Klakson
Upacara
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mewajibkan ASN untuk upacara bendera di setiap hari Senin.
Oleh: Abdul Karim, Majelis Demokrasi & Humaniora
PEKAN lalu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) untuk upacara bendera di setiap hari Senin.
Selain upacara, Tjahjo juga akan mewajibkan ASN di lingkungannya menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap hari.
Alasannya simple namun pelik; untuk meningkatkan rasa kebangsaan dan cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sang menteri barangkali tak mengada-ada.
Sebab upacara pernah menjadi tradisi penting Indonesia, di zaman Orba.
Tetapi meletakkan upacara sebagai spirit kebangsaan dan semangat cinta negeri sungguh berpeluang dianggap sebagai ide seadanya.
Tahjo adalah politisi senior PDIP.
Pernah ia menjadi Sekjend partai itu.
Kursi Mendagri pernah pula ia duduki sebelum didapuk sebagai Menpan RB.
Dengan pengalaman mentereng di dunia politik-pemerintahan rasanya tak sepadan dengan ide "upacara" dan "menyanyi" yang ia wacanakan itu.
Bukan cuma karena itu, kita faham bila upacara adalah tradisi ketatanegaraan Orde baru yang mengukir kegagalan disana-sini.
Dengan mengamalkannya kembali--sebagaimana ide Thajo Kumolo itu--negeri ini kembali lari kebelakang (Thajo berfikir mundur).
Lari kebelakang, lari ke era Orba.
Di belakang sana, upacara yang digalakkan Orba selama 32 tahun tidak malah membuat warga cinta bangsa dan tanah airnya.