Abdullah Hehamahua
Cerita 'Pahit' Abdullah Hehamahua Harus Dipenjara Era Presiden Soekarno dan Soeharto
Mantan aktivis Universitas Hasanuddin Makassar, Abdullah Hehamahu mempunyai pengalaman pahit ketika era orde lam dan orde baru.
TRIBUN-TIMUR.COM- Abdullah Hehamahua adalah sosok aktivis dari kampus Universitas Hasanuddin Makassar.
Ia pernah menjadi ketua umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) 1979-1981.
Kehidupan pahit didalam teralis penjara pernah dilaluinya saat masa Orde Baru, yang pertama pada saat maraknya demo mahasiswa untuk menurunkan Soekarno, pada tahun 1967.
Kedua, ia ditahan karena menulis artikel di koran mahasiswa tentang kesalahfahaman yang terjadi antara dirinya dengan polisi.
Dan yang terlama ialah ketika dirinya bersama empat teman lainnya ditangkap pada saat terjadi peristiwa Malari tahun 1974.
Dia dipenjara selama 1 tahun 8 bulan.
Pada zaman orde baru, Abdullah Hehamahua meninggalkan Indonesia selama 15 tahun.
Abdullah Hehamahua meninggalkan Indonesia di tengah peristiwa kerusuhan Tanjung Priok 1984.
Sepuluh tahun sebelumnya, tepatnya, 1974, Abdullah Hehamahua ditangkap dengan dugaan menolak Pancasila.
Namun, Abdullah pernah mengklarifikasi kejadian itu.
"Saya waktu itu menolak NKK/BKK dan azas tunggal Pancasila, bukan menolak Pancasila tapi azas tunggal," kata Hehamahua dalam uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III, gedung DPR, Selasa (29/11/2011).
Tragedi pembantaian Tanjung Priok 1984 memaksa Abdullah Hehamahua meninggal Indonesia.
Ia baru kembali ketika zaman reformasi.
Ia menyatakan Panglima ABRI LB Moerdani memerintahkan untuk menembak dirinya.
"Maka saya memutuskan pergi ke Malaysia dan baru kembali setelah reformasi," ujar Abdullah.
Dugaan perseteruan kelompok Islam dan militer, 12 September 1984 di Tanjung Priok merupakan puncak perseteruan antara militer dengan kelompok yang dianggap 'membangkang' dan mengancam asas tunggal Pancasila.
Dalam tragedi itu mencatat korban tewas dari kelompok Islam mencapai 18 orang.
Sementara kalangan Islamis mengklaim ada lebih dari 400 orang rekan tewas dibinasakan tentara.
Baca juga: Kok Bima Arya Pidanakan Rizieq Shihab? Ternyata Dia Punya Jasa ke Eks Pemimpin FPI
Baca juga: Siapa Abdullah Hehamahua? Sebut TP3 6 Laskar FPI Temui Jokowi seperti Musa Datang kepada Firaun
Analogi Musa dan Firaun
Abdullah Hehamahua menjadi pembicaraan hangat akhir-akhir ini setelah analogi Nabi Musa dan Firaun ketika menemui Presiden Joko Widodo.
Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan enam Laskar FPI ini menganalogikan pertemuan saat itu seperti pertemuan Nabi Musa dan Firaun.
“Kami sepakat datang seperti Musa datang ke Firaun,” katanya dalam video bincang-bincang berjudul "Penembakan FPI dan Habib Rizieq Balas Dendam 9 Naga Kekalahan Ahok?" yang disiarkan saluran YouTube USTADZ DEMOKRASI.
Abdullah Hehamahua bukan orang baru dalam dunia aktivis.
Aktivis Makassar era 70-an pasti mengenalnya.
Sebab, lelaki kelahiran Ambon 18 Agustus 1947 adalah aktivis dari Kampus Universitas Hasanuddin Makassar.
Abdullah merupakan lulusan D-3 Teknik Elektro.
Tak hanya sampai di situ, Abdullah adalah aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Bahkan, dia pernah menjabat sebagai ketua umum PB HMI.
Saat ini, Abdullah Hehamahua terlibat debat sengit di ruang publik dengan Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin.
"Kalau Musa AS setelah dewasa merantau ke Madyan, setelah 10 tahun dia kembali ke Mesir dan dengan mukjizat sebagai seorang nabi," katanya.
"Nah, kawan ini lari ke Malaysia, Hehamahua ini lari ke Malaysia dan pulang menjadi sosok yang menyihir anak-anak muda menjadi radikal dan ekstrem. Itu makanya Abang tulis, dia pulang ke Malaysia, dalam tanda petik, sebagai teroris," kata Ngabalin, Jumat (16/4/2021).
Ali Mochtar Ngabalin pun keberatan pertemuan TP3 dengan Presiden Jokowi diibaratkan Musa mendatangi Firaun.
"Makanya sosok seperti Abdullah Hehamahua yang begitu dahsyat, dia tidak menunjukkan Islam yang rahmatan lil'alamin," kata Ali Mochtar Ngabalin.
Abdullah Hehamahua pun justru mengaku justru bersyukur dicap sebagai 'teroris'.
Abdullah pun menilai justru Ngabalin lebih 'teroris' ketimbang dirinya.
"Saya 'teroris'? Itulah istilah yang diberikan oleh penjajah Belanda ke para pejuang Indonesia mulai Teuku Umar di Aceh sampai Pattimura di Maluku," kata Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) ini.
Ali Mochtar Ngabalin dan Abdullah sama-sama aktivis dakwah dari Makassar.
Ali Mochtar Ngabalin adalah aktivis Muhammadiyah di Kecamatan Mamajang, Makassar.
Terakhir, dia menjabat sebagai Ketua Umum BKPRMI.
Kemudian, Abdullah Hehamahua adalah aktivis HMI Makassar.(*)
Baca juga: Sama-sama Aktivis Makassar, Abdullah Hehamahua Versus Ali Mochtar Ngabalin Saling Tuduh Teroris
Baca juga: Sosok Abdullah Hehamahua Viral Gara-gara Sebut Pertemuan TP3 & Jokowi Mirip Musa Datangi Firaun