Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Demo Tolak Omnibus Law

Gubernur dan Ketua DPRD Sulsel Temui Mahasiswa, Naik Pikap Berorasi

Nurdin Abdullah merespon tuntutan dari mahasiswa dan pemuda Muhammadiyah di Sulsel terkait Undang-Undang (UU) Omnibus Law.

Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/FADHLY
Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel Andi Ina Katika Sari menemui mahasiswa yang berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Senin (12/10/2020) sore. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel Andi Ina Katika Sari menemui mahasiswa yang berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Senin (12/10/2020) sore.

Keduanya bahkan menaiki mobil pikap yang diatasnya tersedia pengeras suara.

Nurdin Abdullah merespon tuntutan dari mahasiswa dan pemuda Muhammadiyah di Sulsel terkait Undang-Undang (UU) Omnibus Law.

Dalam orasinya Gubernur Sulsel memaparkan sisi baik dari UU Cipta Karya atau Omnibus Law bagi para pekerja atau buruh.

Baca juga: Gubernur Sulsel Paparkan Sisi Baik dari UU Omnibus Law

Baca juga: Jokowi Belum Baca Draf Final UU Cipta Kerja Tapi Bilang Demo Karena Hoax, Ternyata Dengar dari Sini

"Kalian semua ini adalah agen perubahan. Saya bagian dari dunia pendidikan, kebetulan diamanahkan jadi Gubernur. Kalau saya tanya apa itu UU Omnibus Law itu apa, pasti banyak yang belum tahu. Karena ini baru, banyak versi yang beredar," tuturnya.

"Kalian butuh lapangan kerja, kenapa Indonesia terus menjadi negara pengekspor bahan baku Industri? Karena tidak ada yang mau masuk berinvestasi di Indonesia. Kenapa? Karena birokrasi yang panjang dan mahal," jelasnya.

Selama ini, lanjut dia, ada 79 Undang-Undang, 2.444 pasal itu menyusahkan investasi.

"Di balik ada pasal yang perlu memang perlu kita usulkan untuk kita revisi. Jadi sari-sarinya yang bagus kita ambil," ujarnya.

Ratusan buruh aksi unjuk rasa penolakan Omnibus law di depan Kantor Gubernur Sulsel Jl Urip Sumiharjo, Makassar, Senin (12/10/2020) siang.
Ratusan buruh aksi unjuk rasa penolakan Omnibus law di depan Kantor Gubernur Sulsel Jl Urip Sumiharjo, Makassar, Senin (12/10/2020) siang. (TRIBUN-TIMUR.COM/SAYYID)

Ia pun dalam dekat ini akan mengumpulkan akademisi, tokoh masyarakat dan tokoh pekerja untuk membedah UU Cipta Lapangan Kerja.

"Kita lihat apa yang merugikan rakyat. Sulaya kita dapat memberikan masukan konstruktif untuk kebaikan bersama," ujarnya.

"Oleh karena itu dalam minggu ini, saya akan menyampaikan kepada Bapak Presiden, usulan dari Sulawesi Selatan untuk perbaikan," jelasnya.

Ketua DPRD Ina Kartika menekankan, agar masyarakat khususnya pekerja dan mahasiswa yang telah memberikan aspirasinya untuk mempercayakannya kepada pemerintah dan DPRD Sulsel.

"InsyaAllah kami akan membawa aspirasi ini sampai ke pusat sesuai aturan yang ada," jelasnya.

Pernyataan Resmi Presiden Jokowi

Sebelumnya, Presiden Jokowi akhirnya memberikan pernyataan terkait UU Cipta Kerja yang sedang hangat dibicarakan.

Seperti yang sedang ramai, Omnibus Law UU Cipta Kerja disahkan pada Senin (5/10/2020) lalu dalam rapat paripurna yang dihadiri para anggota DPR RI.

Baca juga: Keunggulan dan Kelemahan dari UU Cipta Kerja, Sudah Ada di Visi Misi Jokowi saat Depat Pilpres 2019

Baca juga: Gubernur Sulsel Paparkan Sisi Baik dari UU Omnibus Law

Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja tersebut UU Cipta Kerja ini menimbulkan sejumlah kontroversi.

Sejumlah elemen masyarakat turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa.

Mulai dari buruh hingga mahasiswa ikut turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi mereka terkait penolakan UU Cipta Kerja.

Unjuk rasa di beberapa daerah bahkan berakhir dengan kericuhan.

Setelah terjadinya demo besar-besaran di sejumlah daerah, Presiden Jokowi memaparkan beberapa alasan perlunya UU Cipta Kerja untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dengan menggairahkan iklim investasi yang masuk ke Indonesia.

Baca juga: BLAK-BLAKAN Erwin Aksa Bahas Omnibus Law UU Cipta Kerja, Apa Kaitannya Jokowi & Erlangga Hartarto

Baca juga: Buruh Makassar Kembali Unjuk Rasa Tolak Omnibus Law, Ini Tuntutannya untuk Presiden Jokowi

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini lalu menyinggung soal disinformasi atau hoaks terkait polemik UU Cipta Kerja.

