Nurdin Abdullah Ditangkap KPK
Dosen Hukum Unhas Ungkap Ancaman Penjara kepada Tersangka Gratifikasi Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat
Komisi Pemberantasan Korupsi mengenakan pelanggaran pasal UU PTPK kepada Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan Sekretaris Dinas PUTR, Edy Rahmat.
TRIBUN-TIMUR.COM- Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) sudah mengenakan pelanggaran pasal kepada Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan Sekretaris Dinas PUTR, Edy Rahmat.
Mereka terjaring operasi tangkap tangan KPK atau OTT KPK, Sabtu (27/2/2021) dini hari.
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dijemput di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel.
Dalam konferensi pers ketua KPK RI, Firli Bahuri mengungkapkan pelanggaran melawan hukum dari Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat.
Sehingga, nurdin abdullah tersangka bersama pemberi gratifikasi Agung Sucipto.
Mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Fajrurahman Jurdi SH MH menyampaikan detail dugaan pelanggaran Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat.
Baca juga: KPK Dalami Aliran Uang Dugaan Gratifikasi Nurdin Abdullah Bayar Utang Kampanye Pilgub Sulsel 2018
Pasal 11 UU UU Nomor 20 Tahun 2001
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Pasal 12 B
Ayat (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
ayat (2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan, dengan kasus yang menjerat Nurdin ini tidak menutup kemungkinkan setiap orang yang kerap menerima penghargaan tidak bisa korupsi.
Karena menurutnya, korupsi terjadi karena ada kekuasaan serta kesempatan, keserakahan, dan ada kebutuhan.
"Karena korupsi adalah pertemuan antara kekuasaan dan kesempatan, serta minusnya integritas," kata Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Jakarta Selatan, Minggu (28/2/2021).
Sebagai informasi, Nurdin Abdullah merupakan salah satu pejabat yang pernah menerima penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA).
Atas kejadian ini, Firli mengingatkan kepada para pejabat untuk serius dalam mengemban amanah yang telah diberikan serta tetap berkomitmen untuk tidak melakukan korupsi.
"Siapapun yang melakukan pidana korupsi kami (KPK) tidak pernah pandang bulu. karena itu adalah prinsip kerja KPK. siapapun, yang melakukan tindak pidana korupsi, pasti kita mintai pertanggungjawaban sebagaimana ketentuan UU," ungkapnya.
Diketahui, dalam dugaan kasus suap dan gratifikasi untuk proyek dan pembangunan infrastruktur di Sulawesi Selatan, Komisi Antirasuah telah menetapkan tiga tersangka yang terlibat termasuk Nurdin Abdullah.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, Nurdin Abdullah diamankan sebagai penerima uang proyek senilai Rp2 miliar dari Agung Sucipto yang merupakan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba sekaligus kontraktor.
Lebih lanjut kata Firli, berdasarkan proses penyelidikan, Agung telah lama menjalin komunikasi dengan Nurdin yang dikenalnya melalui rekomendasi dari tersangka Edy Rahmat.
Diketahui Edy Rahmat sendiri merupakan Sekertaris Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan sekaligus orang kepercayaan Nurdin Abdullah.
"Dalam beberapa komunikasi tersebut diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan dikerjakan oleh Agung di 2021," ungkapnya.
Dalam kasus ini Nurdin Abdullah dan Edy diduga sebagai penerima suap sementara Agung Sucipto diduga sebagai penyuap.
"KPK menetapkan tiga orang tersangka, sebagai penerima NA dan ER, sebagai pemberi AS," ujarnya.
Penetapan tersangka terhadap ketiganya bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) tim penindakan pada Jumat, 26 Februari 2021 hingga Sabtu, 27 Februari 2021 dini hari.(kompas.com/tribunnews.com/tribun-timur.com)
Baca juga: KPK Sita Uang Tunai dari Kediaman Pribadi Nurdin Abdullah dan Kantor PU Sulsel
Baca juga: Bukan Hanya Kantor PUTR Sulsel, KPK Juga Geledah Rumah Pribadi Nurdin Abdullah