Inspirasi Ramadan Hamdan Juhannis
Bumi Kebermaknaan (21):Kedermawanan Tak Terbatasi Rasa Lapang dan Sempit, Kedermawanan Buah Latihan
enomana bahwa kebiasaan menderma dengan uang receh pada celengan masjid itu juga bentukan tradisi. Kita diajar membawa uang paling kecil di laci meja
Kedermawaannya tidak lagi terbatasi oleh rasa lapang dan rasa sempit.
Tentu penalaran Bang Qasim Mathar begitu mencerahkan.
Tapi apakah orang yang menderma karena rasa atau karena rasio itu bukan bentukan dari pembiasaan juga?
Bukankah sebuah prinsip yang dipegang adalah buah dari worldview kita yang terbentuk dari pengentalan pengetahuan?
Lebih jauh, meminjam respon panjang dari seorang sahabat, Dr Barsih, bahwa bukankah tradisi mengajarkan, menderma itu harus tepat sasaran.
Bagaimana memahami tepat sasaran sebuah derma tanpa mempekerjakan rasio?
Sepertinya pertanyaan balik saya bisa mengundang riak baru, paling tidak untuk Bang Qasim Mathar.
Namun saya akhiri dulu dengan fenomana bahwa kebiasaan menderma dengan uang receh pada celengan masjid itu juga bentukan tradisi.
Kita diajar membawa uang paling kecil di laci meja yang sudah lusuh, kumal, dan kusut.
Dimasukkan pula ke dalam celengan yang hanya siap menampung uang kecil dari lubangnya yang sangat sempit.(*)