Penyebaran informasi yang keliru itu jadi salah satu pemicu demostrasi besar-besaran.

Berikut ini daftar 7 informasi yang dibantah oleh Jokowi sebagaimana dikutip pada Sabtu (10/10/2020):

1. Upah minimum dihapus

Jokowi menegaskan kalau upah minimum di UU Cipta Kerja masih diberlakukan seperti halnya yang sudah diatur di UU Nomor 13 Tahun 20013 tentang Ketenagakerjaan, baik UMP maupun UMK.

"Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut penghapusan Upah Minimum Provinsi, Upah Minimum Kabupaten, Upah Minimum Sektoral Provinsi. Hal ini tidak benar karena pada faktanya Upah Minimum Regional tetap ada," kata Jokowi.

Dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja memang menghapus mengenai penangguhan pembayaran upah minimum.

Selain itu, regulasi baru ini diklaim pemerintah justru menambah perlindungan bagi pekerja.

2. Upah per jam

Jokowi juga membantah isu kalau tenaga kerja akan dibayar berdasarkan per jam.

Ia menegaskan kalau skema masih menggunakan aturan lama.

Baca juga: Tolak Omnibus Law, Mahasiswa Majene Bawa Keranda Mayat

Baca juga: BREAKING NEWS: Tolak Omnibus Law, Mahasiswa Palang Truk, Macetkan Jl Sultan Alauddin Makassar

Hitungan per jam di UU Cipta Kerja dilakukan untuk memfasilitasi pekerja yang sifatnya pekerja lepas dan sebagainya.

"Ada juga yang menyebutkan upah minimum dihitung per jam, ini juga tidak benar. Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil," ucap dia.

3. Cuti dihapus

Jokowi menegaskan UU Cipta Kerja sama sekali tak menghapus hak cuti karyawan di perusahaan.

Cuti seperti cuti hamil, cuti haid, dan cuti reguler masih didapatkan karyawan sesuai dengan UU Ketengakerjaan.

"Kemudian ada kabar yang menyebut semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," ujar dia.

4. PHK sepihak

Ia lalu menyinggung soal kabar di UU Cipta Kerja yang mengizinkan perusahaan untuk melakukan pemecatan sepihak tanpa alasan jelas.

Menurut dia, UU Cipta Kerja tetap mengatur apa saja batasan perusahaan ketika melakukan PHK.

Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel Andi Ina Katika Sari menemui mahasiswa yang berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Senin (12/10/2020) sore.
Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel Andi Ina Katika Sari menemui mahasiswa yang berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Senin (12/10/2020) sore. (TRIBUN-TIMUR.COM/FADHLY)

"Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," kata Jokowi.

5. Amdal dihilangkan

Jokowi membantah jika Omnibus Law Cipta Kerja menghilangkan kewajiban perusahaan untuk mengurus izin Amdal. Kata dia, Amdal tetap harus dipenuhi, namun prosesnya dipermudah di UU Cipta Kerja.

"Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah dihapusnya Amdal, analisis mengenai dampak lingkungan. Itu juga tidak benar, Amdal tetap ada bagi industri besar harus studi Amdal yang ketat tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan," ucap Jokowi.

6. Perampasan tanah

Menurut Jokowi, UU Cipta Kerja mengatur soal bank tanah di mana aturan tersebut diperlukan untuk memudahkan proses pembebasan tanah untuk pekerjaan infrastruktur kepentingan umum.

"Kemudian diberitakan keberadaan bank tanah, bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan sosial, pemerataan ekonomi, ekonomi konsolidasi lahan dan reforma agraria ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilihan lahan dan tahan dan kita selama ini kita tidak memiliki bank tanah," ujar dia.

Baca juga: Buruh Makassar Kembali Unjuk Rasa Tolak Omnibus Law, Ini Tuntutannya untuk Presiden Jokowi

Baca juga: Gabungan Buruh Unjuk Rasa di Depan Kantor Gubernur Sulsel, Masih Terkait Omnibus Law

7. Sentralisasi pusat

Terakhir, Jokowi juga menyinggung soal peran daerah yang dipangkas dalam kemudahan berinvestasi karena kewenangannya dialihkan ke pusat dalam UU Cipta Kerja.

"Saya tegaskan juga UU Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak, tidak ada. Perizinan berusaha dan kewenangannya tetap dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan NSPK yang ditetapkan pemerintah pusat agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh pemerintah daerah dan penetapan NSPK ini nanti akan diatur dalam PP atau peraturan pemerintah," tegas Jokowi.

"Selain itu kewenangan perizinan untuk non perizinan berusaha tetap di pemerintah daerah sehingga tidak ada perubahan bahkan kita melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis dan prosedur berusaha di daerah dan perizinan di daerah diberikan batas waktu, yang penting di sini jadi ada service level of agreement, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati," katanya.(*)

Laporan Wartawan tribun-timur.com, @fadhlymuhammad

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved