Mukjam Ramadan
AKIFUNA; I'tikaf Khalifah Ali Diamnya Berhala Nenek Nabi Ibrahim
JANGAN melulu menerjemahkan i'tikaf itu sebagai kata berkonotasi baik. Laiknya belati atau uang, penggunaannya tergantung niat pemakai, momen dan kont
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Edi Sumardi
Thamzil Thahir
Editor In Chief
JANGAN melulu menerjemahkan i'tikaf itu sebagai kata berkonotasi baik.
Laiknya belati atau uang, penggunaannya tergantung niat pemakai, momen dan konteksnya.
Penggalan kisah berikut adalah momen, dan konteks "i'tikaf" sebelum kematian Khalifah Ke-4 Ali bin Abi Thalib (599-661 M) sekitar 781 tahun silam.
Alkisah, sebelum kematian Khalifah, 21 Ramadan 40 Hijriyah atau m/661 M), sehari sebelumnya, Ali baru pulang i'tikaf Ramadan dan shalat subuh di Masjid Kufa, Irak.
Di subuh 19 Ramadan itulah, Rahman Ibn Muljam menikam khalifah di pelataran masjid.
Pedang elite sempalan (khawarij) kelompok Islam bentukan Muawiyah ini, konon direndam racun lebih dulu.
Si Ibn Muljam memang merencanakan pembunuhan pemimpin tertinggi spiritual sekaligus pemerintahan Islam itu, sejak masih di Madinah.
Kondisi politik Madinah, sukses ekspansi Islam ke Persia dan semenanjung Arab, memantik eksekusi strategi politik kian licik, dan tak lagi menghormati kemuliaan bulan Ramadan.
Birahi kekuasaan oknum sahabat dan iming-iming besar pengaruh Islam di Arab, adalah mimpi indah calon penguasa lalim.
Sementara Ali tengah menikmati i'tikaf dan instrospeksi kebesaran Allah SWT di bulan Ramadan.
Inilah momen kebiasaan Ali dan istrinya, Fatimah Bint Muhammad, saban 10 akhir Ramadan. Mereka qiyamul lail dan i'tikaf di masjid.
Ali senantiasa mengenang amalan ayah mertuanya untuk selalu mampir membangunkaknya di penghujung 1/3 akhir malam.
Ali, dan Fatimah selalu mengingat imbauan Nabi usai mengetuk pintu rumah cucunya;
ألا تقومان فتصليان
:: Tidakkah kalian berdua bangun, untuk sholat (HR Muslim)