Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribuners Memilih

Danny dan Rahman Bando Hadiri Dialog Bareng Warga Difabel

Jaringan Organisasi Difabel Makassar mengundang pasangan calon (Paslon) wali kota dan wakil wali kota yang berkompetisi pada Pilwali Makassar 2020.

Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/FADHLY
Jaringan Organisasi Difabel Makassar mengundang pasangan calon (Paslon) wali kota dan wakil wali kota yang berkompetisi pada Pemilihan Wali (Pilwali) Makassar 2020 untuk berdialog secara daring melalui aplikasi Zoom yang dihadiri sejumlah organisasi difabel atau penyandang disabilitas beserta sejumlah organisasi yang peduli dengan isu disabilitas, Selasa (29/9/2020). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Jaringan Organisasi Difabel Makassar mengundang pasangan calon (Paslon) wali kota dan wakil wali kota yang berkompetisi pada Pemilihan Wali (Pilwali) Makassar 2020.

Acara tersebut berlangsung secara daring melalui aplikasi Zoom yang dihadiri sejumlah organisasi difabel atau penyandang disabilitas beserta sejumlah organisasi yang peduli dengan isu disabilitas, Selasa (29/9/2020).

Dari delapan kandidat calon wali kota dan wakil wali kota, tampak hadir yakni Danny Pomanto dan Abdul Rahman Bando.

Direktur Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) Abd Rahman mengatakan telah mengundang seluruh kandidat.

“Sebenarnya kami sudah hubungi semua kandidat itu sejak pekan lalu, Bahkan kami sudah menyiapkan profile masing-masing kandidat untuk kita perkenalkan ke teman-teman difabel," kata Rahman dalam rilisnya.

“Dari sini saya rasa kita bisa menilai bagaimana keberpihakan para calon pada kelompok rentan, terutama difabel. Kita sudah sediakan ruangnya, tapi mereka sendiri yang enggan mendekat,” jelasnya.

Walaupun hanya dihadiri oleh dua kandidat, dialog politik difabel itupun berlangsung dengan santai tapi serius.

Danny Pomanto menyampaikan tiga visi misi dengan delapam format masa depan. Salah satu poin yang dia tekankan adalah Pembuatan Perda Omnibus Makassar Kota Dunia yang juga akan memasukan kepentingan difabel di dalamnya.

"Selain itu, karena banyaknya persoalan pendidikan yang diungkapkan para perwakilan organisasi disabilitas, dia berjanji akan menggratiskan biaya pendidikan bagi siswa difabel untuk jenjang SD dan SMP," katanya.

Sementara Rahman Bando tidak berkomentar, mengingat ada ganguan teknis saat disilakan memberi sambutan.

Dialog ini adalah ruang partisipasi difabel yang baru pertama kali dilakukan di Makassar.

Sejumlah organisasi difabel yang hadir menyiapkan paparan singkat fenomena sosial atau masalah sosial yang dihadapi difabel sesuai karakteristik disabilitas setiap organisasi dan pertanyaan singkat untuk semua kandidat.

Selanjutnya, kandidat akan merespon dan memberi jawaban. Selain itu, para kandidat menyampaikan visi dan misinya untuk terkait isu disabilitas.

Perwakilan Persatuan Kusta Perjuangan Sulawesi Selatan (PKSS) Mursalim mengatakan, kadang orang yang sedang menerima kusta mendapatkan beberapa tindakan diskriminasi, baik dalam isu ketenaga kerjaan dan isu pendidikan.

Ia mencontohkan, kadang orang yang baru mengalami kusta di saat sedang bekerja di suatu tempat atau sedang bersekolah di sebuah lembaga pendidikan, biasanya mereka langsung dikeluarkan dari tempat kerjanya atau sekolahnya.

"Padahal mereka sebenarnya bisa berobat dan bisa sembuh. Kalau sudah seperti itu, mereka sudah tidak bisa lagi kembali ke tempat kerja ataupun kembali ke sekolah," katanya.

Ia berharap, ada edukasi yang dilakukan pemerintah pada berbagai pihak mengenai pengetahuan tentang kusta. Bahwa kusta itu tidak menular dan bisa sembuh.

Sekretaris Persatuan Tunanetra (Pertuni) Sulawesi Selatan Ismail menyampaikan lima hal yang juga penting jadi perhatian para calon.

Yakni aksesibilitas layanan publik, ketenaga kerjaan, pendidikan Inklusi, tidak diperhatikannya para warga difabel yang tidak berada dalam naungan panti atau yayasan serta aksesibilitas fasilitas umum.

Ia menilai, selama ini ketika pemerintah merencanakan suatu program pemberdayaan terhadap difabel netra atau buta, itu kebanyakan berdasarkan prasangka.

Bahwa orang buta hanya bisa memijit, ataupun menyanyi. Padahal, banyak sektor lain juga yang bisa dimasuki difabel netra.

“Sekarang itu sudah banyak dari kalangan kami yang kuliah di berbagai jurusan. Jadi kami juga seharusnya diakomodir untuk memilih pekerjaan yang lainnya," katanya.

Ramlah dari Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) Sulawesi Selatan, banyak menyoroti soal masih tidak teraksesnya berbagai layanan publik yang selama ini telah menghambat Tuli di Makassar untuk mendapatkan haknya.

"Contohnya, selama ini belum ada juru bahasa isyarat yang tersedia di sekolah-sekolah inklusif," katanya.

Ni Nyoman Anna dari Persatuan Orangtua dengan Anak Autis (POAAM) mengatakan, salah satu tantangan bagi anak autis selain pemahaman masyarakat yang masih minim tentang autisme, juga sistem pendidikan yang konon inklusi.

"Tapi kenyataannya manajemen sekolah dan para guru belum begitu paham tentang penanganan autistik. Padahal orang dengan disabilitas itu memiliki karakter dan pemahaman yang berbeda," katanya.

Akibatnya, lanjut dia, masih banyak yang salah paham tentang autisme ini. dia pun mempertanyakan sejauh mana para kandidat ingin lebih jauh memahami disabilitas ini dan seberapa besar mau meluangkan anggarannya untuk disabilitas.

LBH Bersuara

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Muhammad Haidir menyuarakan isu yang belakangan erat kaitannya dengan warga difabel.

Sejauh ini dari sisi regulasi, lanjut dia, bantuan hukum itu belum menyasar kelompok difabel.

"Padahal, sejak tiga tahun terakhir LBH banyak mendampingi sejumlah organisasi difabel yang menangani difabel yang berhadapan dengan hukum," katanya.

Isu tersebut, lanjut dia, juga penting diperhatikan oleh pemerintah yang akan datang.(*)

Laporan Wartawan tribun-timur.com, @fadhlymuhammad

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved