memberikan supporting, harusnya dilakukan evaluasi secara berkala. harusnya pada peneliti mampu bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk memberikan data dan informasi kepada OPD dan DPRD Kota Makassar sebagai rujukan perencanaan,” harapan dari Prof Dr Nursini.
Andi Suhada Sappaile menyatakan sangat tertarik dengan harapan yang disampaikan oleh Prof Dr Nursini bahwa Ruang Publik dapat menjadi jembatan bagi legislatif untuk bertemu dengan akademisi untuk mendukung hadirnya kesepemahaman yang baik.
Prof Dr Nursini menambahkan tanggapan terhadap respon baik yang diberikan oleh Ibu Noni terkait dengan peluang kolaborasi kedepannya,
“Perumusan perencanaan yang responsif gender harus juga disesuaikan dengan kesesuaian anggaran publik. Kendalanya ditingkat pemerintahan yang regulasi hadir diawal bersifat kaku dan tertutup. Perda ini yang menjadi acuan kerjasama dan dasar pemenuhan kebutuhan masyarakat,” ungkap Prof Dr Nursini.
Prof Dr Nursini menawarkan pola kerjasama dalam menghadirkan anggaran publik yang responsif gender yakni peningkatan kapasitas anggota legislatif, OPD dan SKPD terkait konsep kesetaraan gender dan PUG.
Juga disarankan oleh Prof Dr Nursini kerjasama dengan perguruan tinggi dan NGO dalam menghadirkan dan menganalisis data sebagai rujukan perencanan dan anggaran yang responsif gender.