Literasi Ulama
Sayyid Jalaluddin al-Aidid
Sayyid Jalaluddin al-Aidid oleh: Firdaus Muhammad, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin dan Pengurus MUI Sulsel
Sayyid Jalaluddin al-Aidid
oleh: Firdaus Muhammad, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin dan Pengurus MUI Sulsel
Tradisi Maudu Lompoa di Cikoang merupakan warisan Sayyid Jalaluddin al-Aidid.
Beliau adalah guru Syekh Yusuf al-Makassary.
Setelah Datuk ri Bandang dan Datu ri Tiro sebagai penyebar Islam pertama di Makassar, kemudian generasi kedua penyebar Islam dibawah oleh Sayyid Jalaluddin al-Aidid dan Sayyid Ba’alawi.
Kedua sayyid tersebut membawa pengaruh besar perkembangan Islam di wilayah Makassar dan Bima.
Sayyid Jalaluddin al-Aidid diyakini tiba di Makassar pada abad ke-17. Beliau dilahirkan di Aceh pada tahun 1603. Kedatangannya ke Makassar-Gowa pada masa kesultanan Sultan Alauddin, namun pengaruhnya pada kesultanan belum kuat. Beliau mengembangkan Islam di daerah Cikoang dan tradisi maulid yang kini tetap terjaga oleh Bani al-Aidid dan masyarakat sekitar.
Kecintaan masyarakat Cikoang terhadap Sayyid Jalaluddin al-Aidid ditandai beliau dipanggil Sayyid Cikoang dan tetap abadi hingga kini.
Pengaruhnya tetap terpelihara melalui maulid yang dikenal dengan peringatan Maudu Lompoa. Salah satu rangkaian dari maulid itu diisi dengan pembacaan kitab Arate atau Assikiri yang ditulis oleh Sayyid Jalaluddin al-Aidid.
Pengaruhnya pada masyarakat Cikoang tersebut menjadikan beliau mulai mendapat perhatian pihak kesulthanan Gowa.